"MENGUSAP KEPALA ANAK YATIM DI BULAN MUHARRAM"
ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻣﻦ ﺻﺎﻡ ﻳﻮﻡ
ﻋﺎﺷﻮﺭﺍﺀ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺤﺮﻡ ﺍﻋﻄﺎﻩ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻲ ﺛﻮﺍﺏ ﻋﺸﺮﺓ ﺍﻻﻑ ﻣﻠﻠﻚ ﻭﻣﻦ ﺻﺎﻡ ﻳﻮﻡ ﻋﺎﺷﻮﺭﺍﺀ ﻣﻦ
ﺍﻟﻤﺤﺮﻡ ﺍﻋﻄﻲ ﺛﻮﺍﺏ ﻋﺸﺮ ﺷﻬﻴﺪ ﻭﻣﻦ ﻣﺴﺢ ﻳﺪﻩ ﻋﻠﻲ ﺭﺍﺱ ﻳﺘﻴﻢ ﻳﻮﻡ ﻋﺎﺷﻮﺭﺍﺀ ﺭﻓﻊ ﺍﻟﻠﻪ
ﺗﻌﺎﻟﻲ ﻟﻪ ﺑﻜﻞ ﺷﻌﺮﺓ ﺩﺭﺟﺔ
Diriwayatkan dari Ibn Abbas ra. Ia berkata : Rosulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barang siapa puasa pada hari ‘asyura( tanggal10)
muharram, Allah memberikan 10.000 pahala malaikat
Barang siapa puasa pada hari ‘asyura( tanggal10) muharram,
Allah memberikan pahala 10.000 para syuhada’
Dan barang siapa mengusap kepala anak yatim pad tgl 10
muharram, Allah mengangkat derajatnya dengan setiap
rambut yg diusap”
Manaahiij al-Imdaad I/521
ﻭﻭﺭﺩ ﻓﻲ ﻓﻀﻞ ﻣﺴﺢ ﺭﺃﺱ ﺍﻟﻴﺘﻴﻢ ﺣﺪﻳﺚ ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﺣﻤﺪ ﻭﺍﻟﻄﺒﺮﺍﻧﻲ ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺍﻣﺎﻣﺔ ﺑﻠﻔﻆ ﻣﻦ
ﻣﺴﺢ ﺭﺃﺱ ﻳﺘﻴﻢ ﻻ ﻳﻤﺴﺤﻪ ﺍﻻ ﻟﻠﻪ ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﺑﻜﻞ ﺷﻌﺮﺓ ﺗﻤﺮ ﻳﺪﻩ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺣﺴﻨﺔ ﻭﺳﻨﺪﻩ ﺿﻌﻴﻒ
ﻭﻷﺣﻤﺪ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺍﻥ ﺭﺟﻼ ﺷﻜﻰ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﻗﺴﻮﺓ ﻗﻠﺒﻪ
ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻃﻌﻢ ﺍﻟﻤﺴﻜﻴﻦ ﻭﺍﻣﺴﺢ ﺭﺃﺱ ﺍﻟﻴﺘﻴﻢ ﻭﺳﻨﺪﻩ ﺣﺴﻦ
Dan telah datang penjelasan hadits-hadits mengenai
keutamaan mengusap kepala anak yatim yang diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dan At-Thabraany dari riwayat Abu
Umamah dengan pernyataan “Barangsiapa mengusap kepala
anak yatim yang semata-mata karena Allah disetiap rambut
yang ia usap, Allah berikan kebaikan” (sanadnya dho’if)
Juga hadits dari riwayat Abu Hurairah “Sesungguhnya
seorang lelaki mengadu pada Nabi shallallaahu alaihi
wasallam tentang kerasnya hatinya, Nabi bersabda ‘Berikan
makanan orang miskin dan usaplah kepala anak yatim” (HR.
Ahmad, sanadnya Hasan)
Fath al-Baari XI/151
PENGERTIAN MENGUSAP KEPALA ANAK YATIM
Menurut Ibn Hajar al-Haytamy maksud mashu ro’si yatiim
(mengusap kepala anak yatim) diatas adalah makna hakiki
(arti sebenarnya)
ﻭﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺴﺢ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺍﻟﺜﺎﻧﻲ ﺣﻘﻴﻘﺘﻪ ﻛﻤﺎ ﺑﻴﻨﻪ ﺁﺧﺮ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻭﻫﻮ ( ﻣﻦ ﻣﺴﺢ ﺭﺃﺱ
ﻳﺘﻴﻢ ﻟﻢ ﻳﻤﺴﺤﻪ ﺇﻻ ﻟﻠﻪ ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﺑﻜﻞ ﺷﻌﺮﺓ ﺗﻤﺮ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻳﺪﻩ ﻋﺸﺮ ﺣﺴﻨﺎﺕ ﻭﻣﻦ ﺃﺣﺴﻦ ﺇﻟﻰ
ﻳﺘﻴﻤﺔ ﺃﻭ ﻳﺘﻴﻢ ﻋﻨﺪﻩ ﻛﻨﺖ ﺃﻧﺎ ﻭﻫﻮ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﻛﻬﺎﺗﻴﻦ ﻭﻗﺮﻥ ﺑﻴﻦ ﺃﺻﺒﻌﻴﻪ ) .
ﻭﺧﺺ ﺍﻟﺮﺃﺱ ﺑﺬﻟﻚ ﻷﻥ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺢ ﻋﻠﻴﻪ ﺗﻌﻈﻴﻤﺎً ﻟﺼﺎﺣﺒﻪ ﻭﺷﻔﻘﺔ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﻣﺤﺒﺔ ﻟﻪ ﻭﺟﺒﺮﺍً
ﻟﺨﺎﻃﺮﻩ ، ﻭﻫﺬﻩ ﻛﻠﻬﺎ ﻣﻊ ﺍﻟﻴﺘﻴﻢ ﺗﻘﺘﻀﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺜﻮﺏ ﺍﻟﺠﺰﻳﻞ ، ﻭﺃﻣﺎ ﺟﻌﻞ ﺫﻟﻚ ﻛﻨﺎﻳﺔ ﻋﻦ
ﺍﻹﺣﺴﺎﻥ ﻓﻬﻮ ﻏﻴﺮ ﻣﺤﺘﺎﺝ ﺇﻟﻴﻪ ﻷﻥ ﺛﻮﺍﺏ ﺍﻹﺣﺴﺎﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻫﻮ ﺃﻋﻠﻰ ﻭﺃﺟﻞّ ﻗﺪ ﺫﻛﺮ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺃﻳﻦ
ﺍﻟﻘﺮﺏ ﻣﻨﻪ ( ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ) ﻓﻲ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﺣﺘﻰ ﻳﻜﻮﻧﺎ ﻛﺎﻷﺻﺒﻌﻴﻦ ﻣﻦ ﺇﻋﻄﺎﺀ ﺣﺴﻨﺎﺕ
ﺑﻌﺪﺩ ﺷﻌﺮ ﺍﻟﺮﺃﺱ ، ﻓﺸﺘﺎﻥ ﻣﺎ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﺇﺫ ﺍﻷﻭﻝ ﺃﻛﻤﻞ ﻭﺃﻋﻈﻢ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﻨﺰﻝ ﻭﺃﻧﻪ ﺃﺭﻳﺪ ﺑﺬﻟﻚ
ﺍﻟﻜﻨﺎﻳﺔ ﺍﻟﻤﺬﻛﻮﺭﺓ ﻓﻴﻜﻮﻥ ﻗﻮﻟﻪ ( ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ) ﺇﻟﺦ ﻛﻨﺎﻳﺔ ﻋﻦ ﻋﻈﻴﻢ ﺍﻟﺠﺰﺍﺀ ، ﻭﺃﻧﻪ ﻟﻌﻈﻤﺘﻪ ﻟﻮ
ﻭﺟﺪ ﻓﻲ ﺍﻟﺨﺎﺭﺝ ﻟﻜﺎﻥ ﺃﻛﺜﺮ ﻣﻦ ﻋﺪﺩ ﺷﻌﺮ ﺍﻟﺮﺃﺱ ﺑﻜﺜﻴﺮ ، ﻓﻴﻜﻮﻥ ﺍﻟﺘﺠﻮّﺯ ﻭﺍﻟﻜﻨﺎﻳﺔ ﻓﻲ
ﺍﻟﻄﺮﻓﻴﻦ ﻃﺮﻑ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻭﻃﺮﻑ ﺍﻟﺠﺰﺍﺀ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺍﻟﻜﻨﺎﻳﺔ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻧﺖ ﺃﺑﻠﻎ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ﺇﻻ ﺃﻥ ﻣﺤﻞ
ﺍﻟﺤﻤﻞ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺣﻴﺚ ﻟﻢ ﻳﻤﻨﻊ ﻣﻨﻬﺎ ﻣﺎﻧﻊ ، ﻭﻗﺪ ﻋﻠﻤﺖ ﺃﻥ ﺁﺧﺮ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻳﻌﻴﻦ ﺍﻟﺤﻤﻞ ﻋﻠﻰ
ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ﻹﻓﺎﺩﺗﻪ ﺃﻥ ﻣﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻳﻜﻮﻥ ﺗﺄﺳﻴﺴﺎً ، ﻭﻫﻮ ﺧﻴﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﺄﻛﻴﺪ ﺍﻟﻼﺯﻡ ﻟﻠﺤﻤﻞ ﻋﻠﻰ
ﺍﻟﻜﻨﺎﻳﺔ ﻓﺎﻓﻬﻢ ﺫﻟﻚ ﻭﺗﺄﻣﻠﻪ . ﺛﻢ ﺭﺃﻳﺖ ﺃﺣﺎﺩﻳﺚ ﺻﺮﻳﺤﺔ ﺑﺄﻥ ﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﺎﻟﻤﺴﺢ ﺣﻘﻴﻘﺘﻪ .
Yang dimaksud dengan mengusap dalam hadits kedua diatas adalah arti sebenarnya seperti dijelaskan pada hadits lain
“Barangsiapa mengusap kepala anak yatim yang semata-
mata karena Allah disetiap rambut yang ia usap, Allah berikan sepuluh kebaikan, dan barangsiapa memperbaiki anak yatim perempuan atau laki-laki yang ada didekatnya niscaya aku dan dia disurga bersanding seperti ini (Dan Nabi menggandengkan antara jemarinya)”
Kepala menjadi hal yang istimewa untuk disebutkan dalam hadits-hadits diatas karena mengusap kepala mengandung pengertian adanya kasih saying, rasa cinta dan mengayomi akan kebutuhan yang diusap, dan kesemuanya bila dilakukan pada anak yatim berhak mendapatkan pahala yang agung. Sedang mengartikan ‘mengusap’ dalam hadits diatas dengan arti kinayah (sindiran-bukan sebenarnya) dalam pengertian
‘berbuat baik’ tidaklah dibutuhkan…. dst
Al-Fataawaa al-Haditsiyyah Li Ibni Hajar I/43
ﺍﻟﻤﻼ ﻋﻠﻲ ﺍﻟﻘﺎﺭﻱ
Namun menurut imam at toyyi dalam kitab Marqaah al-
Mafaatiih Imam al-Malaa Ali al-Qaariy al-Hanafy yang
dimaksud kata ‘mengusap’ pada hadits diatas adalah arti
kinayah dari memberikan kasih sayang serta berbuat penuh
kelembutan dan cinta kasih pada mereka .
ﻭﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺃﻣﺎﻣﺔ ﺃﻱ ﺍﻟﺒﺎﻫﻠﻲ ﻗﺎﻝ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﻣﺴﺢ ﺭﺃﺱ ﻳﺘﻴﻢ ﻭﻛﺬﺍ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﻴﺘﻴﻤﺔ ﺑﻞ
ﻫﻲ ﺍﻷﻭﻟﻰ ﺑﺎﻟﺤﻨﻴﺔ ﻟﻀﻌﻔﻬﺎ ﺛﻢ ﺍﻟﺘﻨﻜﻴﺮ ﻳﻔﻴﺪ ﺍﻟﻌﻤﻮﻡ ﻓﻴﺸﻤﻞ ﺍﻟﻘﺮﻳﺐ ﻭﺍﻷﺟﻨﺒﻲ ﻳﻜﻮﻥ ﻋﻨﺪﻩ ﺃﻭ
ﻋﻨﺪ ﻏﻴﺮﻩ ﻟﻢ ﻳﻤﺴﺤﻪ ﺣﺎﻝ ﻣﻦ ﻓﺎﻋﻞ ﻣﺴﺢ ﺃﻱ ﻭﺍﻟﺤﺎﻝ ﺃﻧﻪ ﻟﻢ ﻳﻤﺴﺢ ﺭﺃﺱ ﺍﻟﻴﺘﻴﻢ ﺇﻻ ﻟﻠﻪ ﺃﻱ
ﻻ ﻟﻐﺮﺽ ﺳﻮﺍﻩ ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﺃﻱ ﻟﻠﻤﺎﺳﺢ ﺑﻜﻞ ﺷﻌﺮﺓ ﺑﺴﻜﻮﻥ ﺍﻟﻌﻴﻦ ﻭﻳﻔﺘﺢ ﺃﻱ ﺑﻜﻞ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﻣﻦ ﺷﻌﺮ
ﺭﺃﺳﻪ ﻳﻤﺮ ﺑﺎﻟﺘﺬﻛﻴﺮ ﻭﻳﺆﻧﺚ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺮﻭﺭ ﺃﻱ ﻳﺄﺗﻲ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭﻛﺬﺍ ﺣﻜﻢ ﻣﺤﺎﺫﻳﻬﺎ ﻳﺪﻩ ﻭﻓﻲ ﻧﺴﺨﺔ
ﻣﻦ ﺍﻹﻣﺮﺍﺭ ﻓﻔﺎﻋﻠﻪ ﺿﻤﻴﺮ ﺍﻟﻤﺎﺳﺢ ﻭﻳﺪﻩ ﻣﻔﻌﻮﻟﻪ ﺣﺴﻨﺎﺕ ﺑﺎﻟﺮﻓﻊ ﻋﻠﻰ ﺍﺳﻢ ﻛﺎﻥ ﻭﺍﻟﻈﺎﻫﺮ ﺃﻥ
ﺍﻟﺤﺴﻨﺎﺕ ﻣﺨﺘﻠﻔﺔ ﻛﻤﻴﺔ ﻭﻛﻴﻔﻴﺔ ﺑﺎﻋﺘﺒﺎﺭ ﺗﺤﺴﻴﻦ ﺍﻟﻨﻴﺎﺕ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻄﻴﺒﻲ ﻣﺴﺢ ﺭﺃﺱ ﺍﻟﻴﺘﻴﻢ ﻛﻨﺎﻳﺔ
ﻋﻦ ﺍﻟﺸﻔﻘﺔ ﻭﺍﻟﺘﻠﻄﻒ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﻟﻤﺎ ﻟﻢ ﺗﻜﻦ ﺍﻟﻜﻨﺎﻳﺔ ﻣﻨﺎﻓﻴﺔ ﻹﺭﺍﺩﺓ ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ﻹﻣﻜﺎﻥ ﺍﻟﺠﻤﻊ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ
ﻛﻤﺎ ﺗﻘﻮﻝ ﻓﻼﻥ ﻃﻮﻳﻞ ﺍﻟﻨﺠﺎﺩ ﻭﺗﺮﻳﺪ ﻃﻮﻝ ﻗﺎﻣﺘﻪ ﻣﻊ ﻃﻮﻝ ﻋﻼﻗﺔ ﺳﻴﻔﻪ ﺭﺗﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﻗﻮﻟﻪ ﺑﻜﻞ
ﺷﻌﺮﺓ ﻳﻤﺮ ﻋﻠﻴﻪ ﻳﺪﻩ ﻭﻣﻦ ﺃﺣﺴﻦ ﺇﻟﻰ ﻳﺘﻴﻤﺔ ﺃﻭ ﻳﺘﻴﻢ ﻗﻴﻞ ﺃﻭ ﻟﻠﺘﻨﻮﻳﻊ ﻭﻗﺪﻡ ﺍﻟﻴﺘﻴﻤﺔ ﻷﻧﻬﺎ ﺃﺣﻮﺝ
ﻭﺍﻟﻈﺎﻫﺮ ﺃﻧﻪ ﺷﻚ ﻣﻦ ﺃﺣﺪ ﺍﻟﺮﻭﺍﺓ ﻭﻗﻊ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﻣﺤﻠﻪ ﻷﻥ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﻴﺘﻴﻢ ﻗﺪ ﻋﻠﻢ ﻣﻤﺎ ﺳﺒﻖ ﻓﻔﻲ
ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻔﻘﺮﺓ ﺟﻴﺮ ﺍﻟﻴﺘﻴﻤﺔ ﺑﺎﻟﻠﻄﻒ ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺇﻻ ﺃﻥ ﻳﺨﺺ ﺍﻹﺣﺴﺎﻥ ﺑﺎﻷﻧﻌﺎﻡ ﻭﺍﻹﻧﻔﺎﻕ ﻭﻧﺤﻮﻫﻤﺎ ﻣﻤﺎ
ﻳﻐﺎﻳﺮ ﻣﻌﻨﻰ ﻣﻄﻠﻖ ﺍﻹﺣﺴﺎﻥ ﺍﻟﺸﺎﻣﻞ ﻟﻠﻤﺴﺢ
Marqaah al-Mafaatiih Syarh Misykaah al-Mashaabiih XIV/263
Wallaahu A’lamu Bis Showaab
"Semua penulis akan mati, hanya karyanya yang akan terus abadi. Maka tulislah sesuatu yang dapat membahagiakan dirimu di akhirat nanti". (Ali Bin Abi Thalib)
Rabu, 29 Oktober 2014
"DALIL - DALIL AMALIYAH NU"
DALIL-DALIL AMALIYAH NAHDLATUL ‘ULAMA
1. Tarawih, 20 rakaat
2. Do’a Kunut
3. Perayaan MAulid Nabi Muhammad SAW
4. Talqin Mayit
5. Sampainya Pahala, Do’a, dan Sadakah Kepada orang yang Sudah Meniggal
6. Peringatan 3, 7, 20, 40, 100 hari orang Meninggal
7. Haul
8. Ziarah Kubur
9. Tawasul
10. Tabaruk
11. Manakib
12. Tahlil
13. 2 adzan dalam Jum’ah
A. Tarawih, 20 raka’at
1. Pengertian
Shalat tarawih adalah shalat sunat dengan niat tertentu yang dikerjakan pada setiap malam Bulan Rahamadhan setelah shalat isya’. Hukum shalat tarawih adalah sunah ‘ainiyah Muakkadah baik bagi laki-laki amaupun perempuan yang mukallaf.
Dalam tradisi NU shalat tarawih 20 roka’at ini dikerjakan dengan dua roka’at salam, hal ini berdasarkan hadist Nabi tentang tata cara melaksanakan shalat malam. Nabi SAW bersabda :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. عَنْ صَلَاةِ الَّليْلِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى (رواه البخارى,٩٣٦ ومسلم, ١٢٣٩ والترمذى ١٠٤,
والنسائ,١٦٥٩,وابو داود,١١٣,وابن ماجه,١١٦٥)
Dari Ibnu Umar ” Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah tentang shalat malam. Mereka Nabi menjawab, “ Shalat malam itu ada dua rakaat-dua rakaat” (HR al-Bukhari : 936, Muslim : 1239, al-Tirmidzi : 401, al-Nasa’I :1650, Abu Dawud :1130 dan Ibnu Majah : 1165).
2. Dalil Tarawih 20 Raka’at
Di antara Dalil yang di gunakan Hujjah oleh orang NU dalam menjalankan tarawih 20 Raka’at yaitu :
Pertama Hadist Imam Malik dari Sohabat Yasid bin Rumman.
عَنْ مَالِكٍ عَنْ يَزِيْدَ بْنِ رُمَّانَ اَنَّهُ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَقُوْمُوْنَ فِىْ زَمَنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ بِثَلَاثِ وَعِشْرِيْنَ رَكْعَةً.( رواه الامام مالك فى الموطأ).
“Dari Malik, dari Yazid bin Rumman, ia mengatakan : Orang-orang mengerjakan (salat Tarawih) pada zaman Umar bin Khathbab sebanyak 23 rakaat”. (HR Imam Malik, dalam kitab al-Muwatha, Juz I hlm. 138)
Kedua Hadist riwayat al-Baihaqi dari sahabat saib bin Yazid dalam kitab Al-Hawy li Al Fatawa li As Suyuthy, Juz I hlm. 350, juga kitab fath al-wahhab Juz I, hlm. 58.
وَمَذْهَبُنَا اَنَّ التَّرَاوِيْحَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً لِمَا رَوَى اْلبَيْهَقِيُّ وَغَيْرُهُ باِلْاِسْنَادِ الصَّحِيْحِ عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدَ الصَّحَابِيِّ رَضِيَ للهُ عَنْهُ قَالَ: كُنَّا نَقُوْمُ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَاْلوِتْرِ _ هَكَذَا ذَكَرَهُ اْلمُصَنِّفِ وَاسْتُدِلَّ بِهِ.
Madzbab kita (Syafi’iyah) menyatakan : salat Taawih itu dijalankan 20 rakaat. Ini berdasarkan pada hadist nabi yang diriwayatkan Imam Baihaqi dengan sanad shabih, dari Saib bin Yasid, ia mengatakan : kita mengerjakan salat Tarawih pada masa Umar bin Khathhab dengan 20 akaat ditambah Witir.
Ketiga, pendapat Jumhur fiqih yang terdapat dalam kitab fiqih as-Sunah, Juz II. Hlm. 45
وَصَحَّ النَّاسُ كَانُوْا يُصَلُّوْنَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيِّ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً. وَهُوَ رَأْىُ الْجُمْهُوْرِ الْفُقَهَاءِ.
Betul bahwa kaum muslimin mengerjakan salat pada zaman Umar, Utsman, dan Ali sebanyak 20 rakaat, dan ini pendapat sebagian mayoritas pakar-pakar hokum Islam.
Dalil keempat, dalam kitab Taudbib al-Adillah, Juz III, hlm. 171.
عَنْ اِبْنِ عَبَسَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى فِىْ شَهْرِ رَمَضَانَ فِىْ غَيْرِ جَمَاعَةٍ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَاْلوِتْرِ.رواه البيهقى والطبرنى عن عبد بن حمد.
Ibnu Abbas mengatakan : Rasul salat di bulan Ramadhan sendirian sebanyak 20 rakaat ditambah Witir (HR Baihaqi dan Thabrani, dari Abd bin Humaid)
Dalil kelima, dalam kitab Hamisy Muhibbah, Jus II, hlm. 446-467.
وَفِىْ تَخْرِيْجِ أَحَادِيْثَ الرَّافِعِيْ لِلْاِمَامِ اْلحَاِفظْ اِبْنِ حَجَرَ مَا نَصَّهُ حَدِيْثُ اَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّ بِالنَّاسِ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً لَيْلَتَيْنِ فَلَمَّا كَانَ فِىْ لَيْلَةِ الثَّالِثَةِ اجْتَمَعَ النَّاسُ فَلَمَّا يَخْرُجَ اِلَيْهِمْ ثُمَّ قَالَ مِنَ الْغَدِّ خَشِيْتُ اَنْ تَفْرُضَ عَلَيْكُمْ فَلَا تُتِيْقُوْنَهَا. متفق على صحته من حديث عائسة رضي الله عنها دون عدد الركعات.
Ada komentarnya ImamRafi’I untuk hadist riwayat Imam Ibnu hajar tentang teks hadist Rasul salat bersama kaum muslimin sebanyak 20 rakaat di malam Ramadhan. Ketika tiba di malam ketiga, orang-orang berkumpul, namun Rasulullah tidak keluar. Kemudian, paginya dia bersabda, Aku takut Tarawih diwajibkan atas kalian, dan kalian tidak mampu melaksanakannya. Hadist ini disepakati kesabibannya, tanpa mengesampingkan hadist yang diriwayatkan Aisyah yang tidak menyebut rakaatnya. Sedangkan salat Tarawih berjama’ah hukumnya sunat ainiyah, memurut ulama khanafiyah hukumnya sunat kifayah. Dalil ini bedasarkan hadist Abu Durahman bin Abdul Qari dalam kitab shaih al-Buhkari.
