Halaman

Minggu, 06 Januari 2019

NAMA-NAMA MAKAM AULIYA, ULAMA KAB. TEGAL

NAMA-NAMA MAKAM AULIYA, ULAMA DAN LELUHUR DI KABUPATEN TEGAL YANG PERLU DI ZIARAHI :

Ziarah kubur sudah menjadi perilaku rutin warga nahdliyin. Mereka terbiasa mengunjungi makam orang tua, kerabat, sahabat, kiai, dan makam para wali di tanah air ini. Ganjaran Allah SWT. bagi para peziarah sudah menanti. Betapa tidak? Mereka biasanya mengisi upacara ziarah dengan membaca ayat-ayat Alquran atau rangkaian zikir tahlil dan shalawat. Mereka menerima pahala yang berlipat, untuk ibadah ziarahnya itu sendiri dan rangkaian bacaan yang mereka lafalkan.

Ziyaratul quburi mustahabbatun ‘alal jumlah littazakkuri wal i‘tibar. Waziyaratu quburis shalihin mustahabbatun liajlit tabarruki ma‘al i‘tibar. Ziarah kubur adalah sunah untuk mengingatkan manusia pada kematian dan membaca pertanda di hadapan mereka. Sedangkan menziarahi kubur orang saleh adalah juga sunah untuk membaca pertanda di hadapan mereka dan mengalap berkah. Begitu kata Imam Ghazali dalam Ihya Ulumid Din.

Dengan otomatis, ziarah termasuk ibadah yang sangat dianjurkan. Banyak manfaat yang mereka terima dari ibadah ziarah. Ini bukan ibadah yang berat dan asing mengingat ziarah sudah mengalami tradisi yang panjang dalam sejarah umat Islam di Indonesia.

Inilah Nama-nama Makam Auliya, Ulama dan Leluhur di Kabupaten Tegal yang perlu diziarahi :

1. Al-Habib Muhammad bin Thohir Al-Haddad (Kraton, Kota Tegal)

2. Al Habib Husen bin Muhammad Al-Haddad (Kraton, Kota Tegal)

3. Al-Habib Abdullah bin Ahmad Al-Kaff (Kraton, Kota Tegal)

4. Al-Habib Tholib bin Muhsin Al-Atthos (Bumijawa)

5. Ki Gede Sebayu (Danawarih, Balapulang)

6. Ki Ageng Anggawana (Kalisoka, Dukuhwaru)

7. Pangeran Purbaya/Sayyid Abdul Ghofar (Kalisoka, Dukuhwaru)

8. Mbah Panggung/Sayyid Syarif Abdurrohman (Panggung, Tegal)

9. Mbah Semedo/Syekh Abdurohman (Semedo, Kedungbanteng)

10. Syeh Abdul Fatah/Raden Fatah (Mokaha, Jatinegara)

11. Syekh Armia bin Kyai Kurdi (Cikura, Bojong)

12. Sa’id bin Syekh Armia (Giren, Talang)

13. Sunan Amangkurat I/Raden Mas Sayidin (Pekuncen, Tegal Arum)

14. Mbah Suroponolawen/Sayid Sarif Abdurrohman (Pagiyanten)

15. Syekh Atas Angin/Syekh Muhammad (Pedagangan, Dukuhwaru)

16. Ki Pranantaka/Gendowor (Adiwerna)

17. Isa Mufti, KH. Baidlowi Mufti, Muassis Ponpes Babakan (Makam Komplek Ma’hadutholabah, Babakan)

18. KH. Abdul Jalil (Muasis Ponpes Kalikangkung Pangkah)

19. Mbah Dipoyudo (Mbah Jeneng-Lembasari)

20. Sayid Abdul Halim ( Pangeran Banathawa/ Mbah Banthiu ) kompleks PP. Miftahul Jannah Grobog Kulon Pangkah

21. Al Habib Muksin bin Ahmad Al-Attos Jrumat timur Cerih.

22. Ahmad Jrumat-Cerih

23. Jamil Kranggan Cerih.

24. KH. Abdullah Jamil (Komplek Ponpes Hasyim Asy’ri Karangjati Tarub Kabupaten Tegal)

25. Muhamad bin Mufti Gunung Clirit kali Bakung (Korban penganiayaan Belanda)

26. Al Habib Muhdor Cerih Jrumat timur.

27. Mbah Tarhadi Blanten-Cikura,

28. KH. Imron Ahmadi Pesayangan Talang (Mualif Metode Tilawati)

29. Akhmad Nadhori Ponpes Darul Istiqomah ( Lengkong Bojong )

30. Kyai Abdul Halim Sumbarang

31. Mbah Adipati Bojong

32. Habib Salim bin Muhamad bin Syeh Abu Bakar Sumbarang

33. Abu Ubaidah Giren Talang

34. Ki Ageng Suroprono Cikura

35. Mbah Kendil Wesi Cikura

36. Kurdi Cikura

37. Mbah Ky. Tarmiyah/ Ky. Sepi Angin Padasari

38. Kyai Asmu’i Dukuh Salam Slawi

39. Kyai Imam Dukuh Salam Slawi

40. Makam KH. Toyyib Al-Abror bin KH. Ihsan bin KH. Tsabit bin KH. Abdulloh bin Kyai Lanang bin Syekh Abdurrahman Semedo makam di kedungkelor Warureja

41. Mbah Kramat Bayanulloh (Komplek TPI : Tempat Pelelangan Ikan) Suradadi

42. Mbah Kerti Suradadi

43. KH. Zaenal Arifin (Muasis Khaul Masyayikh Tradisi Desa Suradadi)

44. KH. Abdul Lathif bin H. Mansur

45. Mbah Bojolaksana Bojongsana Suradadi

46. KH. Aminudin bin H. Ibrohim

Imam Turmudzi meriwayatkan satu hadits di mana Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallama bersabda:

قَدْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ القُبُورِ، فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِي زِيَارَةِ قَبْرِ أُمِّهِ، فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الآخِرَةَ

Artinya: “Sungguh dahulu aku melarang kalian untuk berziarah kubur. (Kini) telah diijinkan bagi Muhammad untuk berziarah ke kubur ibunya. Maka berziarah kuburlah kalian, karena sesungguhnya ziarah kubur dapat mengingatkan akan akhirat.”