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ الْقَارِيِّ اَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَيْلَةٌ فِىْ رَمَضَانَ اِلَى اْلمَسْجِدِ فَاِذَا النَّاسُ اَوْزَاعٌ مُتَفَرَّقُوْنَ يُصَلِّ الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّ الرَّجُلُ فَيُصَلِّ بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ اِنِّي اَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ اَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيَّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خّرَجَتْ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّوْنَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرَ نِعْمَ البِدْعَةُ هَذِهِ. (رواه البخاري, ١٨١٧)
“Diriwayatkan dari Abdurrohman bin Abd al-Qori, beliau berkata, “Saya keluar bersama Sayyidina Umar bin al-Khabtbab ke masjid pada bulan Ramadhan. (Didapati dalam mesjid tersebut) orang-orang shalat tarawih sendiri-sendiri. Ada yang shalat sendiri-sendiri dan ada yang shalat dengan berjama’ah ”. Lalu Sayyidina Umar berkata, “Saya punya pendapat andaikata mereka aku kumpulkan dalam jama’ah dengan satu imam, niscaya itu lebih bagus”. Lalu beliau mengumpulkan mereka dengan seorang imam, yakni sahabat Ubay bin Ka’ab. Kemudian satu malam berikutnya, kami dating lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan satu imam. Umar berkata, “ Sebaik-baiknya bid’ab adalah ini. (Shalat tarawih dengan berjama’ah)”. (HR al-Bukhari :1871).
Dalam tradisi NU, di dalam melaksanakan shalat tarawih berjama’ah biasanya bilal membacaصاوا سنة ا لر ا و ى yang dibaca pada waktu akan melakukan jama’ah shalat tarawih. Hal ini berdasarkan dalil dalam kitab Al-Qolyubi Juz, I hlm. 125.
(وَيُقَالُ فِى اْلعِيْدِ وَنَحْوِهِ) مِمَّا تُشْرَعُ فِيْهِ الْجَمَاعَةُ كَاالْكُسُوْفِ وَالْاِسْتِسْقَاءِ وَالتَّرَاوِيْحِ (اَلصَّلَاةُ جَامِعَةً) لِوُرُوْدِ فِيْ حَدِيْثِ الشَّيْخَيْنِ فِى اْلكُسُوْفِ وَيُقَاسُ بِهِ وَنَحْوِهِ (اَلصَّلَاةُ جَامِعَةً) وَمِثْلُهُ “هَلُمُّوْا اِلَى الصَّلَاةِ اَوِالْفَلَاحِ اَوِالصَّلَاةِ يَرْحَمُكُمُ اللهُ وَنَحْوُ ذَلِكَ.ھ
“Di dalam shalat ied dan shalat-shalat yang disyariatkan dilaksanakan secara berjama’ah (seperti shalat khusuf, shalat istisqo dan shalat tarawih )di sunahkan membaca الصلاة جامعة dan bacaan semisalnya seperti هلموا الى الصلاة atau هلموا الى الفلاح يرحمكم الله dan lain sebagainya. Hal ini berdasarkan hadist Bukhari Muslim tentang shalat kusuf, adapun yang lainnya di kias-kiaskan”.
Kaitannya dengan hadist Riwayat Al Bukhari yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيْدُ فِى رَمَضَانَ وَلَافِى غَيْرِهِ عَلَى اِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً (رواه البخارى,١٠٧٩)
“Dari Sayyidatuna Aisyah-Radbiyallohu’anba, ia berkata ,”Rosululloh …… tidak pernah menambah shalat malam pada bulan Ramadhan atau bulan lain melebihi sebelas rekaat”.(HR. al-Bukhari,1079)
Hadist diatas sering dijadikan dalil shalat tarawih 11 rakaat. Namun menurut keterangan dalam Kitab Tuhfah al-Muhtaj, Juz 11, hal 229 yang mengutip pendapat Ibnu Hajar A-Haitami(seorang Ulama ahlussunah) meengatakan bahwa hadist tersebut bukanlah dalil salah tarawih 11 rakaat melainkan dalil shalat witir. Sebab berdasarkan kebanyakan riwayat disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW melaksanakan shalat witir dan bilangan maksimalnya adalah sebelas rakaat.
Dalam Kitab Kasyfu At-tabarih dikatakan
وَلمَاَّ كَانَتْ تِلْكَ اْلَاحَادِيْثُ مُتَعَارِضَةٌ وَمُحْتَلِمَةٌ لِلتَّأْوِيْلِ لَمْ تَقُمْ بِهَا الْحُجَّةُ فِى اِثْبَاتِ رَكَعَاتِ التَّرَاوِيْحِ لِتَسَاقُطِهَا فَعَدَّ لْنَا عَنِ اسْتِدْلَالِ بِهَا اِلَى الدَّلِيْلِ اْلقَاطِعِ وَهُوَ اْلاِجْمَاعُ وَهُوَ اِجْمَاعُ اْلمُسْلِمِيْنَ فِى زَمَنِ عُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَلَى فِعْلِهَا عِشْرِيْنَ رَكْعَةً رَوَاهُ الْبَيْهَقِى بِااسْنَادِ الصَّحِيْحِ عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كَانُوْا يَقُوْمُوْنَ عَلَى عَهْدِ عُمَرُ بْنِ اْلخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً اھ كشف التاريح ص ١٣
“Karena dalil-dalil tentang bilangan shalat rakaat shalat tarawih saling berlawanan dan memungkinkan adanya ta’wil maka tidak memungkinkan untuk dijadikan hijjah dalam menetapkan rakaat shalatbtarawih karena dalil-dalil tersebut saling menjatuhkan maka dari itu kami tidak mengambil dalildarihadist-hadist tersebut melainkan menggunakan dalil yang Qot’I yaitu ijma’ kebanyakan orang islam ( dilaman Sayyidina Umar RA ) yang melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat berdasarkan hadist riwayat Baihaqi dari sahabat As-saib bin Yazid RA dengan isnad yang shahih, saib mengatakan : Mereka (orang-orang muslim) mengerjakan shalat tarawih 20 rakaat pada bulan Ramadan di zaman Khalifah Umar RA”
Lebih lanjut dalam kitab Kasyfu at-tabarih dikatakan.
وَاِذَا كَانَ اْلاَمْرُ كَذَلِكَ عَلِمْنَا اَنَّ اللَّذِيْنَ صَلُّوْا التَّرَاوِيْحَ الْيَوْمَ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ مُخَلِّفُوْنَ لِلْاِجْمَاعِ اِنْ كَانَ فِى اَمْرٍ مَعْلُوْمٍ مِنَ الدِّيْنِ بِاالضَّرُوْرَةِ فَهُوَ كَافِرٌ وَاِلَّا فَهُوَ فَاسِقٌ وَهُمْ مُخَالِفُوْا أَيْضًا لِسُنَّةِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ وَمَنْ خَالَفَ سُنَّةَ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ فَقَدْ خَالَفَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ غَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِاَنَّهُ قَالَ فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ خُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اْلمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِيْ (رواه ابو داود والترميذ اھ كشف التاريح ص ١٤)
“Dan jika perfmasalahannya seperti itu (dalil yang Qot’I adalah dalil ijma yang membenarkan bilangan rakaat tarawih 20 rakaat) maka dapat kita ketaahui bahwa mereka yang melaksanakan shalat tarawih 8 rakaat adalah bertentangan dengan ijma dan orang yang menngingkari ijma tentang permasalahan yang sudah pasti dalam agama adalah kafir atau fasik dan merfeka juga berftentangan dengan sunah khulafaur Rosyiidin dan orang yang bertentangan dengan khulafaur Roysidin Juga bertentangan dengan Nabi SAW, karena ia boleh bersabda “ Berpegang teguhlah kamu sekalian dengan sunatku dan dengan sunat Khulafaur Rosyidin yang memberi petunjuk sesudahku (HR. Abu Daud dan At-tirmidi)
B. Do’a Qunut
1. Pengertian Qunut
Secara bahasa Qunut artinya Do’a. Secara istilah Qunut dibagi dua,
yaitu :
1. Qunut Nazilah yaitu : Qunut yang dibaca dalam shalat fardu ketika umat islam menghadapi bahaya, wabah penyakit, bencana atau tantangan dari orang kafir.
2. Qunut subuh atau Qunut witir yaitu : qunut yang dikerjakan pada saat i’tidal rakaat ke-2 dalam shalat subuh atau witir
2. Dalil-dalil Qunut
Hukum Qunut adalah sunat, diantara sahabat yang mensunahkan diantanya Abu Bakar As-Sidik, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Ibnu Abbas dan Barra Bin Aziz. Dalil yang dijadikan pedoman untuk mensunahkan qunut adalah hadist Nabi Muhammad SAW :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكِ قَالَ مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِى اْلفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا (رواه أحمد)
Diriwayatkan dari Anas bin Malik R.A “Beliau berkata, “Rasululloh senantiasa membaca qunut ketika shalat subuh sehingga beliau wafat.” (HR. Ahmad).
Pakar hadis Muhammad bin Alan as-Sidiqi dalam kitabnya Al-Futuhat Ar-Rabbaniyah mengatakan bahwa hadis ini yang benar dan diriwayatkan serta disahihkan oleh golongan pakar yang banyak yang banyak hadist.
Sedangkan do`a qunut yang diajarkan langsung oleh Nabi SAW adalah sebagai berikut :
اَلَّلهُمَّ اهْدِنَا فِيْمَنْ هَدَيْتَ,وَعَافِنَا فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنّا فِيْمَنْ تَوَلَّيَتَ، وَبَارِكْ لِي فِيْمَا اَعْطَيْتَ، وَقِنَا شَرَّ مَا قَضَيْتَ، فَاِنَّكَ تَقْضِى وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، وَاِنَّهُ لَايَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلَايَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ اْلحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، نَسْتَغْفِرُكَ وَنَتُوْبُ اِلَيْكَ. (رواه النسائ ١٧٢٥،وأبو داود ١٢١٤،والترميذى ٤٢٦،وأحمد ١٦٢٥،والدارمي ١٥٤٥بسند الصحيح)
“Ya Allah, berikanlah kami petunjuk seperti orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk, Berilah kami perlindungan seperti orang-orang yang telah Engkau beri perlindungan. Berilah kami pertolongan sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri pertolongan. Berilah berkah pada segala yang telah Engkau berikan kepada kami. Jauhkanlah kami dari segala kejahatan yang telah Engkau pastikan. Sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang Maha menentukan dan Engkau tidak dapat ditentukan. Tidak akan hina orang yang Engkau lindungi. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Engkau Maha Suci dan Maha luhur. Segala puji bagi-Mu dan atas segala yang Engkau pastikan. Kami memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.” (HR. An-Nasa’I :1725, Abu Dawud :1214, Al-Tirmidzi :426, Ahamad :1625 dan Al-Darimi :1545 dengan Sanad yang Shahih)
Dalil kedua disebutkan dalam kitab fiqh as-Sunah Juz II halaman 38-39 :
وَمَذْهَبُنَا الشَّافِعِيُّ: اِنَّ الْقُنُوْتَ فِى صَلَاةِ الصُّبْحِ بَعْدَ الرُّكُوْعِ مِنَ الرُّكُوْعِ الثَّانِيَّةِ سُنَّةٌ لِمَا رَوَاهُ الْجَمَاعَةُ الِاَّ التِّرْمِيْذِى عَنِ ابْنِ سِيْرِيْنَ اَنَّ أَنَسَ بْنِ مَالِكِ سُئِلَ هَلْ قَنَتَ النَّبِيُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ِفى صَلَاةِ الصُّبْحِ؟ فَقَالَ: نَعَمْ. فَقِيْلَ لَهُ قَبْلَ الرُّكُوْعِ اَوْ بَعْدَهُ؟ قَالَ: بَعْدَ الرُّكُوْعِ.
Ulama As-Syafi’iyah mengatakan: Kedudukan qunut pada shalat subuh persisnya ketika bangkit dari rakaat kedua, hukumnya sunah karena ada hdist yang diriwayatkan ahli hadis kecuali at-Tirmidzi. Hadis itu diriwayatkan dari ibnu Sirin, Anas bin Malik pernah ditanya: Apakah Nabi menjalankan qunut pada shalat subuh? Jawab anas: Ya! Kemudian ditanya lagi: letaknya dimana sebelum atau sesudah ruku’? Jawabnya: Sesudah ruku’ (fiqh As-Sunah,Juz 11,hlm.38-39)
Dalil ketiga sebagaimana disebutkan dalam kitab Hamizsy Qalyubi Mahalli Juz I halaman 57
وَيُسَنُّ الْقُنُوْتُ فِي اعْتِدَالٍ ثَانِيَةِ الصُّبْحِ- اِلَى اَنْ قَالَ- لِلاتِّبَاعِ رَوَاهُ الْحَاكِمُ فِى اْلمُسْتَدْرَكِ عَنْ اَبِىْ هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ فِى صَلَاةِ الصُّبْحِ فِى الرَّكْعَةِ الثَّانِيَّةِ رَفَعَ يَدَيْهِ وَيَدْعُ بِهَذَا الدُّعَاءِ “اَللَّهُمَّ اهْدِنِيْ …. اِلَى اَخِرِ مَا تَقَدَّمَ- لَكِنْ لَمْ يَذْكُرْ رَبَّنَا. وقال صحيح.
Qunut itu disunahkan letaknya ketika I’tidal, reka’at kedua shalat subuh, Keterangan tersebut sampai: …….. karena mengikuti Nabi. Hadis diriwayatkan Hakim dalam kitab Mustadrak dari Abu Hurairah: Rosululloh mengangkat kepalanya dari ruku’ pada shalat subuh pada reka’at kedua, dia mengangkat tangannya kemudian berdo’a: Allohumma ihdini fi-man hadait ……… Rosululloh tidak memakai kata-kata robbana …. Hadis ini shahih.
Ketiga, dalam Nail al-Authar, Juz II hlm:387:
فَاِنَّهُ اِنَّمَا سَأَلَ اَنَسًا عَنْ قُنُوْتِ اْلفَجْرِ فَأَجَابَهُ عَمَّا سَأَلَهُ عَنْهُ وَبِأَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاَلِهِ وَسَلِّمْ كَانَ يُطِيْلُ صَلَاةِ اْلفَجْرِ دُوْنَ السَّائِرِ الصَّلَوَاتِ. قَالَ وَمَعْلُوْمٌ اِنَّهُ كَانَ يَدْعُوْ رَبَّهُ وَيُثَنَّى عَلَيْهِ وَيُمَجِّدُهُ فِى هَذَا اْلاِعْتِدَالِ. وَهَذَا قُنُوْتٌ مِنْهُ بِلَارَيْبٍ فَنَحْنُ لَانَشُكُّ وَلَا نَرْتَابُ اِنَّهُ لَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ فِى اْلفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا.
Ketika ditanya sahabat tentang qunut fajar, Anas menjawab: Rasululoh (ketika qunut), ia memanjangka shalat fajar (Subuh) tidak seperti shalat lainnya. Panjang, karena ia membaca do’a, memuji Alloh, mengagungkan-Nya dalam I’tidal ini. Inilah yang dikatakan qunut, tidak diragukan lagi. Kita tidak perlu syak (bimbang) dan ragu lagi bahwa Nabi membaca qunut dalam shalat subuh sampai meninggal!.
C. Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW
a. Pengerian
Secara bahasa maulud adalah waktu kelahiran. Secara istilah diartikan sebagai: Perayaan sebagai rasa syukur dan gembira atas kelahiran Rasul SAW yang biasanya dilakukan pada bulan rabi’ul awal atau Mulud (Jawa).
b. Dalil-dalil perayaan Maulid Nabi SAW
Walaupun dalam kenyataannya tata cara perayaan Maulid Nabi SAW berbeda-beda, Namun esensi dari peringatan Maulid Itu sama yaitu Marasa gembira dan bersyukur atas kelhiran Rasululloh SAW yang mana kelahiran Rasululloh SAW adalah sebuah anugerah Alloh kepada kita yang harus disyukuri, sebagaimana firman Alloh SWT:
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَالِكَ فَلْيَفْرَحُوْا(يونس:١٥٨)
“Katakanlah (Muhammad), sebab anugerah dan rahmat Alloh (kepada kalian), maka bergembiralah mereka.”(QS.Yunus:58)
Dalam sebuah hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim dikatakan bahwa Rasululloh SAW mensyukuri hari kelahirannya dengan berpuasa. Dalam sebuah hadis diriwayatkan:
عَنْ أَبِي قَتَادَتَ اْلاَنْصَارِيِّ اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْاِثْنَيْنِ فَقَالَ فِيْهِ ولُدِتْ ُوَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ(رواه مسلم، ١٩٧٧)
“Diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari RA bahwa Rasululloh pernah ditanya tentang puasa senin, maka beliau menjawab:” Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.”(HR.Muslim:1977)
.
Dalil Kedua,
وَقَالَ اْلاُسْتَاذُ اْلاِمَامُ الْحَافِظُ اْلمُسْنَدُ الذُّكْتُوْرُ اْلحَبِيْبُ عَبْدُ اللهِ بْنِ عَبْدِ اْلقَادِرِ بَافَقِيْهِ بِأَنَّ قَوْلَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَظَمَ مَوْلِدِيْ كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ اْلِقيَامَةِ مَارَوَاهَ ابْنُ عَسَاكِرَ فِى التَّاريْخِ فِى الْجُزْءِ اْلاَوَّلِ صَحِيْفَةُ سِتَّيْنِ وَقَالَ الذَّهَبِى صَحِيْحٌ اِسْنَادُهُ.
Ustadz Imam al-Hafidz al-Musnid DR. Habib Abdullah Bafaqih mengatakan bahwa hadis “man ‘azhzhama maulidy kuntu syafingan lahu yaum al-qiyamati” seperti diriwayatkan Ibnu Asakir dalam Kitab Tarikh, juz 1,hlm 60, menurut Imam Dzaraby sahih sanadnya.
Dalil ketiga dalam kitab Madarij As-shu’ud Syarah al-Barzanji, hlm 15:
قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَظَمَ مَوْلِدِيْ كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ.
Rosululloh bersabda:Siapa menhormati hari lahirku, tentu aku akan memberikan syafa’at kepadanya dihari Kiamat.
Dalil keeempat dalam Madarif as-Shu’ud, hlm.16
وَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مَنْ عَظَمَ مَوْلِدِ النَّبِي صَلًّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ اَحْيَا الْاِسْلَامَ.
Umar mengatakan: siapa menghormati hari lahir Rosululloh sama artinya menghidupkan Islam.
Sekitar lima abad yang lalu Imam Jalaluddin al-Shuyuthi (849-910 H/1445-1505 M) pernah menjawb polemik tentang perayaan Maulid Nabi SAW. Di dalam al-Hawi li al-Fatawi beliau menjelaskan:
“Ada sebuah pertanyaan tentang perayaan Maulid Nabi Saw pada bulan Rabi’ul Awal, bagaimana hukumnya menurut syara’. Apakah terpuji ataukah tercela? Dan apakah orang yang melakukannya diberi pahala ataukah tidak? Beliau menjawab, “Jawabannya menurut saya bahwa semula perayaan Maulid Nabi Saw,yaitu manusia berkumpul, membaca al- Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan kehidupannya. Kemudian menghidangkan makanan yang dinikmati bersama, setalah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan,tidak lebih. Semua itu termasuk Bid’ah hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan darejat Nabi SAW, manampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang mulia.”(Al-Hawi li al-Fatawi,juz1,hal.251-252).
Bahkan hal ini juga diakui oleh Ibnu Taimiyyah, sebagaimana dikutip oleh Sayyid Muhammad bin Alawi al – Maliki:
“Ibnu Taimiyyah berkata,”Orang-orang yang melaksanakan perayaan Maulid Nabi SAW, akan diberi pahala. Demikian pula yang dilakukan oleh sebagian orang, adakalanya bertujuan meniru kalangan Nasrani yang memperingati kelahiran Isa AS, dan ada kalanya juga dilakukan sebagai ekspresi rasa cinta dan penghormatan kepada Nabi SAW. Allah SWT akan memberi pahala kepada mereka atas kecintaan mereka kepada Nabi mereka, bukan dosa atas bid’ah yang mereka lakukan.”(Manhaj al-Salaf fi Fahm al-Nushush Bain al-Nazhariyyah wa al-Tathbiq, hal 399).
Selama ini Ibnu Taimiyah dijadikan panutan bagi kelompok – kelompok yang mengingkari, bahkan mengatakan bahwa tradisi dan Amaliah – amaliah NU bid’ah.
D. Talqin Mayit
a. Pengertian
Arti talqin secara bahasa adalah Tafhim (memberikan pemahaman), memberi peringatan dengan mulut, mengajarkan sesuatu. Secara istilah talqin adalah mengajarkan kalimat tauhid terhadap orang – orang yang baru saja dikubur serta mengajarinya tentang pertanyaan – pertanyaan kubur.
b. Dalil dan Talqin
Hukum talqin menurut mayoritas ulama Syafi’iyah adalah sunnah. Di dasarkan pada sabdaNabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Nabi Umamah:
عَنْ أَبِي أَمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ اِذَا اِذَا مُتُّ فَاصْنَعُوْا بِي كَمَا اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنْ نَصْنَعَ بِمَوْتَانَا. اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ اِذَا مَاتَ اَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ فَسَوَّيْتُمُ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ فَلْيَقُمْ اَحَدٌ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ : يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلَا يُجِيْبُ ثُمَّ يَقُوْلُ يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْتَوْى قَاعِدًا. ثُمَّ يَقُوْلُ يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَقُوْلُ: أَرْشَدَنَا يَرْحَمُكَ اللهُ وَلَكِنْ لَاتَشْعُرُوْنَ فَلْ يَقُل اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَتَ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّااللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وُاِنَّكَ رَصَيْتَ بِااللهِ رَبًّا وَبِااْلاِسْلَامِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَبِااْلقُرْاَنِ اِمَامًا فَاِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيْرًا يَأْخُذُ كُلَ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ. وَيَقُوْلُ اِنْطَلِقْ بِنَا مَا يُقْعِدُنَا عِنْدَ مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتُهُ. فَقَالَ رَجُلٌ يَارَسُوْلَ اللهِ فَاِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمُّهُ؟ قَالَ يَنْسِبُهُ اِلَى أُمِّهِ حَوَّاءَ: بَا فُلَانُ بْنُ حَوَاءَ (رواه الطبرني في المعجم كبير،٧٩٧٩، ونقله الشيخ محمد بن عبد الوهاب في كتابه احكام تمني ٩ بدون اي تعليق).
“Dari Abi Umamah RA,beliau berkata, “Jika aku kelak telah meninggal dunia, maka perlakukanlah aku sebagaimana Rosulullah SAW memperlakukan orang – orang yang wafat diantara kita. Rosulullah SAW memerintahkan kita, seraya bersabda, “Ketika diantara kamu ada yang meninggal dunia, lalu kamu meratakan tanah diatas kuburannya, maka hendaklah salah satu diantara kamu berdiri pada
bagian kepala kuburan itu seraya berkata, “Wahai fulan bin fulanab”. Orang yang berada dalam kubur pasti mendengar apa yang kamu ucapkan, namun mereka tidak dapat menjawabnya. Kemudian (orang yang berdiri di kuburan) berkata lagi, “Wahai fulan bin fulanab”, ketika itu juga si mayyit bangkit dan duduk dalam kuburannya. Orang yang berada diatas kuburan itu berucap lagi, “Wahai fulan bin fulanab”, maka si mayyit berucap, “Berilah kami petunjuk, dan semoga Allah akan selalu memberi rahmat kepadamu. Namun kamu tidak merasakan (apa yang aku rasakan disini).” (Karena itu) hendaklah orang yang berdiri diatas kuburan itu berkata, “Ingatlah sewaktu engkau keluar kealam dunia, engkau telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad SAW adalah hamba serta Rosul Allah. (Kamu juga telah bersaksi) bahwa engkau akan selalu ridho menjadikan Allah sebagai Tuhanmu, Islam sebagai agamamu, Muhammad SAW sebagai Nabimu, dan al – Qur’an sebagai imam (penuntun jalan )mu. (Setelah dibacakan talqin ini ) malaikat Munkar dan Nakir saling berpegangan tangan sambil berkata, “Marilah kita kembali, apa gunanya kita duduk ( untuk bertanya) dimuka orang yang dibacakan talqin”. Abu Umamah kemudian berkata, “Setelah itu ada seorang laki – laki bertanya kepada Rosulullah SAW, “Wahai Rosulullah, bagaimana kalau kita tidak mengenal ibunya?” Rosulullah menjawab, “(Kalau seperti itu) dinisbatkan saja kepada ibu Hawa, “Wahai fulan bin Hawa.”(HR. al – Thabrani dalam al – Mu’jam al – Kabir :7979, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab juga mengutip hadits tersebut dalam kitabnya Ahkam Tamanni al – Mawt hal. 9 tanpa ada komentar).
Mayoritas ulama mengatakan bahwa hadits tentang talqin ini termasuk hadits dha’if, karena ada seorang perawinya yang tidak cukup syarat untuk meriwayatkan hadits. Namun dalam rangka fadha’il al – a’mal, hadits ini dapat digunakan. Sebagian ahli hadits mengatakan bahwa Hadits Abi Umamah ini Hasan Lighoirihi sebab sudah diperkuat dengan hadits lain yang senada sebagai syahid.
Hadits diatas juga sesuai dengan al – Qur’an surat Adariyat ayat 55:
وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرَ تَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِيْنَ (الذارريات:٥٥)
“Dan berilah peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang – orang yang beriman”.
Imam Nawawi dalam kitab al – Majmu’li an Nawawy juz 7, halaman 254 dan Imam Muslim dalam kitab Shahih Muslim juz 1, halaman 63, memberikan komentar tentang hadits Abi Umamah yaitu:
قُلْتُ: حَدِيْثُ اَبِي أُمَامَةَ رَوَاهُ أَبَو الْقَاسِمِ الطَّبْرَنِي فِي مُعْجَمِهِ بِاسْنَادِ ضَعِيْفٍ وَلَفْظُهُ: عَنْ سَعِيْدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الْاَزْدِى قَالَ: شَهِدْتُ أَبَا أُمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَهُوَ فِي نَزَعٍ فَقَالَ اِذَا مُتُّ فَاصْنَعُوْا بِي كَمَا أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: “اِذَا مَاتَ اَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ فَسَوَيْتُمُ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ فَالْيَقُمْ اَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ : يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلَا يُجِيْبُ.(الحديث) اِلَى اَنْ قَالَ اِتَّفَقَ عُلَمَاءُ اْلمُحَدِّثِيْنَ وَغَيْرُهُمْ عَلَى اْلمُسَامَحَةِ فِى اَحَادِيْثِ الْفَضَائِلِ وَالتَّرْغِيْبِ وَالتَّرْهِيْبِ وَقَدِ اعْتَضَدَ بِشَوَاهِدَ مِنَ اْلاَحَادِيْثِ كَحَدِيْثِ وَاسْئَلُوْا لَهُ التَّثْبِيْتَ وَوَصِيَّةُ عَمْرُو بْنُ اْلعَاصِ وَهُمَا صَحِيْحَانِ سَبَقَ بَيَانُهَا قَرِيْبًا.
Hadits Abu Umamah, riwayat abu Qasim at – Thabrani dalam kitab Mu’jam – nya dengan sanad dhaif, teksnya demikian : Dari Said ibnu Abdullah al – Azdi, ia mengatakan : Saya melihat Abu Umamah dalam keadaan naza’(sekarat), kemudian ia berpesan: Jika saya meninggal maka berbuatlah seperti yang teleh diperintahkan Rosulullah SAW. Rosul pernah bersabda : Jika ada yang meninggal diantara kalian, ratakanlah tanah kuburannya, dan hendaknya berdiri salah seorang dari kalian diarah kepalanya, lalu katakan: Hai fulan bin Fulan ……sesungguhnya ia (mayit) mendengar dan dapat menjawab (al – Hadits). Sampai kata – kata : para ulama pakar hadits sepakat dapat menerima hadits – hadits tentang keutamaan amal untuk menambah semangat beribadah. Dan telah dibantu bukti – bukti adanya hadits – hadits lain seperti hadits “Mintalah kalian kepada Allah kemampuan (menjawab pertanyaan Munkar da Nakir) dan “wasiat Amr bin ‘Ash” tentang memberi hiburan ketika ditanya malaikat di mana kedua hadits tersebut sahih seperti yang telah disinggung sebelumnya .
Dalam kitab Dalil al Falihin, juz 71, halaman 57 disebutkan :
وَفِي مَتْنِ الرَّوْض لِابْنِ اْلمُقْرِى مَا لَفْظَهُ: يُسْتَحَبُّ اَنْ يُلَقِّنَ اْلمَيِّتُ بَعْدَ الدَّفْنِ بِاْلمَأْثُوْرِ. قَالَ شَارِحُهُ شَيْخُ اْلاِسْلَامِ بَعْدَ اَنْ بَيَّنَ ذَلِكَ مَا لَفْظُهُ: قَالَ النَّوَاوِيُّ وَهُوَ ضَعِيْفٌ لَكِنْ اَحَادِيْثَ اْلفَضَائِلِ يَتَسَامَحُ فِيْهَا عِنْدَ اَهْلِ اْلعِلْمِ. وَقَدِ اعْتَضَدَ هَذَا الْحَدِيْثِ شَوَاهِدَ مِنَ اْلاَحَادِيْثَ الصَّحِيْحَةِ كَقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَسْأَلُ اللهَ التَّثْبِيْتَ. وَوَصِيُّ عَمْرُو بْنَ اْلعَاصِ السَّابِقِيْنَ. قَالَ بَعْضُهُمْ وَقَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ دَلِيْلٌ عَلَيْهِ لِاَنَّ الْحَقِيْقَةَ اْلَمِّيتِ مَنْ مَاتَ. وَاَِمَّا قَبْلَ اْلمَوْتِ وَهُوَ مَا جَرَى عَلَيْهِ كَمَا مَرَّ فَجَازَ. ثُمَّ قَالَ بَعْدَ كَلَامٍ. وَمُعْتَمَدُ مَذْهَبِ الشَّافِعِيَّةِ سُنَّةُ النَّلْقِيْنِ بَعْدَ الدَّفْنِ كَمَا نَقَلَهُ الْمُصَنِّفُ فِي اْلمَجْمُوْعِ عَن جَمَاعَاتٍ مِنَ اْلاَصْحَابِ. قَالَ وَمِمَّنْ نَصَّ عَلَى السْتِحْبَابِهِ اْلقِاضِى حُسَيْنُ وَمُتَوَالِى وَالشَّيْخُ نَصْرُ الْمُقَدَّسِ وَالرَّافِعِي وَغَيْرُهُمْ. وَنَقَلَ اْلقَاضِى حُسَيْنُ عَنْ اَصْحَابِنَا. مُطْلَقًا. وَقَالَ ابْنُ الصَّلاَحِ هُوَ اَّلَذِي نَخْتَارُهُ وَنَعْمَلُ بِهِ. وَقَالَ السَّخَاوِيْ وَقَدْ وَافَقَنَا الْمَالِكِيَّةِ عَلَى اسْتِحْبَابَِهِ اَيْضًا وَمِمَّنْ صَرَّحَ بِهِ مِنْهُمْ القَاضِى اَبُوْ بَكْرِ اْلغَزِى. قَالَ وَهُوَ فِعْلُ اَهْلِ اْلمَدِيْنَةِ وَالصَّالِحِيْنَ وَاْلاَخْيَارِ وَجَرَى بِهِ اْلعَمَلُ بِقُرْطُوْبَةِ وَاَمَّااْلحَنِيْفَةَ فَاخْتَلَفَ فِيْهِ مَشَايِخُكُمْ كَمَا فِى اْلمُحِيطِ وَكَذَا احْتَلَفَ فِيْهِ الْحَنَابِلَةُ.
Disunahkan mentaqlin mayit setelah dikubur berdasarkan hadis. Syaikhul Islam sebagai persyarahnya menjelaskan: Imam an – Nawawi berkata bahwa hadits tersebut dho’if, ia termasuk hadits Fadhail al-‘Amal yang di kalangan pakar ilmu hadits ditoleransikan bias digunakan. Hadits tersebut diperkuat oleh banyak hadis-hadis sahih yang lain, seperti: asal Allah at-tatsbit (mohonlah kepada Allah agar tetap di dalam keimanan ) dan wasiatnya kepada Amr bin Ash dari kalangan orang pertama yang masuk Islam. Sabda Rosulullah: Laqqinu mautakun la Illallah (Bacakan la ilaha Illallah kepada seorang mati diantara kalian). Menurut pendapat sebagiaan ulama, hadis ini merupakan dalil di bolehkannya talqin bagi seorang yang sudah mati karena hakekat “al – mayyit” sebagaimana tertera dalam hadis itu adalah seorang yang sudah mati. Sedangkan sebelum mati juga boleh dibacakan talqin seperti yang banyak dilakukan para ulama. Menurut madzhab Syai’i, kesunnahan talqin itu setelah dikuburkan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan pula dalam al-Majmu’ berdasarkan pendapat dari banyak ulama. Di antara yang menyatakan kesunnahannya itu adalah al-Qadhi Husain, al-Mutawalli, Syaikh Nashir al- Muqaddasi, Rafi’I, Ibnu Shalah dan Sakhawi. Pendapat kami tentang kesunnahan talqin tersebut sesuai dengan pendapat dari kalangan al-Maliki, seperti yang dinyatakan di antaranya al-Qadhi Abu Bakar Al- Azzi yang menyebutkannya sebagai amalan penduduk Madinah dan orang-oarang saleh serta yang banyak dilakukan oleh umat Islam di Spayol. Sedang di kalangan al-Hanafi, para tokoh mereka saling bersilang pendapat sebagaimana tertera dalam al-Mubith sebagaimana silang pendapat yang terjadi di kalangan ulama Hambali.
Dalil lain juga menerangkan dalam kitab Nihayat al-Muhtaj, Juz III,hal. 4:
وَيُسْتَحَبُّ تَلْقِيْنُ اْلمَيِّتِ اْلمُكَلَّفِ بَعْدَ تَمَامِ دَفْنِهِ لِخَبَرِ اَنَّ اْلعَبْدَ اِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَتَوَلَّى عَنْهُ اَصْحَابٌ اَنَّهُ يَسْمَعُ قَرْعُ نِعَالِهِمْ. فَاِذَانْصَرَفُوْا اَتَاهُ مَلَكَانِ-الحديث.
Disunnahkan mentalqin mayyit yang sudah mukallaf usai dikuburkan berdasarkan hadits: Seorang hamba ketika ia diletakan dikuburnya dan para pengirimnya pulang,ia mendengar suara alas kaki mereka. Kalau para pengantar sudah pulang semua, ia segera di datangi dua malaikat.
Dalm kitab al- Hawy li al – Fatawa li al – Hafizh as- suyuthy, Juz II, halaman 176 – 177: juga diterangkan.
وَعِبَارَةُ التَّتِمَّةِ اْلاَصْلُ فِى التَّلْقِيْنِ مَا رَوَى اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا دَفَنَ اِبْرَاهِيْمَ قَالَ:قُلْ “الله رَبِّي”- اِلَى اَنْ قَالَ –وَيَدُلُّ عَلَى صِحَّةِ مَا قُلْنَاهُ مَا رَوَى عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ لَمَّا دَفَنَ وَلَدَهُ اِبْرَاهِيْمَ وَقَفَ عَلَى قَبْرِهِ فَقَالَ: يَابُنَيَّ، اَلْقَلْبُ يَحْزُنُ وَاْلعَيْنُ تَدْمَعُ وَلَا نَقُوْلُ مَا يَسْحُطُ الرَّبُّ-اِنَّاللهِ وَاِنَّا اِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ-يَابُنَيَّ قُلْ الله رَبِّي وَاْلاِسْلَامُ دِيْنِي وَرَسُوْلُ اللهِ اَبِي فَبَكَتِ الصَّحَابَةُ وَبَكَى عُمَرُ بْنُ اْلخَطَّابِ بُكَاءً اِرْتَفَعَ لَهُ صَوْتَهُ.
Teks lengkap mengenai Talqin ini seperti yang diriwayatkan bahwa Rosulullah saat mengubur anaknya, Ibrahim, mengatakan: Katakanlah: Allah Tuhankn….sampai kata – kata: Hal itu menunjukan atas benarnya apa yang aku ucapkan, apa yang diriwayatakan dari Nabi, sesungguhnya saat dia menguburkan anaknya, Ibrahim, dia berdiri diatas kubur dan bersabda: Hai anakku, hati ini sedih, mata ini mencucurkan air mata, dan aku tidak akan berkata yang menjadikan Allah marah kepadaku. Hai anakku, katakana Allah itu Tuhanku, Islam agamaku, dan Rosulullah itu bapakku ! Para sahabat ikut menangis, bahkan Umar bin Khoththob menangis sampai mengeluarkan suara yang keras.
Dalam kitab Hasyiah Umairah bi Asfali Hasyiah Qalyuby Mahally, Juz I, halaman 353: Menegaskan tenteng kesunnahan Hukum mentalqin mayit.
يُسَنُّ اَيْضًا اَلتَّلْقِيْنُ-فَيُقَالُ لَهُ يَا عَبْدُ اللهِ ابْنِ اَمَةِ اللهِ اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّااللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَاَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ وَاَنَّ النَّارَ حَقٌّ وَاَنَّ الْبَعْثَ حَقٌّ وَاَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَارَيْبَ فِيْهَا وَاَنَّ اللهَ يُبْعَثُ مَنْ فِى اْلقُبُوْرِ وَاِنَّكَ رَضَيْتَ بِااللهِ رَبًّا وَبِالْاِسْلَامِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا وَبِااْلقُرْآنِ اِمَامًا وَبِاالْكَعْبِة قِبْلَةً وَبِااْلمُؤْمِنِيْنَ اِخْوَانًا-لِحَدِيْثٍ وَرَدَ فِيْهِ-فِى الرَّوْضَةِ الْحَدِيْثِ وَاِنْ كَانَ ضَعِيْفًا لَكِنَّهُ اعْتَضَدَ بِشَوَاهِدِهِ.
Talqin itu disunnahkan maka dikatakan kepadanya (mayitt): Hai hamba Alla, ingatlah engkau telah meninggal, bersaksilah tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, surga adalah haq (benar adanya), neraka adalah haq, dan kebangkitan di Hari Kiamat juga haq. Hari Kiamat pasti akan dating, tidak bias diragukan lagi, Allah akan membangkitkan kembali manusia dari kuburnya, dan hendaknya engkaun rela Allah sebagai Tuhan, Islam sebagain agama, Muhammad sebagi Nabi, al – Qur’an sebagi kitab suci, Ka’bah sebagi kiblat, dan kaum muslimin sebagai saudra. Hal ni berkenaan dengan danya hadits dalam masalah ini, dan dalam kitab ar – Raudhah ditambahkan: Hadits ini, meskipun dhaif, tapi lengkap panguat – penguatnya.
Dalam kitab I’anah al – Thalibin karya Sayid Abu Bakar Syatha al – Dimyati, juz ll hal 140 dijelaskan:
(قَوْلُهُ وَتَلْقِيْنُ بَالِغٍ) مَعْطُوْفٌ عَلَى اَنْ يُلَقِّنَ اَيْضًا اَيْ وَيُنْذَبُ تَلْقِيْنُ بَالِغٍ الخ. وَذَالِكَ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرَتَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِيْنَ (الذاريات:55) وَاَحْوَجَ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ اِلَى التَّذْكِيْرِ فِيْ هَذِهِ الْحَاَلِة.
“Yang dimaksud dengan membacakan talqin bagi orang yang baligh yaitu, disunnahkan men – talqin – kan orang yang sudah baligh (ukallaf). Hal itu berdasarkan firman Allah SWT: Dan tetaplah memberi perihgatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang – orang mukmin (al – Dzariyat : 55) dan yang paling diperlukan oleh seorang hamba untukl mendapat peringatan pada saat ini (setelah dikubur).”
Dalam kitab ‘I’anatul Thalibin juz ll hal 140 disebutkan :
(قَوْلُهُ وَتَلْقِيْنُ بَاِلغٍ) اَيْ وَيُنْذَبُ تَلْقِيْنُ بَالِغٍ الخ وَذَالِكَ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرَ تَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِيْنَ. وَاَحْوَجُ مَا يَكُوْنُ اْلعَبْدُ اِلَى التَّذْكِيْرِ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ (اعانة الطالبين قبيل باب الزكاة ٢/١٤٠)
Dan disunnahkan orang yang sudah baligh……demikian itu sesuai dengan firman Allah Swt :“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang – orang yang beriman”. (al – Dzariyat : 55). Dalam keadaan seperti ini lah seorang hamba sangat membutuhkan terhadap peringatan tersebut.
Dalam kitab Nihayatul Muhthaz juz lll hal 4 disebutkan :
وَيُسْتَحَبُّ تَلْقِيْنُ اْلمَيِّتِ اْلمُكَلَّفِ بَعْدَ تَمَامِ دَفْنِهِ لِخَبَرِ اَنَّ اْلعَبْدَ اِذَا وُضِعَ فِيْ قَْرِهِ وَتَوَلَّى عَنْهُ اَصْحَابٌ اَنَّهُ يَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ. فَاِذَانْصَرَفُوْا اَتَاهُ مَلَكَانِ. الحديث ( نهاية المحتاج ٣/٤).
Disunahkan mentalqini mayyit yang sudah mukallaf setelah selesai dikuburkan, berdasarkan hadits: “Sesungguhnya seorang hamba ketika sudah diletakkan dikuburnya dan para pengiringnya berpaling pulang, ia mendengar suara gema alas kaki mereka. Jika mereka sudah pergi semua, kemudian ia didatangi oleh dua malaikat ……Al Hadits”.
Dalam kanzu al – ‘Umal karya Syaih Ibnu Hisammudin Al Hindi Al Burhanfuri, jilid 15 hal 737 disebutkan sebagai berikut;
عَنْ سَعِيْدِاْلاُمَوِىِّ قَالَ: شَهِدْتُ اَبَا أُمَاَمةَ وَهُوَ فِى النِزَاعِ اِذَا اَنَا مُتُّ فَافْعَلُوْا بِيْ كَمَا اَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا مَاتَ اَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ فَسَوَيْتُمْ عَلَيْهِ التُّرَابُ فَلْيَقُمْ رَجُلٌ مِنْكُمْ عِنْدَ رَأْسِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْمَعُ وَلَكِنَّهُ لَايُجِيْبُ ثُمَّ لْيَقُلْ يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْتَوِى جَالِسًاثُمَّ لْيَقُلْ يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَقُوْلُ اَرْشَدَنَا رَحِمَكَ اللهُ ثُمَّ لْيَقُلْ اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَِنَّكَ رَضَيْتَ بِاللهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ نَِيًّا وَبِالْاِسْلَامِ دِيْنًا وَبِالْقُرْآنِ اِمَامًا فَاِنَّهُ اِذَا فَعَلَ ذَالِكَ أَخَذٌ مُنْكَرٌ وَنَكِيْرٌ اَحَدُهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ ثُمَّ يَقُوْلُ لَهُ اُخْرُجْ بِنَا مِنْ عِنْدِهَذَا مَا نَصْنَعُ بِهِ قَدْ لَقَّنَ حَجَّتَهُ فَيَكُوْنُ اللهُ حَجِيْجَهُ دُوْنَهُمَا. فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ فَاِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمُّهُ؟ قَالَ: اِنْسِبْهُ اِلَى حَوَاءَ.
“Diceritakan “dari Said al – Umawi, ia berkata: Saya menyaksikan Abu Umamah sedang naza’ (sakaratul maut). Lalu ia berkata kepadaku : Hai Said ! Jika aku mati, perlakukanlah olehmu kepada diriku sebagaimana yang diperintahkan oleh Rosulullah Saw kepada kita. Rosulullah SAW bersabda kepada kita : Jika diantara kamu meninggal dunia maka timbunlah kuburannya dengan tanah sampai rata. Dan hendaknya salah seorang diantara kamu berdiri disamping arah kepalanya, lalu ia berkata : Hai fulan bin Fulanah, sesungguhnya mayit itu mendengar, akan tetapi tidak dapat menjawab. Kemudian hendaklah ia brkata : Hai Fulan bib Fulanah, maka ia akan duduk tegap. Kamudian hendaklah ia berkata : Hai Fulan bin Fulanah, lalu ia berkata: Semoga Allah Swt . memberikan petunjuk kepda kita dan juga memberikan rahmat kepadamu. Kemudian hendaklah ia berkata: Ingatlah bahwa engkau telah keluar dari alam dunia ini:Dengan bersaksi bahwa tiada yang berhak disembah selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan Rosul – Nya, dan bahwasannya engkau rrela Allah sebagai Tuhanmu, Muhammad sebagai Nabimu, Islam sebagai agamamu, dan al – Qur’an sebagai imammu. Sesungguhnya jika seseorang mengerjakan itu maka malaikat munkar dan Nakir akan menyambut salah satunya dengan tangan sahabatnya yang kemudian ia berkata : Keluarlah bersama kami dari tempat ini. Kami tidak akan memperlakukan apa yang telah ia nyatakan. Maka Allah Swt akan memenuhi keperluannya tanpa kedua malaikat itu. Lalu seseorang bertanya kepeda Rosulullah SAW: Wahai Rosulullah, bagai mana jika saya tidak mengetahui ibunya? Rosulullah SAW menjawab : “Hendaklah kamu menasabkannya kepada (ibu) Hawa.”
Orang yang sudah meninggal dunia sebenarnya masih mendengar ucapan salam dan bias menerima doa orang lain. Rosulullah SAW selalu mengucapkan salam kepada ahli kubur pada saat ziaroh kubur atau melintasi kuburan. Demikian juga Rosulullah Saw pada saat putranya Ibrahim wafat mentalqinkannya dengan kalimat tauhid. Logikanya, seandainya talqin itu tidak berguna niscaya Rosulullah SAW tidak akan mengerjakannya. Kesimpulannya hukum mentalqinkan mayit yang sudah mukallaf hukumnya adalah sunnah.
Keterangan tentang kesunnahan talqin ini juga dapat dilihat dalam kitab sebagai berikut:
a. At – Tukhfah juz ll, hal 19
b. Al – Mughni juz lll, hal 207
c. Al – Majmu Syarah Muhadzab juz 7, hal 303
d. Al – Iqna’juz l, hal 183
e. Tassyikhil Mustafidin 142
f. Busro al Karim juz ll, hal 38
g. Nikhayah al – Zain 162
h. Al – Anwar juz l, hal 124
i. Fathul Barri juz l, hal 449
j. Irsyadus syari juz ll, hal 434
k. Matan al – Raodhoh
Kaitannya dengan firman Alla Swt:
وَمَا اَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَنْ فِى اْلقُبُوْرِ (فاطر : ٢٢ )
“Dan engkau (wahai Muhammad) sekali – kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar.” (QS. Fathir: 22).
Firman Allah diatas sering dijadikan untuk menolak hokum sunnah talqin namun dalam Tafsir al – Khazim diterangkan bahwa yang dimaksud denan kata Man Fi al – Qubur (orang yang berada didalam kubur) dalam ayat ini ialah orang –orang kafir yang diserupakan orang mati karena sama – sama tidak menerima dakwah. Kata mati tersebut adalah metaforis (bentuk majaz)dari hati mereka yang mati (tafsir al –Khazim, juz 7, hal 347).
Dengan demikian dapat dipahami bahwa orang yang beriman itu dalam kubur bias mendengar suara orang yang membimbimg talqin tersebut dengan kekuasaan Allah Swt. Hal ini dapat diperkokoh dengan kebiasaan Rosulullah SAW apabila berziarah kekuburan selalu menguicapkan salam. Seandainya ahli kubur tidak mendengar salam Rosulullah SAW, tentu Rosulullah SAW melakukan sesuatu yang sia – sia dan itu tidak mumgkin.Wallahu A’lam .
E. Sampainya Pahala, Doa dan Sodaqoh Kepada Orang Yang Sudah Meninggal
Menurut pendapat ahli sunnah pahala, doa dan sodaqoh bisa sampai kepada orang yang sudah meninggal dan dapat bermanfaat bagi mereka.