Dalam riwayat Imam Muslim, Rasul menuturkan:

فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ

Artinya: “Maka berziarah kuburlah kalian, karena sesungguhnya ziarah kubur itu dapat mengingatkan pada kematian.”

Dari hadits di atas bisa diambil beberapa pelajaran di antaranya bahwa pada mulanya ziarah kubur dilarang oleh Rasulullah namun dikemudian hari beliau membolehkan untuk melakukannya. Ziarah kubur—menurut hadits di atas—juga bisa menjadikan pelakunya teringat akan kematian dan kehidupan akhirat, bahwa ia pada saatnya kelak akan mati dan mengalami segala yang ada di alam barzakh dan akhirat.

Niat para peziarah adalah kunci utama dalam melakukan ibadah ini. Dalam segala bentuk ibadah, umat Islam selalu menanamkan dalam hati untuk mendekatkan diri dan meningkatkan takwa kepada Allah.

Terlebih lagi, makam para wali dan orang saleh di Indonesia sangat banyak. Ini sangat memungkinkan sekali bagi mereka untuk mengalap berkah. Sementara, keberkahan sendiri bagi kehidupan nahdliyin adalah nilai yang membekali mereka bukan hanya menghadapi tetapi juga mengatasi segala persoalan kehidupan.

Upaya mendekatkan diri kepada Allah, dan kecintaan mereka kepada para wali dan orang saleh, adalah langkah strategis sehingga Allah memberikan kebaikan dunia dan akhirat bagi mereka. (Penulis : Ahmad)

Sabtu, 31 Desember 2016

SYI'IRAN ALA GUSDUR


Ngawiti ingsun nglaras syiiran

Kerono nuprih ridho pengeran

Tur niat ngluruske pemahaman

Mergo saiki akeh penyesatan



Duh poro konco prio wanito

Ojo sembrono golek tulodho

Akeh menungso kang salah songko

Dikiro ulama jebul dosomuko



Luwes lathine medar ukoro

Ning sejatine mung golek dunyo

Syariat islam malah dinisto

Ajaran nyimpang malah dibelo



Kebujuk marang akeh gelare

Ora merhatekke omongane

Kalimat kufur dibanggaake

"Durung kelase" iku alesane



Jarene kae agomo ra penting

Sing penting apik marang liyane

Opo yo kae wes ra kelingan

Yen mung imane sing nyelametake



Akeh kang ngerti qur'an hadise

Malah mbingungke marang liyane

Kabeh agomo dibenerake

Mergo jarene ra ono bedane



Islam agomo paling sampurno

Ojo muk kiro liyane podo

Mergane Alloh ra bakal ridho

Karo agomo sing liyo liyo



Gusti kanjeng nabi sampun ngendikan

Akeh fitnahan kebak pacoban

Tumrap wong iman ing akhir zaman

Kang hanetepi jejege ajaran



Akeh maceme fitnahan kui

Annti toleransi ngrusak NKRI

Ning sejatine kang ngono kui

Wes peteng ati kebacut dengki



Kalimat tauhid iku harga mati

Kudu dicekeli tumeko pati

Tur den yaqini ing njero ati

Yen sesembahan iku Alloh siji



Marang kanjeng nabi lan poro wali

Ayo wasilah nyuwun ing gusti

Poro masyayikh lan poro kiai

Panutan ummat ayo do ngaji



Ngaluo syafaat nabi Muhammad

Kelawan sregep moco sholawat

Ngagekno tobat ninggal maksiyat

Uripe selamat ndunyo akhirat



Ahlussunnati wal jama'ati

Thoriqunnabi wa ashhabihi

Maktubun fii hadisinnabawy

Maa ana alaihi wa ashaby

Sabtu, 24 Januari 2015

HUKUM MEMPERBESAR ALAT KELAMIN DAN PAYUDARA

As Salamu Alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Wallafu Ana bertanya lagi para se2puh + Jawara DN. Sebenarnya gimana hukumnya jika alat kelamin"laki2" dibesarkan *_*

Salam Ta'dzim dr ana. syukron



Assalamu'alaikum, Wr. Wb.

Terinspirasi pertanyaan minal Habib Hasan Rohimahullah, tentang mempebesar Alat Vital, jadi mau tanya :

Bagaimana hukum Memperbesar Payudara? Boleh kah? Kalo toh boleh, adakah yg tau obatnya? Hehehe...



Jawaban :



Wa'alaikum salam, Wr. Wb.



Sebelum kita bahas lebih lanjut, simak dulu Deskripsi Masalah begini :



Ada mitos bahwa lintah yang jumlahnya empat puluh satu dan dimasukkan ke dalam botol kemudian dikubur dalam tanah selama empat puluh satu hari, akan berubah menjadi minyak yang khasiatnya untuk memperbesar Mr. P (dzakar).



Pertanyaan :

Bagaimanakah hukum penggunaan minyak tersebut untuk membesarkan Mr. P?