Kalangan Ahlusunnah berhujjah dengan beberapa firman Allah Swt dan beberapa hadits shohih diantaranya :
وَالَّذِيْنَ آمَنُوْا وَاتَّبَعْهُمْ ذُرِّيَّتَهُمْ بِاِيْمَانٍ اَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا اَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْئٍ كُلُّ إمْرِئٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنٌ (تاطور ٣١)
Dan orang – orang yang beriman dan anak cucu mereka mengikuti dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap – tiap manusia terpikat dengan apa yang dikerjakannya.
Allah juga berfirman :
أَبَائُكُمْ وَأَبْنَائُكُمْ لَاتَدْرُوْنَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا (النساء :١١)
Tentang orang tuamu dan anak –anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.
Dalam sebuah hadist shohih disebutkan:
عَنْ عَائِشَةَ اَنَّ رَجُلًا اَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ أُمِّيَ افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا وَلَمْ تُوْصِ وَاَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ اَفَلَهَا اَجْرٌ اِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ (رواه مسلم ،١٦٧٢)
“Dan ‘Aisyah RA, “Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, “Ibu saya meninggal secara mendadak dan tidak sempat berwasiat. Saya menduga seandainya ia dapat berwasiat, tentu ia akan bersedekah. Apakah ia akan mendapat pahala jika saya bersedekah atas namanya?” Nabi menjawab, “Ya”.” (HR.Muslim, :1672).
Dalam kitab Nail al Authar juz IV juga disebutkan sebuah hadits soheh yang berbunyi:
وَعَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ اِنَّ أَبِي مَاتَ وَلَمْ يُوْصِ أَيَنْفَعُهُ اِنْ اَتَصَدَّقُ عَنْهُ؟ قَالَ نَعَمْ، (رواه أحمد ومسلم والنساء وابن ماجه)
Dari Abu Hurairah, ia meriwayatkan: Ada laki-laki datang kepada Nabi lalu ia berkata: Ayahku telah meninggal dunia dan ia tidak berwasiat apa-apa. Apakah saya bias memberikan manfaat kepadanya jika saya bersedekah atas namanya? Nabi menjawab: Ya, dapat (HR. Ahmad, Muslim, Nasa’I, dan Ibnu Majah).
Hadits tersebut diatas menegaskan bahwa pahala shodakoh itu sampai kepada ahli kubur. Sementara di hadits shahih yang lain dijelaskan bahwa shodakoh tidak hanya berupa harta benda saja, tapi juga dapat berwujud bacaan dzikir seperti kalimat la illaha illallah,subhanallah,dan lain-lain sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih berikut ini:
عَنْ اَبِي دَرْأَنْ نَاسًا مِنْ اَصْحَابِ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوْا لِلنَّبِي ص.م يَارَسُوْلَ اللهِ ذَهَبَ اَهْلِ الدُّثُوْرِ بِالْاُجُوْرِ يُصَلُّوْنَ كَمَا تُصَلَّى وَيَصُوْمُوْنَ كَمَا تَصُوْمُ وَيَتَصَدَّقُوْنَ بِفُضُوْلِ اَمْوَالِهِمْ قَالَ اَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا تَصَدَّقُوْنَ اِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةٌ (رواه مسبلم،١٦٧٤)
“Dari Abu Dzarr RA,ada beberapa sahabat berkata kepada Nabi SAW,” Ya Rosulullah, orang-oarng yang kaya bisa (beruntung) mendapatkan banyak pahala. (Padahal) mereka shalat seperti kami shalat. Mereka berpuasa seperti kami berpuasa. Mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka. Nabi SAW menjawab, “ Bukankah Allah SWT telah menyediakan untukmu sesuatu yang dapat kamu sedekahkan? Sesungguhnya setiap satu tasbih (yang kamu baca) adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan setiap tahlil adalah sedekah.” (HR. Muslim :1674 ).
Dalam hadits lain disebutkan:
وَعَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ قَالَ: تَصَدَّقُوْا عَلَى اَنْفُسِكُمْ وَعَلَى اَمْوَاتِكُمْ وَلَوْ بِشُرْبَةِ مَاءٍ فَاِنْ لَمْ تَقْدِرُوْا عَلَى ذَالِكَ فَبِأَيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللهِ تَعَالَى فَاِنْ لَمْ تَعْلَمُوْا شَيْئًا مِنَ اْلقُرْآنِ فَادْعُوْا لَهُمْ بِالْمَغْفِرَةِ وَالرَّحْمَةِ فَاِنَّ اللهَ وَعَدَكُمُ اْلاِجَابَةِ.
Sabda Nabi: Bersedekahlah kalian untuk diri kalian dan orang-orang yang telah mati dari keluarga kalian walau hanya air setejuk. Jika kalian tak mmampu dengan itu, bersedekahlah dengan ayat-ayat suci al-Qur’an, berdoalah untuk mereka dengan memintakan ampunan dan rahmat. Sungguh, Allh telah berjanji akan mengabulkan doa kalian.
Adzarami dan Nasa’i juga meriwayatkan hadis tentang tahlil dari Ibnu ‘Abbas RA.
قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ اَعَانَ عَلَى مَيِّتٍ بِقِرَائَةٍ وَذِكْرٍ اِسْتَوْجَبَ اللهُ لَهُ الْجَنَّةَ. (رواه الدارمى والنساء عن ابن عباس.)
Rasululloh bersabda: Siapa menolong mayit dengan membacakan ayat-ayat al-Qur’an dan Zikir, Alloh akan memastikan surga baginya.(HR.ad-Darimy dan Nasa’i dari Ibnu Abbas).
Hadis diatas juga didukung oleh hadis Nabi yang diriwayatkan oleh ad-Daroqutni dari Anas bin Malik:
رَوَى اَبُوْ بَكْرٍ النَحَادِ فِىْ كِتَابِ السُّنَنِ عَنْ عَلِى بْنِ اَبِي طَالِبِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ مَرَّ بَيْنَ اْلمَقَابِرِ فَقَرَأَ قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ اِحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً ثُمَّ وَهَبَ اَجْرَهَا لِلْاَمْوَاتِ أُعْطِيَ مِنَ اْلاَجْرِ بِعَدَدِ اْلاَمْوَاتِ.
Diriwayatkan oleh Abu Bakar an-Najjad dalam kitab Sunan bersumber dari Ali bin Abi Thalib, ia mengatakan , Nabi bersabda: Siapa lewat diantara batu nisan, lalu membaca surat al-Ikhlas 11 kali dan menghadiahkan pahalanya untuk yang meninggal maka Alloh akan mengabulkannya.
Dalil-dalil inilah yang dijadikan dasar oelh para ulama tentang sampainya pahala bacaan al-Qur’an,tasbih, tahlil, shalawat yang dihadiahkan kepada orang yang meninggal dunia. Begitu pula dengan sedekah dan amal baik lainnya.
Bahkan Ibnu Taimiyah mengatakan dalam kitab Fatawa-nya, “sesuai dengan kesepakatan para Imam bahwa mayit dapat memperoleh manfaat dari semua ibadah, baik ibadah badaniyah seperti shalat, puasa, membaca al-Qur’an, ataupun ibadah maliyah seperti sedekah dan lain-lainnya. Hal yang sama juga berlaku bagi orang yang berdoa dan membaca istighfar untuk mayit.”(Hukm al-Syari’ah al-Islamiyah fi Ma’tam al_Arba’in,hal 36)
Mengutip dari kitab Syarh al-Kanz, Imam al-Syaukani juga mengatakan bahwa seseorang boleh menghadiahkan pahala perbuatan yang ia kerjakan kepada orang lain, baik berupa shalat, puasa, haji, shadaqah, bacaan al-Qur’an atau semua bentuk perbuatan baik lainya, dan perbuatan baik tersebut sampai kepada mayit dan memberi manfaat kepada mayit tersebut menurut ulama Ahlussunnah. (Nail al-Awthar, Juz IV, hal. 142)
Kaiatnnya dengan firman Alloh dalam Sura an-Najm ayat 39 yang sering dijadikan sebagai dalail bagi orang yang mengatakan bahwa do’a atau pahala yang tidak sampai kepada mayit yaitu:
وَاَنْ لَيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّا مَا سَعَى (النجم: ٣٩)
“Dan bahwa seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”(QS,an-Najm:39)
Berikut ini beberapa penafsiran para ulama ahli tafsir mengenai ayat di atas:
1. Syekh Sulaiman bin Umar Al-‘Ajili menjelaskan
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ هَذَا مَنْسُوْخُ الْحُكْمِ فِي هَذِهِ الشَّرِيْعَةِ أَيْ وَإِنَّمَا هُوَ فِي صُحُفِ مُوْسَى وَاِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِمَا السَّلاَمِ بِقَوْلِهِ “وَأَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِيَّتَهُمْ” فَأُدْخِلَ اْلأَبْنَاءُ فِي اْلجَنَّةِ بِصَلَاحِ اْللأَبَاءِ. وَقَالَ عِكْرِمَةُ إِنَّ
1. Tarawih, 20 rakaat
2. Do’a Kunut
3. Perayaan MAulid Nabi Muhammad SAW
4. Talqin Mayit
5. Sampainya Pahala, Do’a, dan Sadakah Kepada orang yang Sudah Meniggal
6. Peringatan 3, 7, 20, 40, 100 hari orang Meninggal
7. Haul
8. Ziarah Kubur
9. Tawasul
10. Tabaruk
11. Manakib
12. Tahlil
13. 2 adzan dalam Jum’ah
A. Tarawih, 20 raka’at
1. Pengertian
Shalat tarawih adalah shalat sunat dengan niat tertentu yang dikerjakan pada setiap malam Bulan Rahamadhan setelah shalat isya’. Hukum shalat tarawih adalah sunah ‘ainiyah Muakkadah baik bagi laki-laki amaupun perempuan yang mukallaf.
Dalam tradisi NU shalat tarawih 20 roka’at ini dikerjakan dengan dua roka’at salam, hal ini berdasarkan hadist Nabi tentang tata cara melaksanakan shalat malam. Nabi SAW bersabda :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. عَنْ صَلَاةِ الَّليْلِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى (رواه البخارى,٩٣٦ ومسلم, ١٢٣٩ والترمذى ١٠٤,
والنسائ,١٦٥٩,وابو داود,١١٣,وابن ماجه,١١٦٥)
Dari Ibnu Umar ” Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah tentang shalat malam. Mereka Nabi menjawab, “ Shalat malam itu ada dua rakaat-dua rakaat” (HR al-Bukhari : 936, Muslim : 1239, al-Tirmidzi : 401, al-Nasa’I :1650, Abu Dawud :1130 dan Ibnu Majah : 1165).
2. Dalil Tarawih 20 Raka’at
Di antara Dalil yang di gunakan Hujjah oleh orang NU dalam menjalankan tarawih 20 Raka’at yaitu :
Pertama Hadist Imam Malik dari Sohabat Yasid bin Rumman.
عَنْ مَالِكٍ عَنْ يَزِيْدَ بْنِ رُمَّانَ اَنَّهُ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَقُوْمُوْنَ فِىْ زَمَنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ بِثَلَاثِ وَعِشْرِيْنَ رَكْعَةً.( رواه الامام مالك فى الموطأ).
“Dari Malik, dari Yazid bin Rumman, ia mengatakan : Orang-orang mengerjakan (salat Tarawih) pada zaman Umar bin Khathbab sebanyak 23 rakaat”. (HR Imam Malik, dalam kitab al-Muwatha, Juz I hlm. 138)
Kedua Hadist riwayat al-Baihaqi dari sahabat saib bin Yazid dalam kitab Al-Hawy li Al Fatawa li As Suyuthy, Juz I hlm. 350, juga kitab fath al-wahhab Juz I, hlm. 58.
وَمَذْهَبُنَا اَنَّ التَّرَاوِيْحَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً لِمَا رَوَى اْلبَيْهَقِيُّ وَغَيْرُهُ باِلْاِسْنَادِ الصَّحِيْحِ عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدَ الصَّحَابِيِّ رَضِيَ للهُ عَنْهُ قَالَ: كُنَّا نَقُوْمُ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَاْلوِتْرِ _ هَكَذَا ذَكَرَهُ اْلمُصَنِّفِ وَاسْتُدِلَّ بِهِ.
Madzbab kita (Syafi’iyah) menyatakan : salat Taawih itu dijalankan 20 rakaat. Ini berdasarkan pada hadist nabi yang diriwayatkan Imam Baihaqi dengan sanad shabih, dari Saib bin Yasid, ia mengatakan : kita mengerjakan salat Tarawih pada masa Umar bin Khathhab dengan 20 akaat ditambah Witir.
Ketiga, pendapat Jumhur fiqih yang terdapat dalam kitab fiqih as-Sunah, Juz II. Hlm. 45
وَصَحَّ النَّاسُ كَانُوْا يُصَلُّوْنَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيِّ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً. وَهُوَ رَأْىُ الْجُمْهُوْرِ الْفُقَهَاءِ.
Betul bahwa kaum muslimin mengerjakan salat pada zaman Umar, Utsman, dan Ali sebanyak 20 rakaat, dan ini pendapat sebagian mayoritas pakar-pakar hokum Islam.
Dalil keempat, dalam kitab Taudbib al-Adillah, Juz III, hlm. 171.
عَنْ اِبْنِ عَبَسَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى فِىْ شَهْرِ رَمَضَانَ فِىْ غَيْرِ جَمَاعَةٍ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَاْلوِتْرِ.رواه البيهقى والطبرنى عن عبد بن حمد.
Ibnu Abbas mengatakan : Rasul salat di bulan Ramadhan sendirian sebanyak 20 rakaat ditambah Witir (HR Baihaqi dan Thabrani, dari Abd bin Humaid)
Dalil kelima, dalam kitab Hamisy Muhibbah, Jus II, hlm. 446-467.
وَفِىْ تَخْرِيْجِ أَحَادِيْثَ الرَّافِعِيْ لِلْاِمَامِ اْلحَاِفظْ اِبْنِ حَجَرَ مَا نَصَّهُ حَدِيْثُ اَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّ بِالنَّاسِ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً لَيْلَتَيْنِ فَلَمَّا كَانَ فِىْ لَيْلَةِ الثَّالِثَةِ اجْتَمَعَ النَّاسُ فَلَمَّا يَخْرُجَ اِلَيْهِمْ ثُمَّ قَالَ مِنَ الْغَدِّ خَشِيْتُ اَنْ تَفْرُضَ عَلَيْكُمْ فَلَا تُتِيْقُوْنَهَا. متفق على صحته من حديث عائسة رضي الله عنها دون عدد الركعات.
Ada komentarnya ImamRafi’I untuk hadist riwayat Imam Ibnu hajar tentang teks hadist Rasul salat bersama kaum muslimin sebanyak 20 rakaat di malam Ramadhan. Ketika tiba di malam ketiga, orang-orang berkumpul, namun Rasulullah tidak keluar. Kemudian, paginya dia bersabda, Aku takut Tarawih diwajibkan atas kalian, dan kalian tidak mampu melaksanakannya. Hadist ini disepakati kesabibannya, tanpa mengesampingkan hadist yang diriwayatkan Aisyah yang tidak menyebut rakaatnya. Sedangkan salat Tarawih berjama’ah hukumnya sunat ainiyah, memurut ulama khanafiyah hukumnya sunat kifayah. Dalil ini bedasarkan hadist Abu Durahman bin Abdul Qari dalam kitab shaih al-Buhkari.
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ الْقَارِيِّ اَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَيْلَةٌ فِىْ رَمَضَانَ اِلَى اْلمَسْجِدِ فَاِذَا النَّاسُ اَوْزَاعٌ مُتَفَرَّقُوْنَ يُصَلِّ الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّ الرَّجُلُ فَيُصَلِّ بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ اِنِّي اَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ اَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيَّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خّرَجَتْ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّوْنَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرَ نِعْمَ البِدْعَةُ هَذِهِ. (رواه البخاري, ١٨١٧)
“Diriwayatkan dari Abdurrohman bin Abd al-Qori, beliau berkata, “Saya keluar bersama Sayyidina Umar bin al-Khabtbab ke masjid pada bulan Ramadhan. (Didapati dalam mesjid tersebut) orang-orang shalat tarawih sendiri-sendiri. Ada yang shalat sendiri-sendiri dan ada yang shalat dengan berjama’ah ”. Lalu Sayyidina Umar berkata, “Saya punya pendapat andaikata mereka aku kumpulkan dalam jama’ah dengan satu imam, niscaya itu lebih bagus”. Lalu beliau mengumpulkan mereka dengan seorang imam, yakni sahabat Ubay bin Ka’ab. Kemudian satu malam berikutnya, kami dating lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan satu imam. Umar berkata, “ Sebaik-baiknya bid’ab adalah ini. (Shalat tarawih dengan berjama’ah)”. (HR al-Bukhari :1871).
Dalam tradisi NU, di dalam melaksanakan shalat tarawih berjama’ah biasanya bilal membacaصاوا سنة ا لر ا و ى yang dibaca pada waktu akan melakukan jama’ah shalat tarawih. Hal ini berdasarkan dalil dalam kitab Al-Qolyubi Juz, I hlm. 125.
(وَيُقَالُ فِى اْلعِيْدِ وَنَحْوِهِ) مِمَّا تُشْرَعُ فِيْهِ الْجَمَاعَةُ كَاالْكُسُوْفِ وَالْاِسْتِسْقَاءِ وَالتَّرَاوِيْحِ (اَلصَّلَاةُ جَامِعَةً) لِوُرُوْدِ فِيْ حَدِيْثِ الشَّيْخَيْنِ فِى اْلكُسُوْفِ وَيُقَاسُ بِهِ وَنَحْوِهِ (اَلصَّلَاةُ جَامِعَةً) وَمِثْلُهُ “هَلُمُّوْا اِلَى الصَّلَاةِ اَوِالْفَلَاحِ اَوِالصَّلَاةِ يَرْحَمُكُمُ اللهُ وَنَحْوُ ذَلِكَ.ھ
“Di dalam shalat ied dan shalat-shalat yang disyariatkan dilaksanakan secara berjama’ah (seperti shalat khusuf, shalat istisqo dan shalat tarawih )di sunahkan membaca الصلاة جامعة dan bacaan semisalnya seperti هلموا الى الصلاة atau هلموا الى الفلاح يرحمكم الله dan lain sebagainya. Hal ini berdasarkan hadist Bukhari Muslim tentang shalat kusuf, adapun yang lainnya di kias-kiaskan”.
Kaitannya dengan hadist Riwayat Al Bukhari yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيْدُ فِى رَمَضَانَ وَلَافِى غَيْرِهِ عَلَى اِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً (رواه البخارى,١٠٧٩)
“Dari Sayyidatuna Aisyah-Radbiyallohu’anba, ia berkata ,”Rosululloh …… tidak pernah menambah shalat malam pada bulan Ramadhan atau bulan lain melebihi sebelas rekaat”.(HR. al-Bukhari,1079)
Hadist diatas sering dijadikan dalil shalat tarawih 11 rakaat. Namun menurut keterangan dalam Kitab Tuhfah al-Muhtaj, Juz 11, hal 229 yang mengutip pendapat Ibnu Hajar A-Haitami(seorang Ulama ahlussunah) meengatakan bahwa hadist tersebut bukanlah dalil salah tarawih 11 rakaat melainkan dalil shalat witir. Sebab berdasarkan kebanyakan riwayat disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW melaksanakan shalat witir dan bilangan maksimalnya adalah sebelas rakaat.
Dalam Kitab Kasyfu At-tabarih dikatakan
وَلمَاَّ كَانَتْ تِلْكَ اْلَاحَادِيْثُ مُتَعَارِضَةٌ وَمُحْتَلِمَةٌ لِلتَّأْوِيْلِ لَمْ تَقُمْ بِهَا الْحُجَّةُ فِى اِثْبَاتِ رَكَعَاتِ التَّرَاوِيْحِ لِتَسَاقُطِهَا فَعَدَّ لْنَا عَنِ اسْتِدْلَالِ بِهَا اِلَى الدَّلِيْلِ اْلقَاطِعِ وَهُوَ اْلاِجْمَاعُ وَهُوَ اِجْمَاعُ اْلمُسْلِمِيْنَ فِى زَمَنِ عُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَلَى فِعْلِهَا عِشْرِيْنَ رَكْعَةً رَوَاهُ الْبَيْهَقِى بِااسْنَادِ الصَّحِيْحِ عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كَانُوْا يَقُوْمُوْنَ عَلَى عَهْدِ عُمَرُ بْنِ اْلخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً اھ كشف التاريح ص ١٣
“Karena dalil-dalil tentang bilangan shalat rakaat shalat tarawih saling berlawanan dan memungkinkan adanya ta’wil maka tidak memungkinkan untuk dijadikan hijjah dalam menetapkan rakaat shalatbtarawih karena dalil-dalil tersebut saling menjatuhkan maka dari itu kami tidak mengambil dalildarihadist-hadist tersebut melainkan menggunakan dalil yang Qot’I yaitu ijma’ kebanyakan orang islam ( dilaman Sayyidina Umar RA ) yang melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat berdasarkan hadist riwayat Baihaqi dari sahabat As-saib bin Yazid RA dengan isnad yang shahih, saib mengatakan : Mereka (orang-orang muslim) mengerjakan shalat tarawih 20 rakaat pada bulan Ramadan di zaman Khalifah Umar RA”
Lebih lanjut dalam kitab Kasyfu at-tabarih dikatakan.
وَاِذَا كَانَ اْلاَمْرُ كَذَلِكَ عَلِمْنَا اَنَّ اللَّذِيْنَ صَلُّوْا التَّرَاوِيْحَ الْيَوْمَ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ مُخَلِّفُوْنَ لِلْاِجْمَاعِ اِنْ كَانَ فِى اَمْرٍ مَعْلُوْمٍ مِنَ الدِّيْنِ بِاالضَّرُوْرَةِ فَهُوَ كَافِرٌ وَاِلَّا فَهُوَ فَاسِقٌ وَهُمْ مُخَالِفُوْا أَيْضًا لِسُنَّةِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ وَمَنْ خَالَفَ سُنَّةَ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ فَقَدْ خَالَفَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ غَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِاَنَّهُ قَالَ فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ خُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اْلمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِيْ (رواه ابو داود والترميذ اھ كشف التاريح ص ١٤)
“Dan jika perfmasalahannya seperti itu (dalil yang Qot’I adalah dalil ijma yang membenarkan bilangan rakaat tarawih 20 rakaat) maka dapat kita ketaahui bahwa mereka yang melaksanakan shalat tarawih 8 rakaat adalah bertentangan dengan ijma dan orang yang menngingkari ijma tentang permasalahan yang sudah pasti dalam agama adalah kafir atau fasik dan merfeka juga berftentangan dengan sunah khulafaur Rosyiidin dan orang yang bertentangan dengan khulafaur Roysidin Juga bertentangan dengan Nabi SAW, karena ia boleh bersabda “ Berpegang teguhlah kamu sekalian dengan sunatku dan dengan sunat Khulafaur Rosyidin yang memberi petunjuk sesudahku (HR. Abu Daud dan At-tirmidi)
B. Do’a Qunut
1. Pengertian Qunut
Secara bahasa Qunut artinya Do’a. Secara istilah Qunut dibagi dua,
yaitu :
1. Qunut Nazilah yaitu : Qunut yang dibaca dalam shalat fardu ketika umat islam menghadapi bahaya, wabah penyakit, bencana atau tantangan dari orang kafir.
2. Qunut subuh atau Qunut witir yaitu : qunut yang dikerjakan pada saat i’tidal rakaat ke-2 dalam shalat subuh atau witir
2. Dalil-dalil Qunut
Hukum Qunut adalah sunat, diantara sahabat yang mensunahkan diantanya Abu Bakar As-Sidik, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Ibnu Abbas dan Barra Bin Aziz. Dalil yang dijadikan pedoman untuk mensunahkan qunut adalah hadist Nabi Muhammad SAW :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكِ قَالَ مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِى اْلفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا (رواه أحمد)
Diriwayatkan dari Anas bin Malik R.A “Beliau berkata, “Rasululloh senantiasa membaca qunut ketika shalat subuh sehingga beliau wafat.” (HR. Ahmad).
Pakar hadis Muhammad bin Alan as-Sidiqi dalam kitabnya Al-Futuhat Ar-Rabbaniyah mengatakan bahwa hadis ini yang benar dan diriwayatkan serta disahihkan oleh golongan pakar yang banyak yang banyak hadist.