Abstraksi :

Lintah termasuk spesies binatang melata (hasyarôt) yang tidak berbisa. Kendati ada sebagian hasyarôt yang halal di makan, namun mayoritas ulama mengharamkan hampir semua macam dari spesies ini dengan berdasarkan ayat aL-Qur'ân yang secara implisit memberikan ketentuan halal-haram makanan. "Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk." (QS. aL-A'râf : 157)



Keharaman jenis binatang ini, memberikan konsekuensi mayyitah (bangkai) pada hasyarôt yang telah mati, sehingga dihukumi najis. Dalam satu hadits, Nabi secara tersirat melarang kita berlumur (tadhommukh) najis tanpa ada hajat tertentu. Di sisi lain, program pembesaran Mr. P tersebut termasuk taghyîr kholqillâh (merubah ciptaan Allah) di mana hukum asalnya adalah haram. Namun hukum asal ini akan berubah ketika ada pertimbangan yang bisa ditolerir secara syara'. Di antara pertimbangan syar'i yang memperbolehkan taghyîr kholqillâh berkaitan dengan kasus ini adalah;



-Mu'âsyaroh bi al-ma'rûf, dengan wujud memuaskan isteri di ranjang yang merupakan anjuran syara;

-Taghyîr kholqillâh yang dilarang —menurut satu versi— adalah yang bersifat permanen;

-Berlumuran dengan najis diperbolehkan jika ada hajat.



Memandang program pembesaran Mr. P pada dasarnya tidak merubah bentuk dasar Mr. P, melainkan hanya merubah sifatnya, dan ini secara urf bukan dikatakan taghyîr kholqillâh, maka hukumnya diperbolehkan, lebih-lebih jika ada tujuan untuk menghilangkan aib. Dan bahkan menjadi sunah jika bisa menjadikan hubungan pasutri semakin harmonis. Namun yang perlu diperhatikan, unsur kenajisan minyak lintah tersebut mewajibkan untuk dibasuh.



Referensi :

1.Nail Al-Authar vol. VII hlm. 343

2.Qurroh Al-Ain hlm. 72

3.I'anah Ath-Thalibin vol. I hlm. 89-90 & 81

4.Aun Al-Ma'bud vol XI hlm. 171

5.Jami' Al-Ahkam Al-Qur'an vol. II hlm. 124 & vol. V hlm. 393.



Ibarat :



ﻓﺈﺫا ﻛﺎﻧﺖ ﻋﻤﻠﻴﺔ ﺯﺭاﻋﺔ اﻟﻮﺟﻨﺘﻴﻦ ﺃﻭ ﺗﻌﺎﻃﻲ اﻹﺑﺮ اﻟﻤﺴﻤﻨﺔ ﺗﺘﻢ ﻟﻠﺘﺼﺮﻑ ﻓﻲ ﺑﻌﺾ ﺃﺟﺰاء اﻟﺠﺴﻢ ﺑﺎﻟﺘﻜﺒﻴﺮ ﺃﻭ اﻟﺘﺼﻐﻴﺮ ﻟﻤﺠﺮﺩ ﺗﺤﺴﻴﻦ اﻟﻬﻴﺌﺔ ﺑﺎﺳﺘﺨﺪاﻡ اﻟﺤﻘﻦ اﻟﻤﻜﺒﺮﺓ ﻟﻠﻌﻀﻮ ﺑﺒﺚ ﺑﻌﺾ اﻟﺴﻮاﺋﻞ ﺃﻭ اﻟﺪﻫﻮﻥ ﻓﻲ اﻟﻤﻜﺎﻥ اﻟﻤﺮاﺩ ﺗﻐﻴﻴﺮﻩ ﺑﺤﻴﺚ ﻳﻜﺒﺮ ﺣﺠﻢ ﺫﻟﻚ اﻟﺠﺰء ﺑﺴﺒﺐ ﺟﺮﻡ ﻫﺬﻩ اﻟﺴﻮاﺋﻞ ﺃﻭ اﻟﺪﻫﻮﻥ، ﻓﺈﻥ ﺫﻟﻚ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ، ﻷﻧﻪ ﻣﻦ ﺗﻐﻴﻴﺮ ﺧﻠﻖ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ، ﻭﻛﺬﻟﻚ ﺯﺭﻉ ﺑﻌﺾ اﻟﻤﻮاﺩ ﻓﻲ اﻟﻌﻀﻮ اﻟﻤﺮاﺩ ﺗﻐﻴﻴﺮﻩ، ﺳﻮاء ﻛﺎﻥ اﻟﻤﺰﺭﻭﻉ ﻋﻀﻮا ﻣﻦ ﺇﻧﺴﺎﻥ ﺃﻭ ﺣﻴﻮاﻥ، ﺃﻭ ﻛﺎﻥ ﻗﻄﻌﺎ ﻣﻦ اﻟﺴﻴﻠﻴﻜﻮﻥ ﻭﻧﺤﻮﻩ، ﻷﻥ اﻟﻤﻌﻨﻰ اﻟﻤﻨﻬﻲ ﻋﻨﻪ ﺣﺎﺻﻞ ﻓﻲ اﻟﺤﺎﻟﺘﻴﻦ ﻭﻫﻮ ﺗﻐﻴﻴﺮ اﻟﺨﻠﻘﺔ. ﺃﻣﺎ ﺇﺫا ﻛﺎﻧﺖ ﻫﺬﻩ اﻟﻌﻤﻠﻴﺎﺕ ﺗﺘﻢ ﻹﺯاﻟﺔ اﻟﺘﺸﻮﻫﺎﺕ ﺃﻭ ﻻﺳﺘﻜﻤﺎﻝ اﻟﻌﻀﻮ ﻭﻇﺎﺋﻔﻪ اﻟﻄﺒﻴﻌﻴﺔ ﻓﻼ ﻣﺎﻧﻊ ﻣﻨﻬﺎ، ﻭﺭاﺟﻌﻲ اﻟﻔﺘﻮﻯ ﺭﻗﻢ: 37972، ﻭاﻟﻔﺘﻮﻯ ﺭﻗﻢ: 1509، ﻭاﻟﻔﺘﻮﻯ ﺭﻗﻢ: 3862. ﺃﻣﺎ ﺇﺫا ﻛﺎﻧﺖ ﻋﻤﻠﻴﺔ ﺗﻜﺒﻴﺮ اﻟﻌﻀﻮ (ﺗﺴﻤﻴﻨﻪ) ﺗﺘﻢ ﻋﻦ ﻃﺮﻳﻖ اﻹﺑﺮ اﻟﻤﻐﺬﻳﺔ ﺃﻭ اﻟﻤﺤﺘﻮﻳﺔ ﻋﻠﻰ اﻟﻔﻴﺘﺎﻣﻴﻨﺎﺕ ﺩﻭﻥ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻟﻬﺎ ﺟﺮﻡ ﻳﻜﺒﺮ اﻟﻌﻀﻮ ﻣﺒﺎﺷﺮﺓ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻳﺤﺼﻞ ﻟﻪ ﺫﻟﻚ ﺑﺴﺒﺐ اﻟﻨﻤﻮ اﻟﻄﺒﻴﻌﻲ اﻟﺤﺎﺻﻞ ﺑﺴﺒﺐ اﻟﻤﻐﺬﻳﺎﺕ ﻓﻼ ﻣﺎﻧﻊ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ، ﻷﻧﻪ ﻻ ﺗﻐﻴﻴﺮ ﻓﻴﻪ ﻟﻠﺨﻠﻘﺔ، ﻭﻧﻨﺒﻪ ﺇﻟﻰ ﺃﻧﻪ ﻓﻲ اﻟﺤﺎﻟﺔ اﻟﺘﻲ ﻗﻠﻨﺎ ﻓﻴﻬﺎ ﺑﺎﻟﺠﻮاﺯ ﻳﺤﺮﻡ ﺇﺟﺮاء اﻟﻌﻤﻠﻴﺔ ﺑﻤﺎ ﻳﺘﺮﺗﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﺇﺿﺮاﺭ ﺑﺎﻟﺼﺤﺔ ﺃﻭ اﻟﺒﺪﻥ، ﻭﻳﺘﻢ ﻣﻌﺮﻓﺔ ﺫﻟﻚ ﻋﻦ ﻃﺮﻳﻖ اﻟﻤﺘﺨﺼﺼﻴﻦ، ﻟﻘﻮﻝ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ﻻ ﺿﺮﺭ ﻭﻻ ﺿﺮاﺭ. ﺭﻭاﻩ ﺃﺣﻤﺪ ﻭﻏﻴﺮﻩ، ﻭﻫﻮ ﺣﺪﻳﺚ ﺻﺤﻴﺢ. ﻭاﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ



ﻳﺴﺘﺜﻨﻰ ﻣﻦ ﺗﺤﺮﻳﻢ اﻟﻨﻤﺺ، ﺇﺯاﻟﺔ ﻣﺎ ﻧﺒﺖ ﻓﻲ ﻭﺟﻪ اﻟﻤﺮﺃﺓ، ﻣﻦ ﻟﺤﻴﺔ، ﻭﺷﺎﺭﺏ، ﻓﻼ ﻳﺤﺮﻡ ﺇﺯاﻟﺘﻬﻤﺎ، ﺑﻞ ﻳﺴﺘﺤﺐ، ﻷﻥ اﻟﻨﻬﻲ ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﻟﻤﺎ ﻓﻲ اﻟﺤﻮاﺟﺐ، ﻭﻣﺎ ﻓﻲ ﺃﻃﺮاﻑ اﻟﻮﺟﻪ. ﻭﻛﺬﻟﻚ ﺇﺫا اﺣﺘﻴﺞ ﺇﻟﻴﻪ ﻟﻌﻼﺝ، ﺃﻭ ﻋﻴﺐ ﻓﻲ اﻟﺴﻦ، ﻓﻼ ﺑﺄﺱ ﺑﻪ، ﻷﻥ اﻟﻤﺤﺮﻡ ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ اﻟﻤﻔﻌﻮﻝ ﻟﻄﻠﺐ اﻟﺤﺴﻦ، ﻭاﻟﺘﺠﻤﻴﻞ، ﻭاﻟﺘﻐﻴﻴﺮ ﻟﺨﻠﻖ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ. ﺣﻜﻤﺔ ﺗﺤﺮﻳﻢ اﻟﻮﺷﻢ ﻭاﻟﻨﻤﺺ ﻭاﻟﺘﻔﻠﻴﺞ: ﻭاﻟﺤﻜﻤﺔ ﻣﻦ ﻫﺬا اﻟﺘﺤﺮﻳﻢ ﻟﻜﻞ ﻣﻦ اﻟﻮﺷﻢ، ﻭاﻟﻨﻤﺺ ﻭاﻟﺘﻔﻠﻴﺞ، ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻲ ﻣﺎ ﺟﺎء ﻣﺼﺮﺣﺎ ﺑﻪ ﻓﻲ اﻟﺤﺪﻳﺚ اﻟﺴﺎﺑﻖ، ﻭﻫﻮ ﺗﻐﻴﻴﺮ ﺧﻠﻖ اﻟﻠﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ، ﻭﻷﻧﻪ ﺗﺰﻭﻳﺮ، ﻭﺗﺪﻟﻴﺲ، ﻭﺇﺑﻬﺎﻡ ﺑﻐﻴﺮ ﻣﺎ ﻋﻠﻴﻪ اﻷﻣﺮ ﻓﻲ ﻭاﻗﻊ اﻟﺤﺎﻝ