Sedangkan do`a qunut yang diajarkan langsung oleh Nabi SAW adalah sebagai berikut :
اَلَّلهُمَّ اهْدِنَا فِيْمَنْ هَدَيْتَ,وَعَافِنَا فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنّا فِيْمَنْ تَوَلَّيَتَ، وَبَارِكْ لِي فِيْمَا اَعْطَيْتَ، وَقِنَا شَرَّ مَا قَضَيْتَ، فَاِنَّكَ تَقْضِى وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، وَاِنَّهُ لَايَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلَايَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ اْلحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، نَسْتَغْفِرُكَ وَنَتُوْبُ اِلَيْكَ. (رواه النسائ ١٧٢٥،وأبو داود ١٢١٤،والترميذى ٤٢٦،وأحمد ١٦٢٥،والدارمي ١٥٤٥بسند الصحيح)
“Ya Allah, berikanlah kami petunjuk seperti orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk, Berilah kami perlindungan seperti orang-orang yang telah Engkau beri perlindungan. Berilah kami pertolongan sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri pertolongan. Berilah berkah pada segala yang telah Engkau berikan kepada kami. Jauhkanlah kami dari segala kejahatan yang telah Engkau pastikan. Sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang Maha menentukan dan Engkau tidak dapat ditentukan. Tidak akan hina orang yang Engkau lindungi. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Engkau Maha Suci dan Maha luhur. Segala puji bagi-Mu dan atas segala yang Engkau pastikan. Kami memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.” (HR. An-Nasa’I :1725, Abu Dawud :1214, Al-Tirmidzi :426, Ahamad :1625 dan Al-Darimi :1545 dengan Sanad yang Shahih)
Dalil kedua disebutkan dalam kitab fiqh as-Sunah Juz II halaman 38-39 :
وَمَذْهَبُنَا الشَّافِعِيُّ: اِنَّ الْقُنُوْتَ فِى صَلَاةِ الصُّبْحِ بَعْدَ الرُّكُوْعِ مِنَ الرُّكُوْعِ الثَّانِيَّةِ سُنَّةٌ لِمَا رَوَاهُ الْجَمَاعَةُ الِاَّ التِّرْمِيْذِى عَنِ ابْنِ سِيْرِيْنَ اَنَّ أَنَسَ بْنِ مَالِكِ سُئِلَ هَلْ قَنَتَ النَّبِيُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ِفى صَلَاةِ الصُّبْحِ؟ فَقَالَ: نَعَمْ. فَقِيْلَ لَهُ قَبْلَ الرُّكُوْعِ اَوْ بَعْدَهُ؟ قَالَ: بَعْدَ الرُّكُوْعِ.
Ulama As-Syafi’iyah mengatakan: Kedudukan qunut pada shalat subuh persisnya ketika bangkit dari rakaat kedua, hukumnya sunah karena ada hdist yang diriwayatkan ahli hadis kecuali at-Tirmidzi. Hadis itu diriwayatkan dari ibnu Sirin, Anas bin Malik pernah ditanya: Apakah Nabi menjalankan qunut pada shalat subuh? Jawab anas: Ya! Kemudian ditanya lagi: letaknya dimana sebelum atau sesudah ruku’? Jawabnya: Sesudah ruku’ (fiqh As-Sunah,Juz 11,hlm.38-39)
Dalil ketiga sebagaimana disebutkan dalam kitab Hamizsy Qalyubi Mahalli Juz I halaman 57
وَيُسَنُّ الْقُنُوْتُ فِي اعْتِدَالٍ ثَانِيَةِ الصُّبْحِ- اِلَى اَنْ قَالَ- لِلاتِّبَاعِ رَوَاهُ الْحَاكِمُ فِى اْلمُسْتَدْرَكِ عَنْ اَبِىْ هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ فِى صَلَاةِ الصُّبْحِ فِى الرَّكْعَةِ الثَّانِيَّةِ رَفَعَ يَدَيْهِ وَيَدْعُ بِهَذَا الدُّعَاءِ “اَللَّهُمَّ اهْدِنِيْ …. اِلَى اَخِرِ مَا تَقَدَّمَ- لَكِنْ لَمْ يَذْكُرْ رَبَّنَا. وقال صحيح.
Qunut itu disunahkan letaknya ketika I’tidal, reka’at kedua shalat subuh, Keterangan tersebut sampai: …….. karena mengikuti Nabi. Hadis diriwayatkan Hakim dalam kitab Mustadrak dari Abu Hurairah: Rosululloh mengangkat kepalanya dari ruku’ pada shalat subuh pada reka’at kedua, dia mengangkat tangannya kemudian berdo’a: Allohumma ihdini fi-man hadait ……… Rosululloh tidak memakai kata-kata robbana …. Hadis ini shahih.
Ketiga, dalam Nail al-Authar, Juz II hlm:387:
فَاِنَّهُ اِنَّمَا سَأَلَ اَنَسًا عَنْ قُنُوْتِ اْلفَجْرِ فَأَجَابَهُ عَمَّا سَأَلَهُ عَنْهُ وَبِأَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاَلِهِ وَسَلِّمْ كَانَ يُطِيْلُ صَلَاةِ اْلفَجْرِ دُوْنَ السَّائِرِ الصَّلَوَاتِ. قَالَ وَمَعْلُوْمٌ اِنَّهُ كَانَ يَدْعُوْ رَبَّهُ وَيُثَنَّى عَلَيْهِ وَيُمَجِّدُهُ فِى هَذَا اْلاِعْتِدَالِ. وَهَذَا قُنُوْتٌ مِنْهُ بِلَارَيْبٍ فَنَحْنُ لَانَشُكُّ وَلَا نَرْتَابُ اِنَّهُ لَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ فِى اْلفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا.
Ketika ditanya sahabat tentang qunut fajar, Anas menjawab: Rasululoh (ketika qunut), ia memanjangka shalat fajar (Subuh) tidak seperti shalat lainnya. Panjang, karena ia membaca do’a, memuji Alloh, mengagungkan-Nya dalam I’tidal ini. Inilah yang dikatakan qunut, tidak diragukan lagi. Kita tidak perlu syak (bimbang) dan ragu lagi bahwa Nabi membaca qunut dalam shalat subuh sampai meninggal!.
C. Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW
a. Pengerian
Secara bahasa maulud adalah waktu kelahiran. Secara istilah diartikan sebagai: Perayaan sebagai rasa syukur dan gembira atas kelahiran Rasul SAW yang biasanya dilakukan pada bulan rabi’ul awal atau Mulud (Jawa).
b. Dalil-dalil perayaan Maulid Nabi SAW
Walaupun dalam kenyataannya tata cara perayaan Maulid Nabi SAW berbeda-beda, Namun esensi dari peringatan Maulid Itu sama yaitu Marasa gembira dan bersyukur atas kelhiran Rasululloh SAW yang mana kelahiran Rasululloh SAW adalah sebuah anugerah Alloh kepada kita yang harus disyukuri, sebagaimana firman Alloh SWT:
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَالِكَ فَلْيَفْرَحُوْا(يونس:١٥٨)
“Katakanlah (Muhammad), sebab anugerah dan rahmat Alloh (kepada kalian), maka bergembiralah mereka.”(QS.Yunus:58)
Dalam sebuah hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim dikatakan bahwa Rasululloh SAW mensyukuri hari kelahirannya dengan berpuasa. Dalam sebuah hadis diriwayatkan:
عَنْ أَبِي قَتَادَتَ اْلاَنْصَارِيِّ اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْاِثْنَيْنِ فَقَالَ فِيْهِ ولُدِتْ ُوَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ(رواه مسلم، ١٩٧٧)
“Diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari RA bahwa Rasululloh pernah ditanya tentang puasa senin, maka beliau menjawab:” Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.”(HR.Muslim:1977)
.
Dalil Kedua,
وَقَالَ اْلاُسْتَاذُ اْلاِمَامُ الْحَافِظُ اْلمُسْنَدُ الذُّكْتُوْرُ اْلحَبِيْبُ عَبْدُ اللهِ بْنِ عَبْدِ اْلقَادِرِ بَافَقِيْهِ بِأَنَّ قَوْلَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَظَمَ مَوْلِدِيْ كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ اْلِقيَامَةِ مَارَوَاهَ ابْنُ عَسَاكِرَ فِى التَّاريْخِ فِى الْجُزْءِ اْلاَوَّلِ صَحِيْفَةُ سِتَّيْنِ وَقَالَ الذَّهَبِى صَحِيْحٌ اِسْنَادُهُ.
Ustadz Imam al-Hafidz al-Musnid DR. Habib Abdullah Bafaqih mengatakan bahwa hadis “man ‘azhzhama maulidy kuntu syafingan lahu yaum al-qiyamati” seperti diriwayatkan Ibnu Asakir dalam Kitab Tarikh, juz 1,hlm 60, menurut Imam Dzaraby sahih sanadnya.
Dalil ketiga dalam kitab Madarij As-shu’ud Syarah al-Barzanji, hlm 15:
قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَظَمَ مَوْلِدِيْ كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ.
Rosululloh bersabda:Siapa menhormati hari lahirku, tentu aku akan memberikan syafa’at kepadanya dihari Kiamat.
Dalil keeempat dalam Madarif as-Shu’ud, hlm.16
وَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مَنْ عَظَمَ مَوْلِدِ النَّبِي صَلًّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ اَحْيَا الْاِسْلَامَ.
Umar mengatakan: siapa menghormati hari lahir Rosululloh sama artinya menghidupkan Islam.
Sekitar lima abad yang lalu Imam Jalaluddin al-Shuyuthi (849-910 H/1445-1505 M) pernah menjawb polemik tentang perayaan Maulid Nabi SAW. Di dalam al-Hawi li al-Fatawi beliau menjelaskan:
“Ada sebuah pertanyaan tentang perayaan Maulid Nabi Saw pada bulan Rabi’ul Awal, bagaimana hukumnya menurut syara’. Apakah terpuji ataukah tercela? Dan apakah orang yang melakukannya diberi pahala ataukah tidak? Beliau menjawab, “Jawabannya menurut saya bahwa semula perayaan Maulid Nabi Saw,yaitu manusia berkumpul, membaca al- Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan kehidupannya. Kemudian menghidangkan makanan yang dinikmati bersama, setalah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan,tidak lebih. Semua itu termasuk Bid’ah hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan darejat Nabi SAW, manampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang mulia.”(Al-Hawi li al-Fatawi,juz1,hal.251-252).
Bahkan hal ini juga diakui oleh Ibnu Taimiyyah, sebagaimana dikutip oleh Sayyid Muhammad bin Alawi al – Maliki:
“Ibnu Taimiyyah berkata,”Orang-orang yang melaksanakan perayaan Maulid Nabi SAW, akan diberi pahala. Demikian pula yang dilakukan oleh sebagian orang, adakalanya bertujuan meniru kalangan Nasrani yang memperingati kelahiran Isa AS, dan ada kalanya juga dilakukan sebagai ekspresi rasa cinta dan penghormatan kepada Nabi SAW. Allah SWT akan memberi pahala kepada mereka atas kecintaan mereka kepada Nabi mereka, bukan dosa atas bid’ah yang mereka lakukan.”(Manhaj al-Salaf fi Fahm al-Nushush Bain al-Nazhariyyah wa al-Tathbiq, hal 399).
Selama ini Ibnu Taimiyah dijadikan panutan bagi kelompok – kelompok yang mengingkari, bahkan mengatakan bahwa tradisi dan Amaliah – amaliah NU bid’ah.
D. Talqin Mayit
a. Pengertian
Arti talqin secara bahasa adalah Tafhim (memberikan pemahaman), memberi peringatan dengan mulut, mengajarkan sesuatu. Secara istilah talqin adalah mengajarkan kalimat tauhid terhadap orang – orang yang baru saja dikubur serta mengajarinya tentang pertanyaan – pertanyaan kubur.
b. Dalil dan Talqin
Hukum talqin menurut mayoritas ulama Syafi’iyah adalah sunnah. Di dasarkan pada sabdaNabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Nabi Umamah:
عَنْ أَبِي أَمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ اِذَا اِذَا مُتُّ فَاصْنَعُوْا بِي كَمَا اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنْ نَصْنَعَ بِمَوْتَانَا. اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ اِذَا مَاتَ اَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ فَسَوَّيْتُمُ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ فَلْيَقُمْ اَحَدٌ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ : يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلَا يُجِيْبُ ثُمَّ يَقُوْلُ يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْتَوْى قَاعِدًا. ثُمَّ يَقُوْلُ يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَقُوْلُ: أَرْشَدَنَا يَرْحَمُكَ اللهُ وَلَكِنْ لَاتَشْعُرُوْنَ فَلْ يَقُل اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَتَ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّااللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وُاِنَّكَ رَصَيْتَ بِااللهِ رَبًّا وَبِااْلاِسْلَامِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَبِااْلقُرْاَنِ اِمَامًا فَاِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيْرًا يَأْخُذُ كُلَ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ. وَيَقُوْلُ اِنْطَلِقْ بِنَا مَا يُقْعِدُنَا عِنْدَ مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتُهُ. فَقَالَ رَجُلٌ يَارَسُوْلَ اللهِ فَاِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمُّهُ؟ قَالَ يَنْسِبُهُ اِلَى أُمِّهِ حَوَّاءَ: بَا فُلَانُ بْنُ حَوَاءَ (رواه الطبرني في المعجم كبير،٧٩٧٩، ونقله الشيخ محمد بن عبد الوهاب في كتابه احكام تمني ٩ بدون اي تعليق).
“Dari Abi Umamah RA,beliau berkata, “Jika aku kelak telah meninggal dunia, maka perlakukanlah aku sebagaimana Rosulullah SAW memperlakukan orang – orang yang wafat diantara kita. Rosulullah SAW memerintahkan kita, seraya bersabda, “Ketika diantara kamu ada yang meninggal dunia, lalu kamu meratakan tanah diatas kuburannya, maka hendaklah salah satu diantara kamu berdiri pada
bagian kepala kuburan itu seraya berkata, “Wahai fulan bin fulanab”. Orang yang berada dalam kubur pasti mendengar apa yang kamu ucapkan, namun mereka tidak dapat menjawabnya. Kemudian (orang yang berdiri di kuburan) berkata lagi, “Wahai fulan bin fulanab”, ketika itu juga si mayyit bangkit dan duduk dalam kuburannya. Orang yang berada diatas kuburan itu berucap lagi, “Wahai fulan bin fulanab”, maka si mayyit berucap, “Berilah kami petunjuk, dan semoga Allah akan selalu memberi rahmat kepadamu. Namun kamu tidak merasakan (apa yang aku rasakan disini).” (Karena itu) hendaklah orang yang berdiri diatas kuburan itu berkata, “Ingatlah sewaktu engkau keluar kealam dunia, engkau telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad SAW adalah hamba serta Rosul Allah. (Kamu juga telah bersaksi) bahwa engkau akan selalu ridho menjadikan Allah sebagai Tuhanmu, Islam sebagai agamamu, Muhammad SAW sebagai Nabimu, dan al – Qur’an sebagai imam (penuntun jalan )mu. (Setelah dibacakan talqin ini ) malaikat Munkar dan Nakir saling berpegangan tangan sambil berkata, “Marilah kita kembali, apa gunanya kita duduk ( untuk bertanya) dimuka orang yang dibacakan talqin”. Abu Umamah kemudian berkata, “Setelah itu ada seorang laki – laki bertanya kepada Rosulullah SAW, “Wahai Rosulullah, bagaimana kalau kita tidak mengenal ibunya?” Rosulullah menjawab, “(Kalau seperti itu) dinisbatkan saja kepada ibu Hawa, “Wahai fulan bin Hawa.”(HR. al – Thabrani dalam al – Mu’jam al – Kabir :7979, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab juga mengutip hadits tersebut dalam kitabnya Ahkam Tamanni al – Mawt hal. 9 tanpa ada komentar).
Mayoritas ulama mengatakan bahwa hadits tentang talqin ini termasuk hadits dha’if, karena ada seorang perawinya yang tidak cukup syarat untuk meriwayatkan hadits. Namun dalam rangka fadha’il al – a’mal, hadits ini dapat digunakan. Sebagian ahli hadits mengatakan bahwa Hadits Abi Umamah ini Hasan Lighoirihi sebab sudah diperkuat dengan hadits lain yang senada sebagai syahid.
Hadits diatas juga sesuai dengan al – Qur’an surat Adariyat ayat 55:
وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرَ تَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِيْنَ (الذارريات:٥٥)
“Dan berilah peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang – orang yang beriman”.
Imam Nawawi dalam kitab al – Majmu’li an Nawawy juz 7, halaman 254 dan Imam Muslim dalam kitab Shahih Muslim juz 1, halaman 63, memberikan komentar tentang hadits Abi Umamah yaitu:
قُلْتُ: حَدِيْثُ اَبِي أُمَامَةَ رَوَاهُ أَبَو الْقَاسِمِ الطَّبْرَنِي فِي مُعْجَمِهِ بِاسْنَادِ ضَعِيْفٍ وَلَفْظُهُ: عَنْ سَعِيْدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الْاَزْدِى قَالَ: شَهِدْتُ أَبَا أُمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَهُوَ فِي نَزَعٍ فَقَالَ اِذَا مُتُّ فَاصْنَعُوْا بِي كَمَا أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: “اِذَا مَاتَ اَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ فَسَوَيْتُمُ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ فَالْيَقُمْ اَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ : يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلَا يُجِيْبُ.(الحديث) اِلَى اَنْ قَالَ اِتَّفَقَ عُلَمَاءُ اْلمُحَدِّثِيْنَ وَغَيْرُهُمْ عَلَى اْلمُسَامَحَةِ فِى اَحَادِيْثِ الْفَضَائِلِ وَالتَّرْغِيْبِ وَالتَّرْهِيْبِ وَقَدِ اعْتَضَدَ بِشَوَاهِدَ مِنَ اْلاَحَادِيْثِ كَحَدِيْثِ وَاسْئَلُوْا لَهُ التَّثْبِيْتَ وَوَصِيَّةُ عَمْرُو بْنُ اْلعَاصِ وَهُمَا صَحِيْحَانِ سَبَقَ بَيَانُهَا قَرِيْبًا.
Hadits Abu Umamah, riwayat abu Qasim at – Thabrani dalam kitab Mu’jam – nya dengan sanad dhaif, teksnya demikian : Dari Said ibnu Abdullah al – Azdi, ia mengatakan : Saya melihat Abu Umamah dalam keadaan naza’(sekarat), kemudian ia berpesan: Jika saya meninggal maka berbuatlah seperti yang teleh diperintahkan Rosulullah SAW. Rosul pernah bersabda : Jika ada yang meninggal diantara kalian, ratakanlah tanah kuburannya, dan hendaknya berdiri salah seorang dari kalian diarah kepalanya, lalu katakan: Hai fulan bin Fulan ……sesungguhnya ia (mayit) mendengar dan dapat menjawab (al – Hadits). Sampai kata – kata : para ulama pakar hadits sepakat dapat menerima hadits – hadits tentang keutamaan amal untuk menambah semangat beribadah. Dan telah dibantu bukti – bukti adanya hadits – hadits lain seperti hadits “Mintalah kalian kepada Allah kemampuan (menjawab pertanyaan Munkar da Nakir) dan “wasiat Amr bin ‘Ash” tentang memberi hiburan ketika ditanya malaikat di mana kedua hadits tersebut sahih seperti yang telah disinggung sebelumnya .
Dalam kitab Dalil al Falihin, juz 71, halaman 57 disebutkan :
وَفِي مَتْنِ الرَّوْض لِابْنِ اْلمُقْرِى مَا لَفْظَهُ: يُسْتَحَبُّ اَنْ يُلَقِّنَ اْلمَيِّتُ بَعْدَ الدَّفْنِ بِاْلمَأْثُوْرِ. قَالَ شَارِحُهُ شَيْخُ اْلاِسْلَامِ بَعْدَ اَنْ بَيَّنَ ذَلِكَ مَا لَفْظُهُ: قَالَ النَّوَاوِيُّ وَهُوَ ضَعِيْفٌ لَكِنْ اَحَادِيْثَ اْلفَضَائِلِ يَتَسَامَحُ فِيْهَا عِنْدَ اَهْلِ اْلعِلْمِ. وَقَدِ اعْتَضَدَ هَذَا الْحَدِيْثِ شَوَاهِدَ مِنَ اْلاَحَادِيْثَ الصَّحِيْحَةِ كَقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَسْأَلُ اللهَ التَّثْبِيْتَ. وَوَصِيُّ عَمْرُو بْنَ اْلعَاصِ السَّابِقِيْنَ. قَالَ بَعْضُهُمْ وَقَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ دَلِيْلٌ عَلَيْهِ لِاَنَّ الْحَقِيْقَةَ اْلَمِّيتِ مَنْ مَاتَ. وَاَِمَّا قَبْلَ اْلمَوْتِ وَهُوَ مَا جَرَى عَلَيْهِ كَمَا مَرَّ فَجَازَ. ثُمَّ قَالَ بَعْدَ كَلَامٍ. وَمُعْتَمَدُ مَذْهَبِ الشَّافِعِيَّةِ سُنَّةُ النَّلْقِيْنِ بَعْدَ الدَّفْنِ كَمَا نَقَلَهُ الْمُصَنِّفُ فِي اْلمَجْمُوْعِ عَن جَمَاعَاتٍ مِنَ اْلاَصْحَابِ. قَالَ وَمِمَّنْ نَصَّ عَلَى السْتِحْبَابِهِ اْلقِاضِى حُسَيْنُ وَمُتَوَالِى وَالشَّيْخُ نَصْرُ الْمُقَدَّسِ وَالرَّافِعِي وَغَيْرُهُمْ. وَنَقَلَ اْلقَاضِى حُسَيْنُ عَنْ اَصْحَابِنَا. مُطْلَقًا. وَقَالَ ابْنُ الصَّلاَحِ هُوَ اَّلَذِي نَخْتَارُهُ وَنَعْمَلُ بِهِ. وَقَالَ السَّخَاوِيْ وَقَدْ وَافَقَنَا الْمَالِكِيَّةِ عَلَى اسْتِحْبَابَِهِ اَيْضًا وَمِمَّنْ صَرَّحَ بِهِ مِنْهُمْ القَاضِى اَبُوْ بَكْرِ اْلغَزِى. قَالَ وَهُوَ فِعْلُ اَهْلِ اْلمَدِيْنَةِ وَالصَّالِحِيْنَ وَاْلاَخْيَارِ وَجَرَى بِهِ اْلعَمَلُ بِقُرْطُوْبَةِ وَاَمَّااْلحَنِيْفَةَ فَاخْتَلَفَ فِيْهِ مَشَايِخُكُمْ كَمَا فِى اْلمُحِيطِ وَكَذَا احْتَلَفَ فِيْهِ الْحَنَابِلَةُ.
Disunahkan mentaqlin mayit setelah dikubur berdasarkan hadis. Syaikhul Islam sebagai persyarahnya menjelaskan: Imam an – Nawawi berkata bahwa hadits tersebut dho’if, ia termasuk hadits Fadhail al-‘Amal yang di kalangan pakar ilmu hadits ditoleransikan bias digunakan. Hadits tersebut diperkuat oleh banyak hadis-hadis sahih yang lain, seperti: asal Allah at-tatsbit (mohonlah kepada Allah agar tetap di dalam keimanan ) dan wasiatnya kepada Amr bin Ash dari kalangan orang pertama yang masuk Islam. Sabda Rosulullah: Laqqinu mautakun la Illallah (Bacakan la ilaha Illallah kepada seorang mati diantara kalian). Menurut pendapat sebagiaan ulama, hadis ini merupakan dalil di bolehkannya talqin bagi seorang yang sudah mati karena hakekat “al – mayyit” sebagaimana tertera dalam hadis itu adalah seorang yang sudah mati. Sedangkan sebelum mati juga boleh dibacakan talqin seperti yang banyak dilakukan para ulama. Menurut madzhab Syai’i, kesunnahan talqin itu setelah dikuburkan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan pula dalam al-Majmu’ berdasarkan pendapat dari banyak ulama. Di antara yang menyatakan kesunnahannya itu adalah al-Qadhi Husain, al-Mutawalli, Syaikh Nashir al- Muqaddasi, Rafi’I, Ibnu Shalah dan Sakhawi. Pendapat kami tentang kesunnahan talqin tersebut sesuai dengan pendapat dari kalangan al-Maliki, seperti yang dinyatakan di antaranya al-Qadhi Abu Bakar Al- Azzi yang menyebutkannya sebagai amalan penduduk Madinah dan orang-oarang saleh serta yang banyak dilakukan oleh umat Islam di Spayol. Sedang di kalangan al-Hanafi, para tokoh mereka saling bersilang pendapat sebagaimana tertera dalam al-Mubith sebagaimana silang pendapat yang terjadi di kalangan ulama Hambali.
Dalil lain juga menerangkan dalam kitab Nihayat al-Muhtaj, Juz III,hal. 4:
وَيُسْتَحَبُّ تَلْقِيْنُ اْلمَيِّتِ اْلمُكَلَّفِ بَعْدَ تَمَامِ دَفْنِهِ لِخَبَرِ اَنَّ اْلعَبْدَ اِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَتَوَلَّى عَنْهُ اَصْحَابٌ اَنَّهُ يَسْمَعُ قَرْعُ نِعَالِهِمْ. فَاِذَانْصَرَفُوْا اَتَاهُ مَلَكَانِ-الحديث.
Disunnahkan mentalqin mayyit yang sudah mukallaf usai dikuburkan berdasarkan hadits: Seorang hamba ketika ia diletakan dikuburnya dan para pengirimnya pulang,ia mendengar suara alas kaki mereka. Kalau para pengantar sudah pulang semua, ia segera di datangi dua malaikat.
Dalm kitab al- Hawy li al – Fatawa li al – Hafizh as- suyuthy, Juz II, halaman 176 – 177: juga diterangkan.
وَعِبَارَةُ التَّتِمَّةِ اْلاَصْلُ فِى التَّلْقِيْنِ مَا رَوَى اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا دَفَنَ اِبْرَاهِيْمَ قَالَ:قُلْ “الله رَبِّي”- اِلَى اَنْ قَالَ –وَيَدُلُّ عَلَى صِحَّةِ مَا قُلْنَاهُ مَا رَوَى عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ لَمَّا دَفَنَ وَلَدَهُ اِبْرَاهِيْمَ وَقَفَ عَلَى قَبْرِهِ فَقَالَ: يَابُنَيَّ، اَلْقَلْبُ يَحْزُنُ وَاْلعَيْنُ تَدْمَعُ وَلَا نَقُوْلُ مَا يَسْحُطُ الرَّبُّ-اِنَّاللهِ وَاِنَّا اِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ-يَابُنَيَّ قُلْ الله رَبِّي وَاْلاِسْلَامُ دِيْنِي وَرَسُوْلُ اللهِ اَبِي فَبَكَتِ الصَّحَابَةُ وَبَكَى عُمَرُ بْنُ اْلخَطَّابِ بُكَاءً اِرْتَفَعَ لَهُ صَوْتَهُ.
Teks lengkap mengenai Talqin ini seperti yang diriwayatkan bahwa Rosulullah saat mengubur anaknya, Ibrahim, mengatakan: Katakanlah: Allah Tuhankn….sampai kata – kata: Hal itu menunjukan atas benarnya apa yang aku ucapkan, apa yang diriwayatakan dari Nabi, sesungguhnya saat dia menguburkan anaknya, Ibrahim, dia berdiri diatas kubur dan bersabda: Hai anakku, hati ini sedih, mata ini mencucurkan air mata, dan aku tidak akan berkata yang menjadikan Allah marah kepadaku. Hai anakku, katakana Allah itu Tuhanku, Islam agamaku, dan Rosulullah itu bapakku ! Para sahabat ikut menangis, bahkan Umar bin Khoththob menangis sampai mengeluarkan suara yang keras.
Dalam kitab Hasyiah Umairah bi Asfali Hasyiah Qalyuby Mahally, Juz I, halaman 353: Menegaskan tenteng kesunnahan Hukum mentalqin mayit.
يُسَنُّ اَيْضًا اَلتَّلْقِيْنُ-فَيُقَالُ لَهُ يَا عَبْدُ اللهِ ابْنِ اَمَةِ اللهِ اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّااللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَاَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ وَاَنَّ النَّارَ حَقٌّ وَاَنَّ الْبَعْثَ حَقٌّ وَاَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَارَيْبَ فِيْهَا وَاَنَّ اللهَ يُبْعَثُ مَنْ فِى اْلقُبُوْرِ وَاِنَّكَ رَضَيْتَ بِااللهِ رَبًّا وَبِالْاِسْلَامِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا وَبِااْلقُرْآنِ اِمَامًا وَبِاالْكَعْبِة قِبْلَةً وَبِااْلمُؤْمِنِيْنَ اِخْوَانًا-لِحَدِيْثٍ وَرَدَ فِيْهِ-فِى الرَّوْضَةِ الْحَدِيْثِ وَاِنْ كَانَ ضَعِيْفًا لَكِنَّهُ اعْتَضَدَ بِشَوَاهِدِهِ.
Talqin itu disunnahkan maka dikatakan kepadanya (mayitt): Hai hamba Alla, ingatlah engkau telah meninggal, bersaksilah tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, surga adalah haq (benar adanya), neraka adalah haq, dan kebangkitan di Hari Kiamat juga haq. Hari Kiamat pasti akan dating, tidak bias diragukan lagi, Allah akan membangkitkan kembali manusia dari kuburnya, dan hendaknya engkaun rela Allah sebagai Tuhan, Islam sebagain agama, Muhammad sebagi Nabi, al – Qur’an sebagi kitab suci, Ka’bah sebagi kiblat, dan kaum muslimin sebagai saudra. Hal ni berkenaan dengan danya hadits dalam masalah ini, dan dalam kitab ar – Raudhah ditambahkan: Hadits ini, meskipun dhaif, tapi lengkap panguat – penguatnya.
Dalam kitab I’anah al – Thalibin karya Sayid Abu Bakar Syatha al – Dimyati, juz ll hal 140 dijelaskan:
(قَوْلُهُ وَتَلْقِيْنُ بَالِغٍ) مَعْطُوْفٌ عَلَى اَنْ يُلَقِّنَ اَيْضًا اَيْ وَيُنْذَبُ تَلْقِيْنُ بَالِغٍ الخ. وَذَالِكَ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرَتَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِيْنَ (الذاريات:55) وَاَحْوَجَ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ اِلَى التَّذْكِيْرِ فِيْ هَذِهِ الْحَاَلِة.
“Yang dimaksud dengan membacakan talqin bagi orang yang baligh yaitu, disunnahkan men – talqin – kan orang yang sudah baligh (ukallaf). Hal itu berdasarkan firman Allah SWT: Dan tetaplah memberi perihgatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang – orang mukmin (al – Dzariyat : 55) dan yang paling diperlukan oleh seorang hamba untukl mendapat peringatan pada saat ini (setelah dikubur).”
Dalam kitab ‘I’anatul Thalibin juz ll hal 140 disebutkan :
(قَوْلُهُ وَتَلْقِيْنُ بَاِلغٍ) اَيْ وَيُنْذَبُ تَلْقِيْنُ بَالِغٍ الخ وَذَالِكَ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرَ تَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِيْنَ. وَاَحْوَجُ مَا يَكُوْنُ اْلعَبْدُ اِلَى التَّذْكِيْرِ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ (اعانة الطالبين قبيل باب الزكاة ٢/١٤٠)
Dan disunnahkan orang yang sudah baligh……demikian itu sesuai dengan firman Allah Swt :“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang – orang yang beriman”. (al – Dzariyat : 55). Dalam keadaan seperti ini lah seorang hamba sangat membutuhkan terhadap peringatan tersebut.
Dalam kitab Nihayatul Muhthaz juz lll hal 4 disebutkan :
وَيُسْتَحَبُّ تَلْقِيْنُ اْلمَيِّتِ اْلمُكَلَّفِ بَعْدَ تَمَامِ دَفْنِهِ لِخَبَرِ اَنَّ اْلعَبْدَ اِذَا وُضِعَ فِيْ قَْرِهِ وَتَوَلَّى عَنْهُ اَصْحَابٌ اَنَّهُ يَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ. فَاِذَانْصَرَفُوْا اَتَاهُ مَلَكَانِ. الحديث ( نهاية المحتاج ٣/٤).
Disunahkan mentalqini mayyit yang sudah mukallaf setelah selesai dikuburkan, berdasarkan hadits: “Sesungguhnya seorang hamba ketika sudah diletakkan dikuburnya dan para pengiringnya berpaling pulang, ia mendengar suara gema alas kaki mereka. Jika mereka sudah pergi semua, kemudian ia didatangi oleh dua malaikat ……Al Hadits”.
Dalam kanzu al – ‘Umal karya Syaih Ibnu Hisammudin Al Hindi Al Burhanfuri, jilid 15 hal 737 disebutkan sebagai berikut;
عَنْ سَعِيْدِاْلاُمَوِىِّ قَالَ: شَهِدْتُ اَبَا أُمَاَمةَ وَهُوَ فِى النِزَاعِ اِذَا اَنَا مُتُّ فَافْعَلُوْا بِيْ كَمَا اَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا مَاتَ اَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ فَسَوَيْتُمْ عَلَيْهِ التُّرَابُ فَلْيَقُمْ رَجُلٌ مِنْكُمْ عِنْدَ رَأْسِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْمَعُ وَلَكِنَّهُ لَايُجِيْبُ ثُمَّ لْيَقُلْ يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْتَوِى جَالِسًاثُمَّ لْيَقُلْ يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَقُوْلُ اَرْشَدَنَا رَحِمَكَ اللهُ ثُمَّ لْيَقُلْ اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَِنَّكَ رَضَيْتَ بِاللهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ نَِيًّا وَبِالْاِسْلَامِ دِيْنًا وَبِالْقُرْآنِ اِمَامًا فَاِنَّهُ اِذَا فَعَلَ ذَالِكَ أَخَذٌ مُنْكَرٌ وَنَكِيْرٌ اَحَدُهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ ثُمَّ يَقُوْلُ لَهُ اُخْرُجْ بِنَا مِنْ عِنْدِهَذَا مَا نَصْنَعُ بِهِ قَدْ لَقَّنَ حَجَّتَهُ فَيَكُوْنُ اللهُ حَجِيْجَهُ دُوْنَهُمَا. فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ فَاِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمُّهُ؟ قَالَ: اِنْسِبْهُ اِلَى حَوَاءَ.
“Diceritakan “dari Said al – Umawi, ia berkata: Saya menyaksikan Abu Umamah sedang naza’ (sakaratul maut). Lalu ia berkata kepadaku : Hai Said ! Jika aku mati, perlakukanlah olehmu kepada diriku sebagaimana yang diperintahkan oleh Rosulullah Saw kepada kita. Rosulullah SAW bersabda kepada kita : Jika diantara kamu meninggal dunia maka timbunlah kuburannya dengan tanah sampai rata. Dan hendaknya salah seorang diantara kamu berdiri disamping arah kepalanya, lalu ia berkata : Hai fulan bin Fulanah, sesungguhnya mayit itu mendengar, akan tetapi tidak dapat menjawab. Kemudian hendaklah ia brkata : Hai Fulan bib Fulanah, maka ia akan duduk tegap. Kamudian hendaklah ia berkata : Hai Fulan bin Fulanah, lalu ia berkata: Semoga Allah Swt . memberikan petunjuk kepda kita dan juga memberikan rahmat kepadamu. Kemudian hendaklah ia berkata: Ingatlah bahwa engkau telah keluar dari alam dunia ini:Dengan bersaksi bahwa tiada yang berhak disembah selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan Rosul – Nya, dan bahwasannya engkau rrela Allah sebagai Tuhanmu, Muhammad sebagai Nabimu, Islam sebagai agamamu, dan al – Qur’an sebagai imammu. Sesungguhnya jika seseorang mengerjakan itu maka malaikat munkar dan Nakir akan menyambut salah satunya dengan tangan sahabatnya yang kemudian ia berkata : Keluarlah bersama kami dari tempat ini. Kami tidak akan memperlakukan apa yang telah ia nyatakan. Maka Allah Swt akan memenuhi keperluannya tanpa kedua malaikat itu. Lalu seseorang bertanya kepeda Rosulullah SAW: Wahai Rosulullah, bagai mana jika saya tidak mengetahui ibunya? Rosulullah SAW menjawab : “Hendaklah kamu menasabkannya kepada (ibu) Hawa.”
Orang yang sudah meninggal dunia sebenarnya masih mendengar ucapan salam dan bias menerima doa orang lain. Rosulullah SAW selalu mengucapkan salam kepada ahli kubur pada saat ziaroh kubur atau melintasi kuburan. Demikian juga Rosulullah Saw pada saat putranya Ibrahim wafat mentalqinkannya dengan kalimat tauhid. Logikanya, seandainya talqin itu tidak berguna niscaya Rosulullah SAW tidak akan mengerjakannya. Kesimpulannya hukum mentalqinkan mayit yang sudah mukallaf hukumnya adalah sunnah.
Keterangan tentang kesunnahan talqin ini juga dapat dilihat dalam kitab sebagai berikut:
a. At – Tukhfah juz ll, hal 19
b. Al – Mughni juz lll, hal 207
c. Al – Majmu Syarah Muhadzab juz 7, hal 303
d. Al – Iqna’juz l, hal 183
e. Tassyikhil Mustafidin 142
f. Busro al Karim juz ll, hal 38
g. Nikhayah al – Zain 162
h. Al – Anwar juz l, hal 124
i. Fathul Barri juz l, hal 449
j. Irsyadus syari juz ll, hal 434
k. Matan al – Raodhoh
Kaitannya dengan firman Alla Swt:
وَمَا اَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَنْ فِى اْلقُبُوْرِ (فاطر : ٢٢ )
“Dan engkau (wahai Muhammad) sekali – kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar.” (QS. Fathir: 22).
Firman Allah diatas sering dijadikan untuk menolak hokum sunnah talqin namun dalam Tafsir al – Khazim diterangkan bahwa yang dimaksud denan kata Man Fi al – Qubur (orang yang berada didalam kubur) dalam ayat ini ialah orang –orang kafir yang diserupakan orang mati karena sama – sama tidak menerima dakwah. Kata mati tersebut adalah metaforis (bentuk majaz)dari hati mereka yang mati (tafsir al –Khazim, juz 7, hal 347).
Dengan demikian dapat dipahami bahwa orang yang beriman itu dalam kubur bias mendengar suara orang yang membimbimg talqin tersebut dengan kekuasaan Allah Swt. Hal ini dapat diperkokoh dengan kebiasaan Rosulullah SAW apabila berziarah kekuburan selalu menguicapkan salam. Seandainya ahli kubur tidak mendengar salam Rosulullah SAW, tentu Rosulullah SAW melakukan sesuatu yang sia – sia dan itu tidak mumgkin.Wallahu A’lam .
E. Sampainya Pahala, Doa dan Sodaqoh Kepada Orang Yang Sudah Meninggal
Menurut pendapat ahli sunnah pahala, doa dan sodaqoh bisa sampai kepada orang yang sudah meninggal dan dapat bermanfaat bagi mereka.
Kalangan Ahlusunnah berhujjah dengan beberapa firman Allah Swt dan beberapa hadits shohih diantaranya :
وَالَّذِيْنَ آمَنُوْا وَاتَّبَعْهُمْ ذُرِّيَّتَهُمْ بِاِيْمَانٍ اَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا اَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْئٍ كُلُّ إمْرِئٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنٌ (تاطور ٣١)
Dan orang – orang yang beriman dan anak cucu mereka mengikuti dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap – tiap manusia terpikat dengan apa yang dikerjakannya.
Allah juga berfirman :
أَبَائُكُمْ وَأَبْنَائُكُمْ لَاتَدْرُوْنَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا (النساء :١١)
Tentang orang tuamu dan anak –anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.
Dalam sebuah hadist shohih disebutkan:
عَنْ عَائِشَةَ اَنَّ رَجُلًا اَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ أُمِّيَ افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا وَلَمْ تُوْصِ وَاَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ اَفَلَهَا اَجْرٌ اِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ (رواه مسلم ،١٦٧٢)
“Dan ‘Aisyah RA, “Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, “Ibu saya meninggal secara mendadak dan tidak sempat berwasiat. Saya menduga seandainya ia dapat berwasiat, tentu ia akan bersedekah. Apakah ia akan mendapat pahala jika saya bersedekah atas namanya?” Nabi menjawab, “Ya”.” (HR.Muslim, :1672).
Dalam kitab Nail al Authar juz IV juga disebutkan sebuah hadits soheh yang berbunyi:
وَعَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ اِنَّ أَبِي مَاتَ وَلَمْ يُوْصِ أَيَنْفَعُهُ اِنْ اَتَصَدَّقُ عَنْهُ؟ قَالَ نَعَمْ، (رواه أحمد ومسلم والنساء وابن ماجه)
Dari Abu Hurairah, ia meriwayatkan: Ada laki-laki datang kepada Nabi lalu ia berkata: Ayahku telah meninggal dunia dan ia tidak berwasiat apa-apa. Apakah saya bias memberikan manfaat kepadanya jika saya bersedekah atas namanya? Nabi menjawab: Ya, dapat (HR. Ahmad, Muslim, Nasa’I, dan Ibnu Majah).
Hadits tersebut diatas menegaskan bahwa pahala shodakoh itu sampai kepada ahli kubur. Sementara di hadits shahih yang lain dijelaskan bahwa shodakoh tidak hanya berupa harta benda saja, tapi juga dapat berwujud bacaan dzikir seperti kalimat la illaha illallah,subhanallah,dan lain-lain sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih berikut ini:
عَنْ اَبِي دَرْأَنْ نَاسًا مِنْ اَصْحَابِ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوْا لِلنَّبِي ص.م يَارَسُوْلَ اللهِ ذَهَبَ اَهْلِ الدُّثُوْرِ بِالْاُجُوْرِ يُصَلُّوْنَ كَمَا تُصَلَّى وَيَصُوْمُوْنَ كَمَا تَصُوْمُ وَيَتَصَدَّقُوْنَ بِفُضُوْلِ اَمْوَالِهِمْ قَالَ اَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا تَصَدَّقُوْنَ اِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةٌ (رواه مسبلم،١٦٧٤)
“Dari Abu Dzarr RA,ada beberapa sahabat berkata kepada Nabi SAW,” Ya Rosulullah, orang-oarng yang kaya bisa (beruntung) mendapatkan banyak pahala. (Padahal) mereka shalat seperti kami shalat. Mereka berpuasa seperti kami berpuasa. Mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka. Nabi SAW menjawab, “ Bukankah Allah SWT telah menyediakan untukmu sesuatu yang dapat kamu sedekahkan? Sesungguhnya setiap satu tasbih (yang kamu baca) adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan setiap tahlil adalah sedekah.” (HR. Muslim :1674 ).
Dalam hadits lain disebutkan:
وَعَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ قَالَ: تَصَدَّقُوْا عَلَى اَنْفُسِكُمْ وَعَلَى اَمْوَاتِكُمْ وَلَوْ بِشُرْبَةِ مَاءٍ فَاِنْ لَمْ تَقْدِرُوْا عَلَى ذَالِكَ فَبِأَيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللهِ تَعَالَى فَاِنْ لَمْ تَعْلَمُوْا شَيْئًا مِنَ اْلقُرْآنِ فَادْعُوْا لَهُمْ بِالْمَغْفِرَةِ وَالرَّحْمَةِ فَاِنَّ اللهَ وَعَدَكُمُ اْلاِجَابَةِ.
Sabda Nabi: Bersedekahlah kalian untuk diri kalian dan orang-orang yang telah mati dari keluarga kalian walau hanya air setejuk. Jika kalian tak mmampu dengan itu, bersedekahlah dengan ayat-ayat suci al-Qur’an, berdoalah untuk mereka dengan memintakan ampunan dan rahmat. Sungguh, Allh telah berjanji akan mengabulkan doa kalian.
Adzarami dan Nasa’i juga meriwayatkan hadis tentang tahlil dari Ibnu ‘Abbas RA.
قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ اَعَانَ عَلَى مَيِّتٍ بِقِرَائَةٍ وَذِكْرٍ اِسْتَوْجَبَ اللهُ لَهُ الْجَنَّةَ. (رواه الدارمى والنساء عن ابن عباس.)
Rasululloh bersabda: Siapa menolong mayit dengan membacakan ayat-ayat al-Qur’an dan Zikir, Alloh akan memastikan surga baginya.(HR.ad-Darimy dan Nasa’i dari Ibnu Abbas).
Hadis diatas juga didukung oleh hadis Nabi yang diriwayatkan oleh ad-Daroqutni dari Anas bin Malik:
رَوَى اَبُوْ بَكْرٍ النَحَادِ فِىْ كِتَابِ السُّنَنِ عَنْ عَلِى بْنِ اَبِي طَالِبِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ مَرَّ بَيْنَ اْلمَقَابِرِ فَقَرَأَ قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ اِحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً ثُمَّ وَهَبَ اَجْرَهَا لِلْاَمْوَاتِ أُعْطِيَ مِنَ اْلاَجْرِ بِعَدَدِ اْلاَمْوَاتِ.
Diriwayatkan oleh Abu Bakar an-Najjad dalam kitab Sunan bersumber dari Ali bin Abi Thalib, ia mengatakan , Nabi bersabda: Siapa lewat diantara batu nisan, lalu membaca surat al-Ikhlas 11 kali dan menghadiahkan pahalanya untuk yang meninggal maka Alloh akan mengabulkannya.
Dalil-dalil inilah yang dijadikan dasar oelh para ulama tentang sampainya pahala bacaan al-Qur’an,tasbih, tahlil, shalawat yang dihadiahkan kepada orang yang meninggal dunia. Begitu pula dengan sedekah dan amal baik lainnya.