Statmen Prof Dr Yusuf Qordhowi sebagai ulama muta'akhir dalam muqodimmah nya saya garis bawahi pada point ini :



ﺍﻷﺻﻞ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﺷﻴﺎﺀ ﺍﻟﻤﻨﻊ ﺣﻘﻴﻘﺔ، ﻷﻧﻪ ﺳﻴﺪﺧﻞ ﻓﻲ ﺗﻐﻴﻴﺮ ﺧﻠﻖ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻫﺬﺍ ﻣﻤﻨﻮﻉ ﺃﺳﺎﺳﺎ، ﻭﻟﻜﻦ ﻳﺴﺘﺜﻨﻰ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﻣﺎ ﺫﻛﺮﻧﺎ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﻓﻲ ﺣﺎﻟﺔ ﺗﺴﺒﺐ ﻟﻪ ﺁﻻﻣﺎ ﻧﻔﺴﻴﺔ ﺃﻭ ﺃﺿﺮﺍﺭﺍ ﺍﺟﺘﻤﺎﻋﻴﺔ ﻻ ﻳﺤﺘﻤﻠﻬﺎ،



Terjemahan bebas nya lbh kurang :



Bahwa asalnya dalam kondisi ini ( operasi payudara ) adalah dilarang secara hakikat nya karena termasuk merubah bentuk penciptaan, termasuk dilarang secara asas2 agama ttg perubahan penciptaan.



Namun kondisi ini dapat menjadi suatu pengecualian saat moment tertentu bhwa pada diri seorang tersebut didapati kondisi fisik yg dlarurot. "



fatwa.islamweb.net/Fatwa/index.php?page=showfatwa...



Fatwa Qardhawi tentang Operasi Plastik halal atau haram? Adakah alasan yang membolehkannya? Apa alasan yang mengharamkannya? Bagaimana dengan perbaikan anggota tubuh tanpa melalui bedah plastik seperti pemakaian nose up clipper untuk memancungkan hidung yang pesek? Apakah haram atau halal?



القرضاوي

في البداية أحي أن أعطي فكرة عن النظرة الإسلامية لموضوع الجمال والتجميل، الإسلام له فلسفة في هذه القضية، الإسلام لا يرفض الجمال ولا التجميل، بالعكس من قرأ القرآن والسنة الإسلامية يجد أن الإسلام يحرص على أن يغرس في نفس المسلم الشعور بالجمال، وأن الكون كله مبني على الجمال (الذي أحسن كل شيء خلقه) صنع الله الذي أتقن كل شيء، حتى في السماء (زيناها للناظرين) الأرض (أنبتنا به حدائق ذات بهجة) حتى الحيوان (ولكم فيها جمال حين تريحون وحين تسرحون)، الإنسان (لقد خلقنا الإنسان في أحسن تقويم) (خلقك فسواك فعدلك) هذا كله ليغرس الجانب الجمالي في نفس الإنسان المسلم، ولما قال النبي صلى الله عليه وسلم "لا يدخل الجنة من كان في قلبه مثقال ذرة من كبر، قال أحد الصحابة: يا رسول الله، إني رجل أولعت بالجمال في كل شيء ما أحب أحد أن يفوقني بشراك نعل، أحب أن يكون ثوبي حسناً ونعلي حسناً أفهذا من الكبر؟



فقال صلى الله عليه وسلم: "إن الله جميل يحب الجمال ولكن الكبر بطر الحق وغمت الناس" أن تحتقر الناس أو ترد الحق استخفافاً به، ومن أجل هذا نجد كلمة الزينة متكررة في القرآن (قل من حرم زينة الله التي أخرج لعباده والطيبات من الرزق) الزينة وهي التجمل، والإسلام يحث الإنسان على أن يتجمل في حياته كلها، وأن يظهر بالمظهر الحسن أمام الناس، وخصوصاً النساء، فالإسلام أباح للمرأة بعض ما حرمه على الرجل، فلم يبح للرجل أن يتحلى بالذهب أو يلبس الحرير الطبيعي ـ للخشونة ـ أباح ذلك للمرأة لأنه عرف فطرة المرأة وحبها للتزيّن والتجمل، فكان التشريع الإسلامي متمشياً مع الفطرة في هذا، ومن هنا الإسلام لا يمنع الناس أن يتجملوا، إنما يمنع الناس أن يتجملوا بما لا يجوز لهم، أن يسرفوا في هذا الأمر، والإسراف هو المشكلة، أن الناس تبالغ في الأمر، وكل شيء بولغ فيه وزاد عن حده انعكس إلى ضده، حتى الإسلام إذا بالغ الإنسان في العبادة يقال له قف، إن لبدنك عليك حقاً وإن لعينك عليك حقاً وإن لأهلك عليك حقاً، وإن لزوجك عليك حقاً، المبالغة تفسد الأشياء، أيضا وضع حدوداً وضوابط، فنجد الحديث النبوي جاء عن عدد من الصحابة عن الرسول صلى الله عليه وسلم أنه لعن الواشمة والمستوشمة، ولعن النامصة والمتنمصة، والواصلة والمستوصلة والمتفلجات للحسن المغيرات خلق الله، الواشمة والمستوشمة هذا نوع من جراحات التجميل البدائية التي كان يقوم بها الناس قديماً، لأني رأيت الناس وهم يعملون بهذه الإبر والإنسان يتعذب ويتألم ليرسم على جلده، هذه أشياء الناس تتعذب بها وتتألم ولم يكونوا في حاجة إلى هذا، وأنا رأيت الناس في صغري من أبناء بلدتي وهم يفعلون هذه الأشياء،



وحمدت الله أنني لم أقع في مثل ما وقعوا فيه، فأنا أعرف واحداً رسم عصافير على جانبي رأسه، وبعد أن كبر وتعلم أحرج منها لأنه يسود قول "شايفني داقق عصافير" فأصبحت تهمة ووصمة، فهذا نوع مما لعن النبي صلى الله عليه وسلم فاعله لما فيه من تغيير خلق الله سبحانه، والنمص واحدة تزيل شعر الحاجب أو ترققه، فلماذا؟ الله سبحانه خلقها بحاجب فلماذا تزيله أو ترققه؟ لابد أن نعرف ما هو الجمال، لأن بعض الناس تبالغ فيه وتصنع بنفسها جمالاً موهوماً، ما الذي يجعل المرأة تعمل هذا العمل؟ الجمال هو الفطرة، فهل رأيت واحدة جميلة جداً حاجبها عبارة عن خط رفيع؟!! فهل الموضوع يترك لأهواء الناس؟ (ولو اتبع الحق أهواءهم لفسدت السموات والأرض ومن فيهن) فكان مثلاً يقال لك الشعر الناعم (السايح) هو الجميل، الآن هناك موضة الشعر المجعد (المنكوش)، الشفة فالناس كانت تمدح المرأة بالشفة الرقيقة، أصبح الآن يريدون الشفاه الغليظة، ويجرون عمليات جراحية من أجل هذا؟ لذلك من هنا جاء النبي صلى الله عليه وسلم ولعن الواشمة والمستوشمة والنامصة والمتنمصة، ولعن المتفلجات للحسن المغيرات خلق الله. فالعرب كانوا يمدحون المرأة بالفلج، أي بين أسنانها فرجة، فواحدة مخلوقة فلجاء خلقة، وأخرى ليست كذلك وتريد أن تكون فلجاء صُنعة فتمسك المبرد وتفرج بين أسنانها الأمامية،



فالنبي صلى الله عليه وسلم لعن هذا، فهذا يعطينا مؤشرات على أن ليس كل تجميل مباحاً، أو مشروعاَ، إنما التجميل المشروع هو التجميل الذي يعالج مشكلة، كما أشار الدكتور أحمد، فنصلح مثلاً الوظيفة، أو نزيل شيئاً ونعيد الأمر إلى الطبيعة، إلى الفطرة، ليس هناك أفضل من الفطرة التي فطر الله الناس عليها، فالإنسان فطرته لا يولد مشقوق الشفة، فإذا كان هذا فبعملية التجميل هنا نرجعه إلى سواء الفطرة، الإنسان الأصل له خمس أصابع، فلو ظهرت له إصبع زائدة، هنا تأتي الجراحة لتجعل الإنسان ليكون على الفطرة المعتادة، أن يكون له خمس أصابع، وإن كان بعض الفقهاء قال إن خُلق به يبقى، ولكن البعض قال الشيء الزائد يزال، حتى بعض الفقهاء الذين شددوا وقالوا إذا خلق بشيء زائد يبقى به حتى لا يغّير به خلق الله، قالوا إلا كان يتألم منه، وهم طبعاً ما كانوا ينظرون إلى الألم النفسي، إنما نحن في عصرنا نرى أن الألم النفسي أحياناً قد يكون أشد من الألم الجسدي وقد قرأنا منذ فترة قريبة أن أحد التلاميذ في أمريكا أخذ مسدساً وذهب لفصله وقتل عدد من زملائه لأنهم كانوا يسخرون منه ويضحكون عليه، فتراكمت هذه التفاعلات في نفسه حتى أدت إلى هذه العملية، القتل!! الألم النفسي قد يكون أشد من الألم الجسدي ويظل مخزونا إلى أن يظهر في مثل هذه الأعمال، إذا كان الإنسان عنده عضو معين خارج عن العادة، واحدة أنفها كبير ومسبب لها مشكلة، وأحياناً قد يتسبب أن تظل في البيت ولا تظهر منه، أو مثلما ذكر الدكتور أنها رفضت الزواج لأنه قد تهيأ لها أنها غير مقبولة اجتماعياً وغير مقبولة عند الزوج، وهي واهمة ربما، وإنما تقول أن هذه أيضاً آلام ينبغي أن تدخل في الحساب، لذلك أنا أقول أن العمليات إذا كان يقصد بها العلاج، سواء كان العلاج جسدياً أو نفسياً فهي جائزة.



عمليات شفط الدهون وهذه الأشياء ليست للشكل فقط، لأن هذه الأشياء أيضاً عبء على الإنسان، فهو متعلق بصحة الإنسان، فهو عبء على المفاصل وعلى الحركة ويتسبب في أضرار وآلام، فهو من ناحية يحسن الشكل ومن ناحية يحسن الوظيفة كما أشار الدكتور، بعض الناس حتى ربما ليس دخل في هذا، فلديه خلل في الغدد فيسمن، وبعض الناس تأتيه السمنة وإن كان لا يفرط في الأكل، ولكن لأنه قليل الحركة، طبيعة عمله كالناس الذين يعيشون على المكاتب، فلا مانع أن يعالج هذا الأمر بهذه الصورة وبهذه النية.