Bahkan Ibnu Taimiyah mengatakan dalam kitab Fatawa-nya, “sesuai dengan kesepakatan para Imam bahwa mayit dapat memperoleh manfaat dari semua ibadah, baik ibadah badaniyah seperti shalat, puasa, membaca al-Qur’an, ataupun ibadah maliyah seperti sedekah dan lain-lainnya. Hal yang sama juga berlaku bagi orang yang berdoa dan membaca istighfar untuk mayit.”(Hukm al-Syari’ah al-Islamiyah fi Ma’tam al_Arba’in,hal 36)
Mengutip dari kitab Syarh al-Kanz, Imam al-Syaukani juga mengatakan bahwa seseorang boleh menghadiahkan pahala perbuatan yang ia kerjakan kepada orang lain, baik berupa shalat, puasa, haji, shadaqah, bacaan al-Qur’an atau semua bentuk perbuatan baik lainya, dan perbuatan baik tersebut sampai kepada mayit dan memberi manfaat kepada mayit tersebut menurut ulama Ahlussunnah. (Nail al-Awthar, Juz IV, hal. 142)
Kaiatnnya dengan firman Alloh dalam Sura an-Najm ayat 39 yang sering dijadikan sebagai dalail bagi orang yang mengatakan bahwa do’a atau pahala yang tidak sampai kepada mayit yaitu:
وَاَنْ لَيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّا مَا سَعَى (النجم: ٣٩)
“Dan bahwa seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”(QS,an-Najm:39)
Berikut ini beberapa penafsiran para ulama ahli tafsir mengenai ayat di atas:
1. Syekh Sulaiman bin Umar Al-‘Ajili menjelaskan
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ هَذَا مَنْسُوْخُ الْحُكْمِ فِي هَذِهِ الشَّرِيْعَةِ أَيْ وَإِنَّمَا هُوَ فِي صُحُفِ مُوْسَى وَاِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِمَا السَّلاَمِ بِقَوْلِهِ “وَأَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِيَّتَهُمْ” فَأُدْخِلَ اْلأَبْنَاءُ فِي اْلجَنَّةِ بِصَلَاحِ اْللأَبَاءِ. وَقَالَ عِكْرِمَةُ إِنَّ
Senin, 06 Oktober 2014
"RENUNGAN UNTUK BUMI"
Bismillahir Rohmaanir Rohiim
ﻗﺎﻝ ﺍﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ : ﺍﻥ ﺍﻻﺭﺽ ﺗﻨﺎﺩﻯ ﻛﻞ ﻳﻮﻡ ﺑﻌﺸﺮ ﻛﻠﻤﺎﺕ ﻭﺗﻘﻮﻝ
Telah berkata sahabat rosulillah saw,Anas Bin Malik ra : Sesungguhnya bumi menyampaikan sepuluh kalimat pada setiap hari,Bumi berkata
ﻳﺎﺍﺑﻦ ﺍﺩﻡ ، ﺗﺴﻌﻰ ﻋﻠﻰ ﻇﻬﺮﻯ ﻭﻣﺼﻴﺮﻙ ﻓﻰ ﺑﻄﻨﻰ
Wahai anak cucu Adam,Engkau berjalan diatas punggungku,sedangkan tempat kembalimu adalah dalam perutku
ﻭﺗﻌﺼﻰ ﻋﻠﻰ ﻇﻬﺮﻯ ﻭﺗﻌﺬﺏ ﻓﻰ ﺑﻄﻨﻰ
Wahai anak adam,Engkau bebas melakukan ma'siat dipunggungku,maka engkau akan di adzab dalam perutku
ﻭﺗﻀﺤﻚ ﻋﻠﻰ ﻇﻬﺮﻯ ﻭﺗﺒﻜﻰ ﻓﻰ ﺑﻄﻨﻰ
Wahai anak Adam,Engkau tertawa senang diatas punggungku,maka engkau akan menangis dalam perutku
وتفرح علي ظهري وتحزن في بطني
Wahai anak adam, Engkau gembira ria diatas punggungku , maka engkau akan menyesal dalam perutku
ﻭﺗﺠﻤﻊ ﺍﻟﻤﺎﻝ ﻋﻠﻰ ﻇﻬﺮﻯ ﻭﺗﻨﺪﻡ ﻓﻰ ﺑﻄﻨﻰ
Wahai Anak Adam,engkau bersusah payah mengumpulkan harta diatas punggungku,kelak engkau sangat menyesal dalam perutku
ﻭﺗﺎﻛﻞ ﺍﻟﺤﺮﺍﻡ ﻋﻠﻰ ﻇﻬﺮﻯ ﻭﺗﺎﻛﻠﻚ ﺍﻟﺪﻳﺪﺍﻥ ﻓﻰ ﺑﻄﻨﻰ
Wahai Anak Adam,engkau makan dan nikmati makanan dan perkara harom diatas punggungku,kelak ulat dan cacing tanah yang menyantapmu dalam perutku
ﻭﺗﺨﺘﺎﻝ ﻋﻠﻰ ﻇﻬﺮﻯ ﻭﺗﺬﻝ ﻓﻰ ﺑﻄﻨﻰ
Wahai Anak Adam,engkau berbangga diri dan sombong diatas punggungku,kelak engkau terhina dalam perutku
ﻭﺗﻤﺸﻰ ﻣﺴﺮﻭﺭﺍ ﻋﻠﻰ ﻇﻬﺮﻯ ﻭﺗﻘﻊ ﺣﺰﻳﻨﺎ ﻓﻰ ﺑﻄﻨﻰ
Wahai Anak Adam,Engkau berjalan-jalan dan bersenang-senang diatas punggungku,kelak engkau akan sgt prihatin dan menyesal dalam perutku
ﻭﺗﻤﺸﻰ ﻓﻰ ﻧﻮﺭ ﻋﻠﻰ ﻇﻬﺮﻯ ﻭﺗﻘﻊ ﻓﻰ ﺍﻟﻈﻠﻤﺎﺕ ﻓﻰ ﺑﻄﻨﻰ
Wahai Anak Adam,engkau berjalan dalam terang dipunggungku,kelak engkau terjerumus ketempat gelap dalam perutku
ﻭﺗﻤﺸﻰ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺠﺎﻣﻊ ﻋﻠﻰ ﻇﻬﺮﻯ ﻭﺗﻘﻊ ﻭﺣﻴﺪﺍ ﻓﻰﺑﻄﻨﻰ
Wahai Anak Adam,engkau berjalan dalam keramaian diatas punggungku,kelak engkau terbujur kaku dan hanya sendirian dalam perutku.
Wallahu A'lam
Kitab Nashoihul 'ibadHal : 66
ﻗﺎﻝ ﺍﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ : ﺍﻥ ﺍﻻﺭﺽ ﺗﻨﺎﺩﻯ ﻛﻞ ﻳﻮﻡ ﺑﻌﺸﺮ ﻛﻠﻤﺎﺕ ﻭﺗﻘﻮﻝ
Telah berkata sahabat rosulillah saw,Anas Bin Malik ra : Sesungguhnya bumi menyampaikan sepuluh kalimat pada setiap hari,Bumi berkata
ﻳﺎﺍﺑﻦ ﺍﺩﻡ ، ﺗﺴﻌﻰ ﻋﻠﻰ ﻇﻬﺮﻯ ﻭﻣﺼﻴﺮﻙ ﻓﻰ ﺑﻄﻨﻰ
Wahai anak cucu Adam,Engkau berjalan diatas punggungku,sedangkan tempat kembalimu adalah dalam perutku
ﻭﺗﻌﺼﻰ ﻋﻠﻰ ﻇﻬﺮﻯ ﻭﺗﻌﺬﺏ ﻓﻰ ﺑﻄﻨﻰ
Wahai anak adam,Engkau bebas melakukan ma'siat dipunggungku,maka engkau akan di adzab dalam perutku
ﻭﺗﻀﺤﻚ ﻋﻠﻰ ﻇﻬﺮﻯ ﻭﺗﺒﻜﻰ ﻓﻰ ﺑﻄﻨﻰ
Wahai anak Adam,Engkau tertawa senang diatas punggungku,maka engkau akan menangis dalam perutku
وتفرح علي ظهري وتحزن في بطني
Wahai anak adam, Engkau gembira ria diatas punggungku , maka engkau akan menyesal dalam perutku
ﻭﺗﺠﻤﻊ ﺍﻟﻤﺎﻝ ﻋﻠﻰ ﻇﻬﺮﻯ ﻭﺗﻨﺪﻡ ﻓﻰ ﺑﻄﻨﻰ
Wahai Anak Adam,engkau bersusah payah mengumpulkan harta diatas punggungku,kelak engkau sangat menyesal dalam perutku
ﻭﺗﺎﻛﻞ ﺍﻟﺤﺮﺍﻡ ﻋﻠﻰ ﻇﻬﺮﻯ ﻭﺗﺎﻛﻠﻚ ﺍﻟﺪﻳﺪﺍﻥ ﻓﻰ ﺑﻄﻨﻰ
Wahai Anak Adam,engkau makan dan nikmati makanan dan perkara harom diatas punggungku,kelak ulat dan cacing tanah yang menyantapmu dalam perutku
ﻭﺗﺨﺘﺎﻝ ﻋﻠﻰ ﻇﻬﺮﻯ ﻭﺗﺬﻝ ﻓﻰ ﺑﻄﻨﻰ
Wahai Anak Adam,engkau berbangga diri dan sombong diatas punggungku,kelak engkau terhina dalam perutku
ﻭﺗﻤﺸﻰ ﻣﺴﺮﻭﺭﺍ ﻋﻠﻰ ﻇﻬﺮﻯ ﻭﺗﻘﻊ ﺣﺰﻳﻨﺎ ﻓﻰ ﺑﻄﻨﻰ
Wahai Anak Adam,Engkau berjalan-jalan dan bersenang-senang diatas punggungku,kelak engkau akan sgt prihatin dan menyesal dalam perutku
ﻭﺗﻤﺸﻰ ﻓﻰ ﻧﻮﺭ ﻋﻠﻰ ﻇﻬﺮﻯ ﻭﺗﻘﻊ ﻓﻰ ﺍﻟﻈﻠﻤﺎﺕ ﻓﻰ ﺑﻄﻨﻰ
Wahai Anak Adam,engkau berjalan dalam terang dipunggungku,kelak engkau terjerumus ketempat gelap dalam perutku
ﻭﺗﻤﺸﻰ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺠﺎﻣﻊ ﻋﻠﻰ ﻇﻬﺮﻯ ﻭﺗﻘﻊ ﻭﺣﻴﺪﺍ ﻓﻰﺑﻄﻨﻰ
Wahai Anak Adam,engkau berjalan dalam keramaian diatas punggungku,kelak engkau terbujur kaku dan hanya sendirian dalam perutku.
Wallahu A'lam
Kitab Nashoihul 'ibadHal : 66
"KHUTBAH IDUL ADHA BAHASA JAWA TAHUN 1435 H"
الحمد لله الذى جعل يوم عيد الأضحى ضيافة لعباده الصالحين . أشهد أن لآأله إلا الله الذى جعل الجنة ضيافة كبرى للمتقين. و أشهد أن سيدنا محمد عبده ورسوله الداعى لتلك الضيافة جميع العالمين. اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا ومولانا محمد وعلى آله وصحابته أجمعين. الله اكبر الله اكبر الله اكبر ولله الحمد. أما بعد. فيا أيها الحاضرون اتقوا الله. واعلموا أن الله تبارك وتعالى قد فرض علينا حج بيته الحرام. وجعل الحج لإجتاع السلمين من جميع البلدان للتعارف والنسك المهتمام. ولينتفعوا بهذا الإجتماع فى الإتحاد و تقوية دينهم وإصلاحه لليوم المدوّم.
Poro sederek ingkang sami hadlir, Monggo kito sami ningkataken taqwa kito dhumateng Allah subhanahu wata'ala kanthi miderek sedanten perintah-perintahipun lan nebihi sedanten awisan-awisanipun.
Poro sedherek sedoyo, wonten wulan Dzulhijjah meniko Gusti Allah sampun majibaken dhumateng ummat Islam ingkang sampun mampu supados nglampahi hajji wonten tanah suci Mekkah sepindah selaminipun gesang kangge nyampurnaaken rukun Islam ingkang nomer gangsal. Sedoyo ummat Islam saking pundi-pundi negari sami kempal wonten tanah Arofah ngagem pakaian ingkang sami, inggih meniko pakaian ihrom ingkang pethak, mboten benten antawisipun tiyang miskin, tiyang sugih, tiyang pangkat menopo mboten. Sedanten makempal ngetingalaken syi'ar agami Islam, ngetingalaken persatuan ummat Islam sa' ngalam dunyo. Sami setunggal niat nglampahi ibadah hajji, tunduk lan tadlorru' ndherek dhawuhipun Allah. Dene ingkang dereng mampu supados berusaha sa' saget-sagetipun kanthi ningkataken semangat usaha lan do'a supados enggal dipun timbali tindak dhateng Makkah nglampahi hajji lan umroh, ndherek pikantuk kesempatan angsal gelar hajji mabrur ingkang sanget ageng ganjaranipun. Dhawuhipun Kanjeng Nabi Muhammad saw. :
الحجّ المبرور ليس له جزاء إلا الجنة
Artosipun : " Hajji mabrur iku ora ono piwalese kejobo suwarga "
Poro sedherek sedoyo, akhir-akhir niki kito sering mireng bencana wonten negari kito, wonten gempa Cianjur, tuwin Padang ingkang sanget ageng, tanah longsor, banjir, flu burung, flu babi, kecelakaan pesawat terbang, kapal laut, kereta api lan sanes-sanesipun. Sedanten meniko minongko ujian kangge tiyang ingkang sami taqwa lan azab kangge ingkang sami maksiyat. Kanti cobaan kolo wau saget ketingal sinten ingkang imanipun kiat lan sinten ingkang imanipun lemah/tipis.
Dhawuhipun Gusti Allah wonten Surat Al Baqoroh ayat 155 :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Artosipun wallohu a'lamu bimurodihi :
" Yekti Ingsun (Allah) bakal nyoba temen marang siro kabeh songko roso wedi, luwe, kekurangan soko piro-piro bondho, awak lan woh-wohan. Mongko mbebungaho siro (Muhammad) marang wong-wong kang podho sabar."
Kito saget nyonto kesabaranipun poro Nabi, poro ulama' lan auliya'. Kados kesabaranipun Nabi Ibrahim naliko dipun dhawuhi Gusti Allah supados mragat putranipun Isma'il. Wonten Al Qur'an Surat As Shoffat dipun cariyosaken bilih Nabi Ibrohim ngendiko kalih putranipun :
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (102)
Artosipun wallohu a'lam :
"Naliko Ismail wis tekan umur sanggup kanggo nyambut gawe Nabi Ibrohim ngendiko : " He anakku ! sa' temene aku didhawuhi Gusti Allah (liwat ngimpi) supoyo aku nyembeleh seliramu, piye mungguh panemumu?" Ismail matur : " Duh ingkang romo ! Kulo aturi panjenengan nglampahi menopo ingkang dipun dhawuhaken dhumateng panjenengan, insya Allah Panjenengan manggihi kulo kalebet golonganipun tiyang-tiyang ingkang sami sabar. "
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (103) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ (106) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107)
Artosipun wallohu a'lam :
"Mongko nalikane Ibrohim lan Ismail podo pasrah lan Ibrohim wis nuro'ake Ismail ono pilingane, Ingsun (Allah) ndangu karo Ibrohim : " He Ibrohim, Seliramu wis bener-bener nglakoni opo sing wis dihawuhke lewat impen". Mengkono iku Ingsun aweh pinwales marang wong-wong kang podo tumindak becik. Sa'temene mengkono iku cobaan kang nyoto. Lan Ingsun (Allah) gawe tebusan (minongko gantine Ismail) hewan sembelehan kang gedhe".
Awit kesetiaan soho keikhlasan Nabi Ibrohim lan Nabi Ismail, Gusti Allah ngijoli Ismail digantos mendo gibas ingkang ageng saking suwargo kangge korban.
الله اكبر الله اكبر الله اكبر ولله الحمد.
Poro sederek sedoyo, monggo kito mendet hikmah critonipun Nabi Ibrohim lan Ismail. Kito saget instropeksi diri dateng awak kito. Kinten-kinten dumugi ngantos pundi kesediaan kito berkorban dhumateng Allah subhanahu wata'ala. Selajengipun kangge mengeti menopo ingkang sampun dipun lampahi Nabi Ibrohim as.lan Nabi Ismail as., kito dipun sunnahaken mragat hewan saget rupi mendo utawi lembu wonten sa' ba'danipun nglampahi sholat 'iedul adlha tanggal 10 Dzulhijjah soho wonten dinten tasyriq ngantos tanggal 13 Dzulhijjah. Dhawuhipun Kanjeng Nabi Muhammad saw. :
ألا إن الأضحية من الأعمال المنجية تنجى صاحبها من شرّ الدّنيا والآخرة
Artosipun kirang langkung :
" Elingo, sa'temene mragat hewan korban kuwi setengah songko piro-piro amal kang biso nylametake, nyelametake wong kang nglakoni songko olone dunyo lan akherat."
Ningali dhawuh meniko monggo kito sami mragat hewan kurban, langkung-langkung ingkang anggadahi rizqi kathah, sebab hean ingkang kito korbanaken mangke dados tunggangan kito, dados kendaraan kito wonten akherat, wonten wot shirothol mustaqim, kados dhawuhipun Kanjeng Nabi :
عظموا ضحاياكم فإنها على الصرط مطاياكم
" Podo nggedhe'no hewan korban iro kabeh kerono sa'temene hewan kurban mau bakal dadi kendaraan iro kabeh naliko lewat wot shiroth (al mustaqim)"
Poro sederek sedoyo, hewah kurban ingkang saget dipun damel kangge korban meniko kedah rupi unto utawi mendo utawi lembu ingkang sampun powel, ingkang sehat, mboten kuru sanget, ingkang mboten cacat, mboten pincang, mboten kero, mboten penyakiten lan sanes-sanesipun. Mestinipun ingkang paling sae sebab kangge kendaraan kito piyambak wonten akherat.
Sederek sedoyo ingkang dipun mulyaaken Allah. Amal lintunipun ingkang dipun sunnahaken wonten 'idul adha inggih meniko mahos takbiran. Takbiran meniko takbir muqoyyad, maksudipun namung dipun lampahi sa' ba'donipun sholat fardlu kemawon, wekdalipun milahi ba'do Shubuhipun dinten 'Arofah utawi tanggal 9 Dzulhijjah ngantos 'asharipun akhir dinten tasyriq tanggal 13 Dzulhijjah, dene malem 'iedul Adha milahi Maghrib ngantos minggahipun khotib dateng mimbar wekdalipun bebas sedalu ngantos enjing kados ingkang sampun kalampahaken.
. الله اكبر الله اكبر الله اكبر ولله الحمد.
جعلنا الله وإياكم من الحجاج المبرورين ومن المضحّين المخلصين وأدخلنا و إياكم فى زمرة عباده الفائزين المتقين المجا هدين.
بسم الله الرحمن الرحيم
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ (3)
وقل رب اغفر وارحم وأنت خير الرا حمين
Poro sederek ingkang sami hadlir, Monggo kito sami ningkataken taqwa kito dhumateng Allah subhanahu wata'ala kanthi miderek sedanten perintah-perintahipun lan nebihi sedanten awisan-awisanipun.
Poro sedherek sedoyo, wonten wulan Dzulhijjah meniko Gusti Allah sampun majibaken dhumateng ummat Islam ingkang sampun mampu supados nglampahi hajji wonten tanah suci Mekkah sepindah selaminipun gesang kangge nyampurnaaken rukun Islam ingkang nomer gangsal. Sedoyo ummat Islam saking pundi-pundi negari sami kempal wonten tanah Arofah ngagem pakaian ingkang sami, inggih meniko pakaian ihrom ingkang pethak, mboten benten antawisipun tiyang miskin, tiyang sugih, tiyang pangkat menopo mboten. Sedanten makempal ngetingalaken syi'ar agami Islam, ngetingalaken persatuan ummat Islam sa' ngalam dunyo. Sami setunggal niat nglampahi ibadah hajji, tunduk lan tadlorru' ndherek dhawuhipun Allah. Dene ingkang dereng mampu supados berusaha sa' saget-sagetipun kanthi ningkataken semangat usaha lan do'a supados enggal dipun timbali tindak dhateng Makkah nglampahi hajji lan umroh, ndherek pikantuk kesempatan angsal gelar hajji mabrur ingkang sanget ageng ganjaranipun. Dhawuhipun Kanjeng Nabi Muhammad saw. :
الحجّ المبرور ليس له جزاء إلا الجنة
Artosipun : " Hajji mabrur iku ora ono piwalese kejobo suwarga "
Poro sedherek sedoyo, akhir-akhir niki kito sering mireng bencana wonten negari kito, wonten gempa Cianjur, tuwin Padang ingkang sanget ageng, tanah longsor, banjir, flu burung, flu babi, kecelakaan pesawat terbang, kapal laut, kereta api lan sanes-sanesipun. Sedanten meniko minongko ujian kangge tiyang ingkang sami taqwa lan azab kangge ingkang sami maksiyat. Kanti cobaan kolo wau saget ketingal sinten ingkang imanipun kiat lan sinten ingkang imanipun lemah/tipis.
Dhawuhipun Gusti Allah wonten Surat Al Baqoroh ayat 155 :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Artosipun wallohu a'lamu bimurodihi :
" Yekti Ingsun (Allah) bakal nyoba temen marang siro kabeh songko roso wedi, luwe, kekurangan soko piro-piro bondho, awak lan woh-wohan. Mongko mbebungaho siro (Muhammad) marang wong-wong kang podho sabar."
Kito saget nyonto kesabaranipun poro Nabi, poro ulama' lan auliya'. Kados kesabaranipun Nabi Ibrahim naliko dipun dhawuhi Gusti Allah supados mragat putranipun Isma'il. Wonten Al Qur'an Surat As Shoffat dipun cariyosaken bilih Nabi Ibrohim ngendiko kalih putranipun :
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (102)
Artosipun wallohu a'lam :
"Naliko Ismail wis tekan umur sanggup kanggo nyambut gawe Nabi Ibrohim ngendiko : " He anakku ! sa' temene aku didhawuhi Gusti Allah (liwat ngimpi) supoyo aku nyembeleh seliramu, piye mungguh panemumu?" Ismail matur : " Duh ingkang romo ! Kulo aturi panjenengan nglampahi menopo ingkang dipun dhawuhaken dhumateng panjenengan, insya Allah Panjenengan manggihi kulo kalebet golonganipun tiyang-tiyang ingkang sami sabar. "
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (103) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ (106) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107)
Artosipun wallohu a'lam :
"Mongko nalikane Ibrohim lan Ismail podo pasrah lan Ibrohim wis nuro'ake Ismail ono pilingane, Ingsun (Allah) ndangu karo Ibrohim : " He Ibrohim, Seliramu wis bener-bener nglakoni opo sing wis dihawuhke lewat impen". Mengkono iku Ingsun aweh pinwales marang wong-wong kang podo tumindak becik. Sa'temene mengkono iku cobaan kang nyoto. Lan Ingsun (Allah) gawe tebusan (minongko gantine Ismail) hewan sembelehan kang gedhe".
Awit kesetiaan soho keikhlasan Nabi Ibrohim lan Nabi Ismail, Gusti Allah ngijoli Ismail digantos mendo gibas ingkang ageng saking suwargo kangge korban.
الله اكبر الله اكبر الله اكبر ولله الحمد.
Poro sederek sedoyo, monggo kito mendet hikmah critonipun Nabi Ibrohim lan Ismail. Kito saget instropeksi diri dateng awak kito. Kinten-kinten dumugi ngantos pundi kesediaan kito berkorban dhumateng Allah subhanahu wata'ala. Selajengipun kangge mengeti menopo ingkang sampun dipun lampahi Nabi Ibrohim as.lan Nabi Ismail as., kito dipun sunnahaken mragat hewan saget rupi mendo utawi lembu wonten sa' ba'danipun nglampahi sholat 'iedul adlha tanggal 10 Dzulhijjah soho wonten dinten tasyriq ngantos tanggal 13 Dzulhijjah. Dhawuhipun Kanjeng Nabi Muhammad saw. :
ألا إن الأضحية من الأعمال المنجية تنجى صاحبها من شرّ الدّنيا والآخرة
Artosipun kirang langkung :
" Elingo, sa'temene mragat hewan korban kuwi setengah songko piro-piro amal kang biso nylametake, nyelametake wong kang nglakoni songko olone dunyo lan akherat."
Ningali dhawuh meniko monggo kito sami mragat hewan kurban, langkung-langkung ingkang anggadahi rizqi kathah, sebab hean ingkang kito korbanaken mangke dados tunggangan kito, dados kendaraan kito wonten akherat, wonten wot shirothol mustaqim, kados dhawuhipun Kanjeng Nabi :
عظموا ضحاياكم فإنها على الصرط مطاياكم
" Podo nggedhe'no hewan korban iro kabeh kerono sa'temene hewan kurban mau bakal dadi kendaraan iro kabeh naliko lewat wot shiroth (al mustaqim)"
Poro sederek sedoyo, hewah kurban ingkang saget dipun damel kangge korban meniko kedah rupi unto utawi mendo utawi lembu ingkang sampun powel, ingkang sehat, mboten kuru sanget, ingkang mboten cacat, mboten pincang, mboten kero, mboten penyakiten lan sanes-sanesipun. Mestinipun ingkang paling sae sebab kangge kendaraan kito piyambak wonten akherat.
Sederek sedoyo ingkang dipun mulyaaken Allah. Amal lintunipun ingkang dipun sunnahaken wonten 'idul adha inggih meniko mahos takbiran. Takbiran meniko takbir muqoyyad, maksudipun namung dipun lampahi sa' ba'donipun sholat fardlu kemawon, wekdalipun milahi ba'do Shubuhipun dinten 'Arofah utawi tanggal 9 Dzulhijjah ngantos 'asharipun akhir dinten tasyriq tanggal 13 Dzulhijjah, dene malem 'iedul Adha milahi Maghrib ngantos minggahipun khotib dateng mimbar wekdalipun bebas sedalu ngantos enjing kados ingkang sampun kalampahaken.
. الله اكبر الله اكبر الله اكبر ولله الحمد.
جعلنا الله وإياكم من الحجاج المبرورين ومن المضحّين المخلصين وأدخلنا و إياكم فى زمرة عباده الفائزين المتقين المجا هدين.
بسم الله الرحمن الرحيم
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ (3)
وقل رب اغفر وارحم وأنت خير الرا حمين
"KAMBING TAK ADA, AYAM PUN BISA"
KAMBING TAK ADA, AYAM PUN BISA.