MENGOBATI PENYAKIT OBESITAS DENGAN SEDOT LEMAK



لا يجوز للإنسان أن يزيل الضرر بضرر مثله أو بأكبر منه فمن القواعد الشرعية أنه لا يجوز إزالة الضرر بالضرر، وفسرها الفقهاء بأنه لا يجوز أن يزيل ضرراً بضرر مماثل، أو بضرر أكبر منه، أو أن يزيل ضرر الآن بضرر متوقع بعد ذلك، هذا لا يجوز شرعاً لابد للإنسان أن يوازن بين ما يكسبه وبين ما يخسره، بين المصلحة التي يحققها والمفاسد الناتجة عنه، أنا أريد أن أقول هنا لو أن الناس التزموا بآداب الشرع وأحكامه في آداب الأكل والشرب، والصلاة والحركة والصيام، ما وصلوا للسمنة المفرطة هذه، حتى ورد في بعض الأحاديث في ذم بعض الأزمنة، قال ويظهر فيهم السمن، الأزمنة التي كان فيها الصحابة والتابعين كان فيها الالتزام والتقشف والخشونة في الحياة والجهاد مستمر، والتزام الصلاة، الإنسان يقوم الفجر ليصلي ويقوم في الليل وفي رمضان يصوم، ويصوم أيام في الأسبوع أو الشهر أو السنة، كل هذه تساعد على خفة الوزن، لكن نحن للأسف الآن حتى في الصيام، فالمفروض أن الصيام يساعد الإنسان على أن يخفف من وزنه، شهر رمضان من أكثر الشهور التي يأكل الإنسان فيها فيزدادون وزناً ويزدادون نفقات في رمضان عن غيره، فلو أحسنا امتثال أوامر الله والابتعاد عن ما نهى الله عنه فلوجدنا آثار ذلك.



OPERASI PERUBAHAN JENIS KELAMIN



هذا لا يحتاج لنص قرآني، الذكورة والأنوثة يعرفها الناس بالفطرة، فلا يحتاج أن أقول أن الرجل هو كذا، فالأمر معروف ما هو الذكر وما هي المرأة، ما هو الذكر وما هي الأنثى، معروف هذا في الإنسان وفي الحيوان، وعندما يقول الله تعالى (وللرجال نصيب مما اكتسبوا وللنساء نصيب مما اكتسبن) لا يعرفون من هم الرجال، ومن هن النساء، وعندما يقول (يوصيكم الله في أولادكم للذكر مثل حظ الأنثيين) لا يعرفون أن لهذا الرجل أولاد إناث وأولاد ذكور، نعرفهم بماذا؟



نحن لا نحتاج نص هذا معروف بالفطرة، عندما يقول النبي صلى الله عليه وسلم "لا يخلون رجل بامرأة" فهل عندما نرى اثنين نقول أيهما الرجل وأيهما المرأة؟!! الناس بالفطرة تعرف الرجل من المرأة، إن كان هناك بعض الناس كما أشار الدكتور أحمد، فيه صفات ذكريه مختفية وهو في الظاهر أنثى أو بالعكس، هذه أحوال نادرة لا يبنى عليها حكم، فالتشريع دائماً يبنى على الأعم والأغلب لا يبنى على الشواذ، عمر ما كانت التشريعات تبنى على الأمور الشاذة، إنما تبنى على الأمور العامة، الأمور الشاذة لها معالجات خاصة تأتي على سبيل الاستثناء، وكما قال الفقهاء ما جاء على سبيل الاستثناء يحفظ ولا يقاس عليه، إنما الذكر والأنثى، فالناس يعرفون الذكر من الأنثى، والخنثى حالة معروفة والنبي عليه الصلاة والسلام لعن المخنثين من الرجال، والمترجلات من النساء، لكن الفقهاء قالوا المخنثون نوعان، هناك مخنث بالفطرة، يعني رجل خلق هكذا، صوته كالنساء، حركاته وكلامه كالنساء، لا يتكلف هذا ولا يفتعل، إنما هو منذ نشأ هذه طبيعته، قال الإمام النووي، مثل هذا لا عقوبة عليه، ولا إثم عليه ولا ذم له ولا عيب لأنه معذور وخلق هكذا، ولكن هناك من يتكلف هذا، يعمل نفسه كأنثى، أو امرأة تريد أن تسترجل، فهذا هو المذموم، الإنسان الأول هذا مغرور وينبغي أن نساعده على العلاج، لأن في الغالب مشكلته نفسية وليست عضوية، وأعتقد أن الطب في عصرنا يستطيع أن يجد وسيلة لعلاج مثل هذه المشكلة وليس علاجه، وبما أنه يحس بهذا فنحوله لأنثى، وهو رجل كامل الأعضاء.



في مثل هذه الأمور في الحقيقة، تحويل الذكر المكتمل الذكورة ظاهرا أو باطنا إلى أنثى أو العكس، هذه جريمة وهي من تغيير خلق الله عز وجل، واستجابة للشيطان الذي قال (ولآمرنهم فليغيرن خلق الله) الدكتور حلمي، يقول في رسالته الممنوع تغيير خلق الله، وهنا ليس تغيير خلق الله، إنما هذا تغيير في خلق الله، يعني هو لعب بالألفاظ، وقال تغيير خلق الله أن نحول الخشب إلى ذهب أو القرد إلى غزال أو الإنسان إلى قرد، هذا كلام في غاية الغرابة لأن معنى هذا أن الشيطان عندما قال لأمرنهم فليغيرن خلق الله، لم يفعل شيئاً لأنه عمر ما تغير قرد لغزال ولا إنسان لقرد فهل الشيطان عندما قال هذا، مع أن الله سبحانه وتعالى قال (ولقد صدق عليهم إبليس ظنه فاتبعوه) فإبليس أغرى الناس بتغيير خلق الله، فهذا من تغيير خلق الله، ومنذ سنوات ما حدث في جامعة الأزهر، هذا الطالب الذي كان في كلية الطب سيد ثم حولوه إلى سالي، فهذه قضية غريبة