ﻭﺍﻻﺿﺤﻴﺔ ﺳﻨﺔ ﻣﺆﻛﺪﺓ ( ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻜﻔﺎﻳﺔ ﻓﺎﻥ ﺍﺗﻰ ﺑﻬﺎ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻦ ﺍﻫﻞ ﺑﻴﺖ ﻛﻔﻰ ﻋﻦ ﺟﻤﻴﻌﻬﻢ .
Berkurban adalah sunnat mu'akkad kifayah maka bila salah satu dari kelurga melaksanakan akan cukup menutupi sunnah kifayah untuk semuanya .
ﻓَﺘﺢُ ﺍﻟﻮﻫَّﺎﺏ ﺟﺰ 2 ﺹ188
ﺍﻟﺘَّﻀْﺤِﻴَﺔُ ﺳُﻨَّﺔٌ ﻣُﺆَﻛَّﺪَﺓٌ ﻓِﻰ ﺣَﻘِّﻨَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻜِﻔَﺎﻳَﺔِ ﺇِﻥْﺗَﻌَﺪَّﺩَ ﺃَﻫْﻞُ ﺍﻟﺒَﻴْﺖِ ﻭَﺇِﻻَّ ﻓَﺴُﻨّﺔُ ﻋَﻴْﻦٍ
"Berqurban itu adalah sunnat yang dikukuhkan menurut kita (golongan Syafii) apabila jumlah anggota keluarga banyak hukumnya sunnat kifayah, apabila tidak banyak maka sunnat ‘aini (sunnat bagi setiap anggauta keluarga)".
---
Artinya bila satu keluarga lebih dari satu dan salah satu dari mereka melakukan kurban maka tuntutan sunnat bagi selainnya agan gugur, dan bila seluruh keluarga tidak melakukan maka seluruh kelurga menadapatkan makruh, ( mukholifus sunnah ).
Dan bagaimana nasib para orang miskin yang tidak mampu berkurban ?
Ikutilah pendapat Ibnu Abbas yang memperbolehkan Berkurban juga aqiqah dengan ayam atau bebek yang penting mengalirkan darah dihari raya Adha .
ﻭﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺃﻧﻪ ﻳﻜﻔﻰ ﺍﺭﻗﺔ ﺍﻟﺪﻡ ﻭﻟﻮ ﻣﻦ ﺩﺟﺎﺝ ﺃﻭﺃﻭﺯ ﻛﻤﺎﻗﺎﻟﻪ ﺍﻟﻤﻴﺪﺍﻧﻲ ﻭﻛﺎﻥ ﺷﻴﺨﻨﺎ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﺄﻣﺮ ﺍﻟﻔﻘﻴﺮ ﺑﺘﻘﻠﻴﺪﻩ ﻭﻳﻘﻴﺲ ﻋﻠﻰ ﺍﻻﺿﺤﻴﺔ ﺍﻟﻌﻘﻴﻘﺔ ﻭﻳﻘﻮﻝ ﻟﻤﻦ ﻭﻟﺪﻟﻪ ﻣﻮﻟﻮﺩ ﻋﻖ ﺑﺎﻟﺪﻳﻜﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﺬﻫﺐ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ
Dari Ibnu Abbas Ra. Berkurban cukup mengarilkan darah walau dari Ayam atau bebek seperti yang dikatakan imam Al Maidany dan guru saya menyuruh kepada orang orang faqir untuk mengukuti madzhab itu, dan aqiqah dikiyaskan pada kurban. Dan beliau berkata pada orang yang punya anak dilahirkan " ber aqiqalah kamu dengan ayam mengikuti madzhab Ibnu Abbas.
Al baijuri 2/294
ﻭﺍﻻﺿﺤﻴﺔ ﺳﻨﺔ ﻣﺆﻛﺪﺓ ( ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻜﻔﺎﻳﺔ ﻓﺎﻥ ﺍﺗﻰ ﺑﻬﺎ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻦ ﺍﻫﻞ ﺑﻴﺖ ﻛﻔﻰ ﻋﻦ ﺟﻤﻴﻌﻬﻢ .
Berkurban adalah sunnat mu'akkad kifayah maka bila salah satu dari kelurga melaksanakan akan cukup untuk semuanya. --- Artinya bila satu dari keluarga melakukan kurban maka tuntutan sunnat bagi selainnya agan gugur. Dan bila seluruh keluarga tidak melakukan maka seluruh kelurga menadapatkan makruh. ( mukholifus sunnah ) Dan bagaimana nasib para orang miskin yang tidak mampu berkurban ? Ikitilah pendapat Ibnu Abbas yang memperbolehkan Berkurban juga aqiqah dengan ayam atau bebek yang penting mengalirkan darah dihari raya Adha .
ﻭﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺃﻧﻪ ﻳﻜﻔﻰ ﺍﺭﻗﺔ ﺍﻟﺪﻡ ﻭﻟﻮ ﻣﻦ ﺩﺟﺎﺝ ﺃﻭﺃﻭﺯ ﻛﻤﺎﻗﺎﻟﻪ ﺍﻟﻤﻴﺪﺍﻧﻲ ﻭﻛﺎﻥ ﺷﻴﺨﻨﺎ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﺄﻣﺮ ﺍﻟﻔﻘﻴﺮ ﺑﺘﻘﻠﻴﺪﻩ ﻭﻳﻘﻴﺲ ﻋﻠﻰ ﺍﻻﺿﺤﻴﺔ ﺍﻟﻌﻘﻴﻘﺔ ﻭﻳﻘﻮﻝ ﻟﻤﻦ ﻭﻟﺪﻟﻪ ﻣﻮﻟﻮﺩ ﻋﻖ ﺑﺎﻟﺪﻳﻜﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﺬﻫﺐ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ
Dari Ibnu Abbas Ra. Berkurban cukup mengarilkan darah walau dari Ayam atau bebek seperti yang dikatakan imam Al Maidany dan guru saya menyuruh kepada orang orang faqir untuk mengukuti madzhab itu, dan aqiqah dikiyaskan pada kurban. Dan beliau berkata pada orang yang punya anak dilahirkan " berkurban lah kamu dengan ayam mengikuri madzhab Ibnu Abbas. Al baijuri 2/294
KAMBING TAK ADA, AYAM PUN BISA. ﻭﺍﻻﺿﺤﻴﺔ ﺳﻨﺔ ﻣﺆﻛﺪﺓ ( ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻜﻔﺎﻳﺔ ﻓﺎﻥ ﺍﺗﻰ ﺑﻬﺎ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻦ ﺍﻫﻞ ﺑﻴﺖ ﻛﻔﻰ ﻋﻦ ﺟﻤﻴﻌﻬﻢ . Berkurban adalah sunnat mu'akkad kifayah maka bila salah satu dari kelurga melaksanakan akan cukup menutupi sunnah kifayah untuk semuanya . ﻓَﺘﺢُ ﺍﻟﻮﻫَّﺎﺏ ﺟﺰ 2 ﺹ188 ﺍﻟﺘَّﻀْﺤِﻴَﺔُ ﺳُﻨَّﺔٌ ﻣُﺆَﻛَّﺪَﺓٌ ﻓِﻰ ﺣَﻘِّﻨَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻜِﻔَﺎﻳَﺔِ ﺇِﻥْﺗَﻌَﺪَّﺩَ ﺃَﻫْﻞُ ﺍﻟﺒَﻴْﺖِ ﻭَﺇِﻻَّ ﻓَﺴُﻨّﺔُ ﻋَﻴْﻦٍ "Berqurban itu adalah sunnat yang dikukuhkan menurut kita (golongan Syafii) apabila jumlah anggota keluarga banyak hukumnya sunnat kifayah, apabila tidak banyak maka sunnat ‘aini (sunnat bagi setiap anggauta keluarga)". --- Artinya bila satu keluarga lebih dari satu dan salah satu dari mereka melakukan kurban maka tuntutan sunnat bagi selainnya agan gugur, dan bila seluruh keluarga tidak melakukan maka seluruh kelurga menadapatkan makruh, ( mukholifus sunnah ). Dan bagaimana nasib para orang miskin yang tidak mampu berkurban ? Ikutilah pendapat Ibnu Abbas yang memperbolehkan Berkurban juga aqiqah dengan ayam atau bebek yang penting mengalirkan darah dihari raya Adha . ﻭﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺃﻧﻪ ﻳﻜﻔﻰ ﺍﺭﻗﺔ ﺍﻟﺪﻡ ﻭﻟﻮ ﻣﻦ ﺩﺟﺎﺝ ﺃﻭﺃﻭﺯ ﻛﻤﺎﻗﺎﻟﻪ ﺍﻟﻤﻴﺪﺍﻧﻲ ﻭﻛﺎﻥ ﺷﻴﺨﻨﺎ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﺄﻣﺮ ﺍﻟﻔﻘﻴﺮ ﺑﺘﻘﻠﻴﺪﻩ ﻭﻳﻘﻴﺲ ﻋﻠﻰ ﺍﻻﺿﺤﻴﺔ ﺍﻟﻌﻘﻴﻘﺔ ﻭﻳﻘﻮﻝ ﻟﻤﻦ ﻭﻟﺪﻟﻪ ﻣﻮﻟﻮﺩ ﻋﻖ ﺑﺎﻟﺪﻳﻜﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﺬﻫﺐ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ Dari Ibnu Abbas Ra. Berkurban cukup mengarilkan darah walau dari Ayam atau bebek seperti yang dikatakan imam Al Maidany dan guru saya menyuruh kepada orang orang faqir untuk mengukuti madzhab itu, dan aqiqah dikiyaskan pada kurban. Dan beliau berkata pada orang yang punya anak dilahirkan " ber aqiqalah kamu dengan ayam mengikuti madzhab Ibnu Abbas. Al baijuri 2/294 ﻭﺍﻻﺿﺤﻴﺔ ﺳﻨﺔ ﻣﺆﻛﺪﺓ ( ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻜﻔﺎﻳﺔ ﻓﺎﻥ ﺍﺗﻰ ﺑﻬﺎ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻦ ﺍﻫﻞ ﺑﻴﺖ ﻛﻔﻰ ﻋﻦ ﺟﻤﻴﻌﻬﻢ . Berkurban adalah sunnat mu'akkad kifayah maka bila salah satu dari kelurga melaksanakan akan cukup untuk semuanya. --- Artinya bila satu dari keluarga melakukan kurban maka tuntutan sunnat bagi selainnya agan gugur. Dan bila seluruh keluarga tidak melakukan maka seluruh kelurga menadapatkan makruh. ( mukholifus sunnah ) Dan bagaimana nasib para orang miskin yang tidak mampu berkurban ? Ikitilah pendapat Ibnu Abbas yang memperbolehkan Berkurban juga aqiqah dengan ayam atau bebek yang penting mengalirkan darah dihari raya Adha . ﻭﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺃﻧﻪ ﻳﻜﻔﻰ ﺍﺭﻗﺔ ﺍﻟﺪﻡ ﻭﻟﻮ ﻣﻦ ﺩﺟﺎﺝ ﺃﻭﺃﻭﺯ ﻛﻤﺎﻗﺎﻟﻪ ﺍﻟﻤﻴﺪﺍﻧﻲ ﻭﻛﺎﻥ ﺷﻴﺨﻨﺎ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﺄﻣﺮ ﺍﻟﻔﻘﻴﺮ ﺑﺘﻘﻠﻴﺪﻩ ﻭﻳﻘﻴﺲ ﻋﻠﻰ ﺍﻻﺿﺤﻴﺔ ﺍﻟﻌﻘﻴﻘﺔ ﻭﻳﻘﻮﻝ ﻟﻤﻦ ﻭﻟﺪﻟﻪ ﻣﻮﻟﻮﺩ ﻋﻖ ﺑﺎﻟﺪﻳﻜﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﺬﻫﺐ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ Dari Ibnu Abbas Ra. Berkurban cukup mengarilkan darah walau dari Ayam atau bebek seperti yang dikatakan imam Al Maidany dan guru saya menyuruh kepada orang orang faqir untuk mengukuti madzhab itu, dan aqiqah dikiyaskan pada kurban. Dan beliau berkata pada orang yang punya anak dilahirkan " berkurban lah kamu dengan ayam mengikuri madzhab Ibnu Abbas. Al baijuri 2/294
ﻭﺍﻻﺿﺤﻴﺔ ﺳﻨﺔ ﻣﺆﻛﺪﺓ ( ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻜﻔﺎﻳﺔ ﻓﺎﻥ ﺍﺗﻰ ﺑﻬﺎ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻦ ﺍﻫﻞ ﺑﻴﺖ ﻛﻔﻰ ﻋﻦ ﺟﻤﻴﻌﻬﻢ .
Berkurban adalah sunnat mu'akkad kifayah maka bila salah satu dari kelurga melaksanakan akan cukup menutupi sunnah kifayah untuk semuanya .
ﻓَﺘﺢُ ﺍﻟﻮﻫَّﺎﺏ ﺟﺰ 2 ﺹ188
ﺍﻟﺘَّﻀْﺤِﻴَﺔُ ﺳُﻨَّﺔٌ ﻣُﺆَﻛَّﺪَﺓٌ ﻓِﻰ ﺣَﻘِّﻨَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻜِﻔَﺎﻳَﺔِ ﺇِﻥْﺗَﻌَﺪَّﺩَ ﺃَﻫْﻞُ ﺍﻟﺒَﻴْﺖِ ﻭَﺇِﻻَّ ﻓَﺴُﻨّﺔُ ﻋَﻴْﻦٍ
"Berqurban itu adalah sunnat yang dikukuhkan menurut kita (golongan Syafii) apabila jumlah anggota keluarga banyak hukumnya sunnat kifayah, apabila tidak banyak maka sunnat ‘aini (sunnat bagi setiap anggauta keluarga)".
---
Artinya bila satu keluarga lebih dari satu dan salah satu dari mereka melakukan kurban maka tuntutan sunnat bagi selainnya agan gugur, dan bila seluruh keluarga tidak melakukan maka seluruh kelurga menadapatkan makruh, ( mukholifus sunnah ).
Dan bagaimana nasib para orang miskin yang tidak mampu berkurban ?
Ikutilah pendapat Ibnu Abbas yang memperbolehkan Berkurban juga aqiqah dengan ayam atau bebek yang penting mengalirkan darah dihari raya Adha .
ﻭﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺃﻧﻪ ﻳﻜﻔﻰ ﺍﺭﻗﺔ ﺍﻟﺪﻡ ﻭﻟﻮ ﻣﻦ ﺩﺟﺎﺝ ﺃﻭﺃﻭﺯ ﻛﻤﺎﻗﺎﻟﻪ ﺍﻟﻤﻴﺪﺍﻧﻲ ﻭﻛﺎﻥ ﺷﻴﺨﻨﺎ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﺄﻣﺮ ﺍﻟﻔﻘﻴﺮ ﺑﺘﻘﻠﻴﺪﻩ ﻭﻳﻘﻴﺲ ﻋﻠﻰ ﺍﻻﺿﺤﻴﺔ ﺍﻟﻌﻘﻴﻘﺔ ﻭﻳﻘﻮﻝ ﻟﻤﻦ ﻭﻟﺪﻟﻪ ﻣﻮﻟﻮﺩ ﻋﻖ ﺑﺎﻟﺪﻳﻜﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﺬﻫﺐ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ
Dari Ibnu Abbas Ra. Berkurban cukup mengarilkan darah walau dari Ayam atau bebek seperti yang dikatakan imam Al Maidany dan guru saya menyuruh kepada orang orang faqir untuk mengukuti madzhab itu, dan aqiqah dikiyaskan pada kurban. Dan beliau berkata pada orang yang punya anak dilahirkan " ber aqiqalah kamu dengan ayam mengikuti madzhab Ibnu Abbas.
Al baijuri 2/294
ﻭﺍﻻﺿﺤﻴﺔ ﺳﻨﺔ ﻣﺆﻛﺪﺓ ( ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻜﻔﺎﻳﺔ ﻓﺎﻥ ﺍﺗﻰ ﺑﻬﺎ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻦ ﺍﻫﻞ ﺑﻴﺖ ﻛﻔﻰ ﻋﻦ ﺟﻤﻴﻌﻬﻢ .
Berkurban adalah sunnat mu'akkad kifayah maka bila salah satu dari kelurga melaksanakan akan cukup untuk semuanya. --- Artinya bila satu dari keluarga melakukan kurban maka tuntutan sunnat bagi selainnya agan gugur. Dan bila seluruh keluarga tidak melakukan maka seluruh kelurga menadapatkan makruh. ( mukholifus sunnah ) Dan bagaimana nasib para orang miskin yang tidak mampu berkurban ? Ikitilah pendapat Ibnu Abbas yang memperbolehkan Berkurban juga aqiqah dengan ayam atau bebek yang penting mengalirkan darah dihari raya Adha .
ﻭﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺃﻧﻪ ﻳﻜﻔﻰ ﺍﺭﻗﺔ ﺍﻟﺪﻡ ﻭﻟﻮ ﻣﻦ ﺩﺟﺎﺝ ﺃﻭﺃﻭﺯ ﻛﻤﺎﻗﺎﻟﻪ ﺍﻟﻤﻴﺪﺍﻧﻲ ﻭﻛﺎﻥ ﺷﻴﺨﻨﺎ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﺄﻣﺮ ﺍﻟﻔﻘﻴﺮ ﺑﺘﻘﻠﻴﺪﻩ ﻭﻳﻘﻴﺲ ﻋﻠﻰ ﺍﻻﺿﺤﻴﺔ ﺍﻟﻌﻘﻴﻘﺔ ﻭﻳﻘﻮﻝ ﻟﻤﻦ ﻭﻟﺪﻟﻪ ﻣﻮﻟﻮﺩ ﻋﻖ ﺑﺎﻟﺪﻳﻜﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﺬﻫﺐ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ
Dari Ibnu Abbas Ra. Berkurban cukup mengarilkan darah walau dari Ayam atau bebek seperti yang dikatakan imam Al Maidany dan guru saya menyuruh kepada orang orang faqir untuk mengukuti madzhab itu, dan aqiqah dikiyaskan pada kurban. Dan beliau berkata pada orang yang punya anak dilahirkan " berkurban lah kamu dengan ayam mengikuri madzhab Ibnu Abbas. Al baijuri 2/294
KAMBING TAK ADA, AYAM PUN BISA. ﻭﺍﻻﺿﺤﻴﺔ ﺳﻨﺔ ﻣﺆﻛﺪﺓ ( ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻜﻔﺎﻳﺔ ﻓﺎﻥ ﺍﺗﻰ ﺑﻬﺎ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻦ ﺍﻫﻞ ﺑﻴﺖ ﻛﻔﻰ ﻋﻦ ﺟﻤﻴﻌﻬﻢ . Berkurban adalah sunnat mu'akkad kifayah maka bila salah satu dari kelurga melaksanakan akan cukup menutupi sunnah kifayah untuk semuanya . ﻓَﺘﺢُ ﺍﻟﻮﻫَّﺎﺏ ﺟﺰ 2 ﺹ188 ﺍﻟﺘَّﻀْﺤِﻴَﺔُ ﺳُﻨَّﺔٌ ﻣُﺆَﻛَّﺪَﺓٌ ﻓِﻰ ﺣَﻘِّﻨَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻜِﻔَﺎﻳَﺔِ ﺇِﻥْﺗَﻌَﺪَّﺩَ ﺃَﻫْﻞُ ﺍﻟﺒَﻴْﺖِ ﻭَﺇِﻻَّ ﻓَﺴُﻨّﺔُ ﻋَﻴْﻦٍ "Berqurban itu adalah sunnat yang dikukuhkan menurut kita (golongan Syafii) apabila jumlah anggota keluarga banyak hukumnya sunnat kifayah, apabila tidak banyak maka sunnat ‘aini (sunnat bagi setiap anggauta keluarga)". --- Artinya bila satu keluarga lebih dari satu dan salah satu dari mereka melakukan kurban maka tuntutan sunnat bagi selainnya agan gugur, dan bila seluruh keluarga tidak melakukan maka seluruh kelurga menadapatkan makruh, ( mukholifus sunnah ). Dan bagaimana nasib para orang miskin yang tidak mampu berkurban ? Ikutilah pendapat Ibnu Abbas yang memperbolehkan Berkurban juga aqiqah dengan ayam atau bebek yang penting mengalirkan darah dihari raya Adha . ﻭﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺃﻧﻪ ﻳﻜﻔﻰ ﺍﺭﻗﺔ ﺍﻟﺪﻡ ﻭﻟﻮ ﻣﻦ ﺩﺟﺎﺝ ﺃﻭﺃﻭﺯ ﻛﻤﺎﻗﺎﻟﻪ ﺍﻟﻤﻴﺪﺍﻧﻲ ﻭﻛﺎﻥ ﺷﻴﺨﻨﺎ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﺄﻣﺮ ﺍﻟﻔﻘﻴﺮ ﺑﺘﻘﻠﻴﺪﻩ ﻭﻳﻘﻴﺲ ﻋﻠﻰ ﺍﻻﺿﺤﻴﺔ ﺍﻟﻌﻘﻴﻘﺔ ﻭﻳﻘﻮﻝ ﻟﻤﻦ ﻭﻟﺪﻟﻪ ﻣﻮﻟﻮﺩ ﻋﻖ ﺑﺎﻟﺪﻳﻜﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﺬﻫﺐ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ Dari Ibnu Abbas Ra. Berkurban cukup mengarilkan darah walau dari Ayam atau bebek seperti yang dikatakan imam Al Maidany dan guru saya menyuruh kepada orang orang faqir untuk mengukuti madzhab itu, dan aqiqah dikiyaskan pada kurban. Dan beliau berkata pada orang yang punya anak dilahirkan " ber aqiqalah kamu dengan ayam mengikuti madzhab Ibnu Abbas. Al baijuri 2/294 ﻭﺍﻻﺿﺤﻴﺔ ﺳﻨﺔ ﻣﺆﻛﺪﺓ ( ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻜﻔﺎﻳﺔ ﻓﺎﻥ ﺍﺗﻰ ﺑﻬﺎ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻦ ﺍﻫﻞ ﺑﻴﺖ ﻛﻔﻰ ﻋﻦ ﺟﻤﻴﻌﻬﻢ . Berkurban adalah sunnat mu'akkad kifayah maka bila salah satu dari kelurga melaksanakan akan cukup untuk semuanya. --- Artinya bila satu dari keluarga melakukan kurban maka tuntutan sunnat bagi selainnya agan gugur. Dan bila seluruh keluarga tidak melakukan maka seluruh kelurga menadapatkan makruh. ( mukholifus sunnah ) Dan bagaimana nasib para orang miskin yang tidak mampu berkurban ? Ikitilah pendapat Ibnu Abbas yang memperbolehkan Berkurban juga aqiqah dengan ayam atau bebek yang penting mengalirkan darah dihari raya Adha . ﻭﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺃﻧﻪ ﻳﻜﻔﻰ ﺍﺭﻗﺔ ﺍﻟﺪﻡ ﻭﻟﻮ ﻣﻦ ﺩﺟﺎﺝ ﺃﻭﺃﻭﺯ ﻛﻤﺎﻗﺎﻟﻪ ﺍﻟﻤﻴﺪﺍﻧﻲ ﻭﻛﺎﻥ ﺷﻴﺨﻨﺎ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﺄﻣﺮ ﺍﻟﻔﻘﻴﺮ ﺑﺘﻘﻠﻴﺪﻩ ﻭﻳﻘﻴﺲ ﻋﻠﻰ ﺍﻻﺿﺤﻴﺔ ﺍﻟﻌﻘﻴﻘﺔ ﻭﻳﻘﻮﻝ ﻟﻤﻦ ﻭﻟﺪﻟﻪ ﻣﻮﻟﻮﺩ ﻋﻖ ﺑﺎﻟﺪﻳﻜﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﺬﻫﺐ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ Dari Ibnu Abbas Ra. Berkurban cukup mengarilkan darah walau dari Ayam atau bebek seperti yang dikatakan imam Al Maidany dan guru saya menyuruh kepada orang orang faqir untuk mengukuti madzhab itu, dan aqiqah dikiyaskan pada kurban. Dan beliau berkata pada orang yang punya anak dilahirkan " berkurban lah kamu dengan ayam mengikuri madzhab Ibnu Abbas. Al baijuri 2/294
Langganan:
Postingan (Atom)