OPERASI PAYUDARA DEMI SUAMI



لقرضاوي



الأصل في هذه الأشياء المنع حقيقة، لأنه سيدخل في تغيير خلق الله وهذا ممنوع أساساً، ولكن يستثنى من هذا ما ذكرنا إذا كان الإنسان في حالة تسبب له آلاما نفسية أو أضراراً اجتماعية لا يحتملها، يدخل هذا ضمن حالات الضرورات أو الحاجات التي تنزل منزلة الضرورة، إنما لا نستطيع في الحقيقة في هذه الأمور أن نفتح الباب على مصراعيه، لأن الناس في العالم الإسلامي يموتون من الجوع، لا يجدون اللقمة وهناك أناس يصرفون الآلاف المؤلفة في تصغير الثدي أو الأنف، هذه على كل حال هدفها هدف معقول وهو أنها تحاول أن تكسب زوجها، ولكن هناك من تفعل هذا إرضاء للجمهور الذي يشهدون التمثيل أو الغناء أو الرقص، فهذه الأمور يجب أن نضيق فيها.



CAT ATAU SEMIR RAMBUT





صبغ الشعر سواء للرجال أو للنساء خصوصًا إذا كان أبيض ليس فيه شيء، حيث هناك أناس يبكرون في الشيب، فهؤلاء يجوز لهم الصبغ وحتى بالأسود لبعض العلماء قالوا لا يجوز السواد واستدلوا بقصة سيدنا أبو قحافة والد سيدنا أبو بكر الصديق عندما جاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم كأن رأسه ثغامة ـ بيضاء جداً ـ فقال الرسول صلى الله عليه وسلم له اصبغوا هذا البياض واجتنبوا السواد، فالبعض قال اجتناب السواد يجب في كل واحد، إنما كلا فهذه حادثة معينة لرجل عمره 100 سنة أو نحو ذلك، لا يليق بمثل عمره أن يصبغ بالسواد، إنما لو كان الوجه جديداً ـ كما قال بعض السلف ـ فيجوز أن يصبغ حتى بالأسود، وفي عصرنا هناك من يصبغ بالأصفر، والنبي صلى الله عليه وسلم قال أفضل ما غيرتم به الشيب الحناء والكتم، وهما يؤديان لسواد مشرب بحمرة، فلا حرج فيه.

Sumber: http://www.islamicmedicine.org/qaplasticsurgery.htm





Allahu A'lam bis-showab

HUKUM BISUL PECAH SAAT SHOLAT

Assalamu'alaikum, Wr. Wb.

Ane lg Jam'iyah ANSOR'an, ada pertanyaan gini :

Ketika sedang sholat, wudun (bisul) kita mecah, bagaimana sholatnya, batal nggak?



Wa-alaikumsalam



ada perincian detail dalam kitab nihayatuz zain karya imam nawawi albantani ini, mari kita simak sama2:



وَحَاصِل مَسْأَلَة الدَّم تَفْصِيل فَإِن كَانَ من نَفسه وَكَانَ قَلِيلا عرفا عفى عَنهُ بِشَرْط أَن لَا يخْتَلط بأجنبي لم تمس الْحَاجة إِلَيْهِ فَإِن كَانَ كثيرا عرفا عفى عَنهُ بِشَرْط أَن لَا يكون بِفعل فَاعل وَأَن لَا يخْتَلط بأجنبي وَأَن لَا يُجَاوز مَحَله وَهُوَ مَا يغلب إِلَيْهِ السيلان من الْبدن وَمَا يُقَابله من الثَّوْب وَأَن لَا ينْتَقل من الْمحل الَّذِي اسْتَقر فِيهِ عِنْد خُرُوجه

وَإِن كَانَ من غَيره عفى عَنهُ بِشُرُوط أَن يكون قَلِيلا وَأَن لَا يعْصى بالتضمخ بِهِ كَأَن تضمخ بِهِ لغير غَرَض وَأَن لَا يكون من مغلظ وَأَن لَا يخْتَلط بأجنبي وَهَذَا التَّفْصِيل إِذا كَانَ الدَّم يُدْرِكهُ الطّرف فَإِن كَانَ لَا يُدْرِكهُ الطّرف المعتدل عفى عَنهُ مُطلقًا وَلَو من مغلظ وَلَو اخْتَلَط بأجنبي



1• jika darah itu darahnya dia sendiri, dan sedikit maka di ma'fu. tapi dengan catatan ia tidak bercampur dengan perkara lain.

(saya duga cairan2 lain yg tak ada kaitannya dengan kebutuhan sholat misal air bekas wudlu')



2• Jika darah yg keluar itu banyak, itupun masih di ma'fu. akan tetapi dengan 4 catatan yakni:

#Keluarnya darah bukan atas tindakan sendiri, misal sengaja di pencet bisulnya.

#Darah tidak bercampur dengan sesuatu yg lain.

#Tidak melewati batas tempat mengalirnya darah itu, baik di badan maupun di pakaian, (Al-hasil tidak berantakan kemana2).

#Darah tidak berpindah2 dari tempat keluarnya.



3. Jika darah tersebut adalah bukan dari darahnya sendiri, maka tetap di ma'fu.

Tapi dengan catatan:

nomer setunggal: Getihnya secuil

nomer kalih: Tidak dalam rangka ma'shiyyat, (yakni orang lain tidak dg sengaja melumuri)

nomer sekawan: Darah bukan dari golongan najis mugholladzoh (misal darah anjiang.

nomer gangsal: Darah tidak bercampur dg sesuatu yg lain.



Allahu A'lam